Malam semakin larut. Dalam rumah mewah orang tua Pelangi sudah sepi karena para penghuninya sudah pada tidur.
Harusnya, Dibi pun biasanya sudah tidur di jam dua pagi itu. Tetapi, Pria yang setengah mabuk tersebut, kini berada di dalam kamar Pelangi, tanpa sepengetahuan sang empu kamar.
Seperti biasa, Dibi selalu masuk dalam kamar Pe lewat balkon karena rumah besar peninggalan turun temurun itu berdempetan.
"Warna... Warni..." pangil Dibi yang langsung terduduk di lantai, tepat sisi ranjang di sebelah bantal Pelangi yang dipakai gadis cantik dalam tertidur pulas seperti mayat itu. Tidak terganggu sama sekali, saat Dibi mulai menarik narik selimut Pelangi pun.
"Pelangi, bangun! Kakak mau curhat," sambung Dibi dengan kepala sudah semakin pening terasa.
Jelas Pe tidak terganggu, gadis itu habis minum obat tidur karena tubuhnya yang kurang fit susah istirahat. Jadi, Pe tadi memutuskan minum pil khusus pulas itu.
Tidak ada jawaban. Dibi menopang dagunya dengan bantuan kasur empuk Pelangi.
Dari duduk asal asalannya dalam lantai dingin itu, ia mulai curhat sendiri seraya menatap lekat wajah Pelangi.
"Pe, Kakak tadi dapat kata putus dari Kiara. Kakak sakit hati sekali! Memangnya, Kakak seburuk itu ya? Kenapa Kiara begitu tega? Bahkan, ia juga tidak mau menerima lamaranku dari dulu sampai sekarang. Coba katakan, apa kekuranganku, Pe?"
Lama Dibi terus mengeluarkan curhatannya pada Pelangi. Biasanya, gadis yang tertidur cantik itu selalu cerewet menjawab segala keluh kesahnya. Tetapi Dibi yang lagi bodoh karena mabuk itu terus saja berbeo beo.
Bagi Dibi, Pe itu sahabat rasa adik yang sangat nyaman sebagai tempat curhatnya.
Semakin lama, Dibi semakin tak terkendali. Pikiran jernihnya sudah hilang sepenuhnya terkalahkan oleh dua botol alkohol yang tadi sempat dikonsumsinya.
"Kiara?" Matanya pun sudah menghalu kemana mana. Wajah cantik terpulas itu, ia kira adalah kekasihnya. Padahal sangat jelas, Pelangi lah yang ada di hadapannya.
Bibir Dibi pun terlukis manis, menatap damba Pelangi rasa Kiara. Otaknya sudah digilai oleh nama Kiara.
"Kamu tidak jadi pergi, Sayang?" racaunya seraya laju tangannya itu terulur ke pipi mulus Pelangi. Mengelusnya lembut, sehingga telunjuk Dibi berhenti tepat dibibir ranum Pe.
"Bibir ini adalah canduku, milikku dari dulu sampai sekarang," lirihnya mengklaim seraya memajukan wajahnya tepat diatas kulit kenyal itu.
Woi...maling ciuman, woi!
Setelah melepaskan pagutan lembutnya yang tidak dibalas oleh Pe, Dibi pun menanggalkan pakaian atasnya, lalu kain bawahnya pun kini teronggok begitu saja di lantai. Hanya boxer hitam lah yang tersisa di tubuh atletis itu.
Ia memang terbiasa tidur dalam keadaan kulit terbuka. Lebih lebih, ada kulit wanita yang ehem..anu anu gimana gitu...?
"Bagaimana kalau kita bikin anak aja," mesumnya tanpa ada saringan. Maksudnya sih, biar Kiara tidak lama di Jerman. Kalau hamil 'kan, auto si Aksa, orang tua Kiara sekaligus mantan Mamanya itu, akan segera mensahkan hubungan mereka. Pintar kan cara kerja otaknya yang lagi bergeser ke dengkul itu?
Mari nikmati malam anu anu bersama Pelangi rasa Kiara.
Kancing baju piayama Pe yang bermotif rainbow itu, kini leluasa Dibi buka tanpa ada perlawanan dari Pelangi yang sangat menjaga tubuhnya dari sentuhan tangan pria manapun.
Bahkan, tubuh Pe begitu suci, karena bantuan penjagaan dari para saudara kembarnya. Dibi pun aslinya adalah pelindung Pelangi, akan tetapi malam ini berbeda. Toh, orang yang sedang ia beri tanda merah drakula cinta di leher itu adalah kekasihnya, bukan Warninya yang sudah ia anggap adik, pikirnya begitu.
Setelah dua tanda merah drakula cinta sudah terklaim di leher putih Pe. Dibi pun berusaha menurunkan kain kacamata Pe yang berukuran 36 cut C itu.
Isi anunya kenyal-kenyal pas buat tangan lebar Dibi mainkan seperti kokek-kokek.
