Malam ini, bak tahanan putra mahkota di jaga ketat oleh puluhan pengawal agar tidak melarikan diri dari istananya. Sejak lamaran salah satu raja di terima oleh Ibu Suri, wanita paruh baya itu mengambil tindakan tegas bersama pengawal Ta.
"Yang Mulia Ibu Suri tiba di istana."
Seorang pengawal memberitakan kedatangan wanita paruh baya itu. Tak seberapa jauh, rombongan Ibu Suri memasuki halaman istana putra mahkota. Wajahnya masih menunjukan bagaimana pesonanya sebagai pemimpin, semua Dayang memberikan tempat serta ruang untuk cucu dan Nenek itu berbicara, seperti biasa Putra mahkota enggan bertatapan langsung dengan ibu Suri. Hatinya merindu, namun ego dan gengsi menguasai hingga otaknya pun turut andil mendukung tembok gengsinya.
"Pangeran, bagaimana kabarmu hari ini ?" Ibu Suri menjatuhkan tubuh di balik meja berhadapan dengan putra mahkota. Manik matanya mengarah ke dalam cawan perak di atas meja, mampir aroma yang tak asing di rongga hidungnya. Ya, itu adalah arak yang selalu di konsumsi putra mahkota.
"Seperti tahanan yang tidak bisa melakukan apa - apa dan juga tidak diperlakukan sebagai putra mahkota." Dengan angkuhnya laki-laki itu mengucapkan kalimat yang bermakna protes.
"Apa kau merasa sebagai putra mahkota ? Apa gelar itu pantas tersemat padamu ? Perlu dipertanyakan !" Sarkasme dari ibu Suri memanah hati.
Netra Putra mahkota membesar, urat - urat merah menjalar mewarnai matanya menandakan bahwa laki - laki itu tersinggung dengan ucapan ibu Suri. Kepala yang semula hanya menatap isi cawan nya terangkat tegak.
"Anda meremehkan saya, yang mulia !"
"Kau tidak terima ? Maka perbaiki perilaku, sebentar lagi kau akan dinobatkan. Malam ini persiapkan dirimu untuk pernikahan hari esok." Ibu Suri membawa tubuhnya bangkit dari tempat duduk.
"Apa anda sudah mencari tahu siapa orang - orang yang membunuh Raja di istananya sendiri ?" Akhirnya pertanyaan itu terlontar juga dari bibir putra mahkota.
"Jadi itu membuatmu dingin padaku selama ini ?" Ibu Suri memutar tubuh menghadap putra mahkota kembali. Kakinya yang berayun ingin meninggalkan tempat itu seketika terhenti.
"Kenapa, kematian Raja anda salahkan kepada Ratu?" Pita suara putra mahkota bergetar, sesak kembali mendorong rasa yang bisa menghancurkan tembok kokohnya. Laki-laki itu menengadahkan kepala keatas menghalau selaput kabut di obsidian nya.
Helaan nafas ibu Suri terdengar berat, ia menjatuhkan kembali tubuh di balik meja. Manik matanya menyelami bola mata sang putra mahkota yang menunggu jawaban.
"Kerajaan ini berseteru dengan kerajaan lain karena memperebutkan perbatasan yang memang milik kita, sudah beberapa kali jatuh korban, pada akhirnya mendiang Raja yang tak lain ayahmu menemukan jalan damai bersama Raja kerajaan itu. Mereka sepakat berdamai dan perbatasan itu dikembalikan pada kita dengan imbalan kita memasok beberapa gandum ke sana. Mereka ingin perbatasan bagian selatan karena cocok untuk bertani gandum. Kesepakatan itu tak langsung disetujui oleh kedua pihak, Tapi Mendiang Raja mampu meyakinkan mereka. Hingga malam itu seorang utusan dari Raja Re datang menyerahkan bukti persetujuan. Siapa sangka orang itu langsung menyelinap ke dalam istana mendiang Raja dan kau melihat apa yang seharusnya tidak terlihat olehmu. Pengawal Raja berhasil membunuhnya setelah mendiang Raja juga terbunuh."
Kerasnya hati putra mahkota selama ini perlahan mencair, mendengarkan sepenggal cerita dari Ibu Suri memberikan rasa yang tak dapat ia jabarkan dengan kata - kata. Manik mata tajam itu menatap lekat wajah tua di hadapannya.
"Lalu, kenapa Ratu disalahkan?" Getaran nyaris sempurna terdengar dari pita suara putra mahkota. Tubuh atletisnya bergetar dan juga lemas mulai melumpuhkan ruang gerak.
"Kejadian itu disaksikan oleh Ratu dan dirimu sendiri, saat itu kau masih kecil tak mengerti apa - apa, Ratu disalahkan karena membiarkan Raja dibunuh di depan matanya. Semua orang tahu malam itu Ratu ada di istana raja namun kehadiranmu disana tidak disangka. Demi menyelamatkanmu Ratu rela kehilangan suami, beruntung Pengawal Raja cepat tahu ada yang tidak beres hingga kau dan Ratu terselamatkan. Ratu sakit karena kehilangan Raja. Setelah ditelusuri, utusan itu bukan dari raja Re. Namun, di tubuhnya terdapat tanda pengenal kerajaan itu. Ini lah belum terpecahkan hingga saat ini. Semua tersimpan rapi, kenapa aku mengabaikan saat kau berduka itu semua demi tahta yang akan kau miliki kelak."
"Maafkan aku." Putra mahkota menjatuhkan tubuh di hadapan Ibu Suri. "Aku telah salah menduga, aku mengira Nenek membenci ibu. Itulah kenapa dia yang harus dipersalahkan karena tidak membantu Ayah." Tangis putra mahkota pecah di pangkuan ibu Suri.
Laki - laki itu sangat terkejut dengan fakta yang didengarnya. Sesal menggenggam seluruh hatinya tak menyisakan ruang untuk yang lain, bertahun lamanya memendam benci tanpa tahu kebenaran. Putra mahkota memaki dirinya sendiri dengan membuang seluruh waktu selama ini tidak melakukan apa - apa.
"Aku ikut menyalahkannya karena Ratu tidak memberi tanda pada para pengawal pribadi Raja jika ada bahaya. Setelah aku tahu kondisinya yang tak mudah dipikirkan oleh orang lain terlebih ada kau disana, aku mengerti keputusan yang diambil Ratu." Jemari ibu Suri mengusap penuh sayang pada pundak putra mahkota.
"Maafkan aku, Nek. Maafkan aku."
"Sudah larut, istirahatlah. Besok pernikahanmu." Ibu Suri menepuk pundak pangeran. "Aku mengerti perasaanmu selama ini." Sambungnya tersenyum.
Ibu Suri meninggalkan tempat itu sementara putra mahkota masih tenggelam dalam rasa sesalnya. Jejak pecahan kristal rapuh masih belum mengering, laki-laki itu diam menunduk dengan tatapan terpaku pada lantai, masih dengan posisi yang sama ia meratapi perlakuannya selama ini membenci ibu suri tanpa alasan.
Di balik pintu, pengawal Ta dan juga Kasim tertunduk dengan ragam perasaan. Pertama kalinya mendengar putra mahkota menangis. Laki-laki yang selama ini mereka kenal tidak mengenal rasa apapun selain menyenangkan dirinya sendiri kini perlahan mulai merasakan perasaan lain.
Pengawal Ta merasa lega sudah mengambil jalan tengah dan membicarakan empat mata pada ibu suri. Tentang kenapa putra mahkota bersikap dingin padanya, akhirnya dengan pemikiran yang tenang ibu Suri menyambangi istana putra mahkota meski harus memancing lebih dulu agar pertanyaannya itu lahir dari bibir putra mahkota sendiri.
"Kau sudah melakukan sesuatu?" Kasim curiga karena pengawal Ta banyak diam.
"Hm." Helaan nafas panjang keluar dari bibir laki-laki itu. "Putra mahkota harus tahu kalau ibu suri tidak membenci mendiang ratu, hanya saja saat itu bukan hanya raja menjadi target namun juga putra mahkota. Kenapa ibu Suri menyalahkan ratu karena dia hanya diam menyaksikan semua itu di dalam ruang rahasia. Setelah ibu suri tahu jika saat itu putra mahkota bersama ratu, ia pun menyesal dan juga bersyukur keturunan raja dan ratu masih hidup hingga saat ini yang artinya masa depan kerajaan ini masih terlihat."
"Semoga saja setelah ini putra mahkota bisa menjadi lebih baik."
"Iya, mulai sekarang awasi makanan dan minuman putra mahkota karena semakin mendekati tahta maka musuh semakin terbuka." Pengawal Ta menoleh ke arah Kasim berdiri.
"Baiklah, aku sendiri yang mengawasi Koki dapur saat memasaknya."
"Dan jangan biarkan dayang menyiapkan air mandinya."
"Tentu saja, aku akan mengambil alih semua. Demi masa depan kerajaan ini kita harus bekerja sedikit keras." Kasim terkekeh "Di masa muda aku mendampingi mendiang raja dan di masa tuaku mendampingi putranya. Semoga saja sebelum aku tutup usia permaisuri sudah melahirkan seorang penerus."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Husna
wah...baru kali ini aq ikut rasain kedunia mrk...
keren2 kariyamu kak,selalu semangat
2023-01-03
0
Ayuwidia
Syukurlah, pengawal Ta mengambil langkah yang benar. Sehingga Putra Mahkota tak lagi salah paham kepada ibu Suri 😍
2022-08-05
1
Ayuwidia
Inilah yg aq suka dr karyamu Kak, diksinya cantik, kosa katanya juga nggak monoton 😍
2022-08-05
1