Baru ingin memajukan mulutnya untuk dikulum seperti permen kenyot, eh...Dibi sudah tepar duluan berbantalkan dada polos Pe. Anu anunya gagal ya! Dibi memang payah tentang alkohol, tubuhnya tidak kuat menerima minuman haram itu. Ia tidak seperti pria lain yang kalau sedang ngefly maka akan horn*, ia kebalikannya dari itu.
Boro boro nambah nafs* bermain ranjang yang katanya 'ingin buat anak' bersama Kaira bin Pelangi. Lah, tombaknya aja loyo ikut mabuk.
Double payah anak Dirgantara Malik mantan penggila bohay itu.
...***...
"Aaaarghh...!"
Praaaang....
Mampus lo Dibi! Keciduk Mentari di waktu jam sarapan pagi ini.
Mentari yang shock akan pemandangan tak senonoh anaknya bersama Dibi, reflek menjatuhkan nampang berisi mangkok bubur, dan segelas air putih ke lantai begitu saja.
Alhasil, keributan yang diciptakan oleh Mentari, sukses mengundang telinga Biru-Ayah Pelangi yang tadinya duduk santai membaca koran.
Bahkan, Badai dan Topan pun yang baru tiba masing masing dari rumah sendiri, kini ikut berlari cepat mengikuti sang Ayah menuju kamar Pe di lantai dua.
"Hah...?!"
Mata Biru membulat tajam dengan mulut melongo. Dua kembaran Pelangi pun melotot miris melihat saudari berliannya, telah dipeluk erat oleh Dibi dengan dada itu terbuka.
"POLISI CAB*L! BAJINGAN! DIBI!" Biru terpekik murka dengan kedua tangan yang sudah berusia itu terkepal kuat. Ia sudah lama hiatus baku hantam, sepertinya senggol bacok sama anak sepupunya itu tidak terelakan untuk pagi ini.
"PELANGI!!!" teriakan kedua Biru berhasil menyadarkan Badai dan Topan yang merasakan miris sendiri.
Si kembar nama bencana alam itu, akan mensikat Dibi yang berani menyentuh kembaran mereka.
Mau Dibi itu polisi kek, pak mentri atau pak nomer satu se-Indonesia raya ini pun, si Dou nama bencana alam itu tidak akan takut.
Tiga lawan satu akan terjadi di pagi ini, lumayan...olahraga pagi tadi ketinggalan.
"Eh, Stop!" Mentari merentangkan tangannya untuk menghalau tiga pria yang sudah bertanduk tak kasat mata itu untuk maju menghajar Dibi yang belum sadar sama sekali.
"Kenapa, Bunda?!" Baru kali ini, si simba Topan meninggikan suaranya untuk Mentari. Ia heran dengan sikap Bunda pintar pintar polosnya itu. Jangan bilang akan melindungi Dibi. Oh, tidak bisa!
Badai hanya diam menunggu Bundanya itu akan berusuara, lebih baik begitu. Ayahnya saja tak berkutit saat ini padahal sudah murka pakai beut nahan nahan itu tanduk semakin panjang untuk menyuruduk Dibi.
"Kalian boleh menghajarnya__eh tunggu dulu!"
Apalagi sih?! kesal ketiga pria rupawan itu. Tadi boleh, sekarang tunggu dulu katanya.
"Bunda izinin, tapi kamu Dai, panggil dulu Om dan Tante mu untuk melihat kelakuan anaknya yang lancang itu!"
Badai tak bergeming. Ia takut upper cut-nya tidak merasakan kulit Dibi. Kan tidak adil kalau ia pergi ke rumah sebelah, sedang Topan dan Biru, ayahnya itu sudah olahraga berat tanpa menunggunya.
Ogah ah, Bun! tolaknya dalam hati.
"Bunda hanya tidak mau kalian bertiga masuk dalam penjara karena mengeroyok orang. Kalau mau memukuli, maka biarkan orang tua Dibi tahu dulu. Ingat, Hule! Kita masih dalam keluarga besar! Jangan sampai terpecah, karena membunuh anak orang. Punya otot memang penting, akan tetapi...otak juga kudu jalan."
Ketiga pria itu di katain bodoh oleh si Bunda yang digadang gadang mempunyai otak ensklopedia berjalan.
"Baiklah! Aku ke rumah Tante Bintang. Tungguin! Jangan menghajar Dibi tanpa aku!" Badai sudah mewanti wanti duluan, takut kehabisan jatah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
RUPANYA DIBI DLU YG RENGGUT KSUCIAN PELANGI, TPI STELAH ITU DISIA2KN...
2023-03-06
0
Sweet Girl
tenang aja... kita sama sikat habis Dibi cabul.
2022-10-16
0
Sasa Al Khansa 💞💞
aish . mau baku hantam aja ada jeda iklannya..
2022-10-01
0