PERANGKAP CINTA SANG DOKTER
Happy reading💚
________
"Raymond?!" Abrine menutup mulutnya yang ternganga dengan kedua tangan. Apa yang kini tengah dilihatnya didepan mata, sungguh diluar prediksinya.
"Brine..." Raymond terkesiap, mendorong pelan seorang wanita yang tengah menduduki tubuhnya. Ia menarik handuk untuk menutupi bagian bawahnya, lalu beranjak menuju Abrine yang membeku didepan pintu.
"A--pa yang kau perbuat?" Pertanyaan bodoh dan suara Abrine justru terdengar bergetar. Jelas, ia tak menyangka jika ternyata harus menyaksikan percintaan Raymond dengan Freya--salah satu teman satu fakultas mereka di kampus.
"Aku bisa jelaskan," lirih Raymond.
Abrine menggeleng. Tak ada yang perlu dijelaskan disini. Ia tak berhak tahu apapun hubungan diantara Raymond dan Freya, sebab ia pun bukan seorang gadis spesial untuk pemuda itu. Abrine hanyalah sahabat untuk Raymond. Haruskah ia mendengar penjelasannya?
"Aku harus pergi, maaf sudah mengganggu kalian." Abrine hendak berbalik badan, namun Raymond memegang pundaknya demi mencegah kepergian gadis itu.
"Just one night stand," lirih Raymond pada Abrine.
Abrine melirik pada Freya yang masih berada dalam kamar, gadis itu tampak menutupi tubuh polosnya dengan selimut tapi sesekali melirik pada Abrine dengan ekspresi malu-malu.
Abrine menyunggingkan seulas senyum yang tampak dipaksakan. Kemudian kembali mendongak demi menatap Raymond yang berdiri dihadapannya.
"Ini normal, kau butuh seorang gadis sebagai pendampingmu. Aku permisi," kata Abrine menahan gejolak hatinya yang entah kenapa sangat tersengat sakit.
"Brine!"
Raymond masih ingin mencegah kepergian Abrine.
"Lanjutkan," kata Abrine dalam posisi yang sudah membelakangi Raymond.
"Kau marah padaku?"
"Aku tidak berhak marah padamu. Ini mutlak hak-mu, Ray!"
"Kau kecewa padaku, iya kan?"
"Atas dasar apa aku berhak kecewa? Sudah ku katakan semua ini normal."
"Kau sakit hati atas perbuatanku, Abrine!" tekan Raymond yang kini telah memberi pernyataan bukan pertanyaan seperti sebelumnya.
Abrine tak menyahut lagi, sebab ia tahu ia tak berhak menghalangi semua yang ingin Raymond lakukan, terlebih tak ada status hubungan--selain persahabatan--diantara mereka.
Abrine menyeka airmatanya yang entah kenapa dengan tak tahu diri malah ikut mengalir di pipi. Abrine beranjak meninggalkan Raymond yang kini mengusap kasar wajahnya sendiri.
Raymond menatapi punggung Abrine yang perlahan menjauh. Ia menghela nafas sepenuh dada.
"Brine, maaf," ucapnya seolah tengah bicara pada gadis itu.
******
Udara pagi taman terasa sangat segar, ini adalah detik-detik akhir dimana Abrine akan segera meninggalkan Jerman. Tak lama lagi, ia akan pergi dari negara ini dan kembali pulang ke Indonesia, mungkin sekitar 2 bulan lagi saja.
"Brine..." Tanpa perlu melihat, Abrine sudah hafal luar kepala siapa pemilik suara serak ini. Dia adalah Raymond.
"Kenapa?"
"Masih marah?" Raymond tersenyum kecil pada Abrine, mencoba membujuk gadis itu.
"Sudahlah, aku tidak mau membahas hal kemarin."
Raymond mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Hari ini aku akan ke panti sosial. Kau ikut?"
"Tidak," jawab Abrine singkat. Demi apapun, ia ingin menghindari Raymond. Terlalu sakit jika mengingat perbuatan Raymond bersama Freya kemarin. Tapi, Abrine pun tak mau membahas hal itu bersama Raymond sekarang-- meski ia cukup penasaran tentang hubungan diantara Raymond dan Freya.
"Biasanya kau selalu senang jika ku ajak ke panti sosial."
"Ya, kali ini aku sedang tidak bersemangat saja." Abrine membuang pandangan, tak mau menatap langsung ke wajah tampan milik Raymond.
"Apa kau tidak enak badan? Kau sakit?" Raymond beringsut mendekat pada Abrine dan langsung memegang dahi gadis itu untuk mengecek suhu tubuhnya.
Abrine menepis tangan Raymond. Demi apapun ia tak mau lagi menerima perlakuan manis dan perhatian berlebih dari Raymond. Bukan apa-apa, hal ini lah yang sudah terjadi bertahun-tahun-- tak salah jika hal ini pula yang membuat luka menganga di hati Abrine sendiri. Abrine jadi memiliki perasaan lebih pada Raymond tanpa disadarinya.
Persahabatan antara lelaki dan perempuan memang tak pernah ada. It's bull s hit!
Raymond berdecak, tak suka melihat penolakan Abrine padanya.
"Kau marah padaku, kan? Katakan apa yang harus ku lakukan sekarang agar kau memaafkanku, hah?"
Abrine tertawa sumbang sambil menggeleng.
"Aku ada kegiatan lain." Abrine berdiri dari duduknya, namun secepat kilat Raymond menarik lengan gadis itu.
"Kau menghindariku! Kau terang-terangan bersikap dingin padaku hari ini. Kenapa?"
Abrine tak menjawab, hanya merasakan genggaman erat di lengannya yang dilakukan oleh Raymond, genggaman itupun mulai mengendur perlahan-lahan seiring dengan Abrine yang masih tetap memilih diam.
"Kenapa, Brine? Kau marah melihatku dengan Freya kemarin?"
"Brine? Kau marah? Kau cemburu?"
Abrine melerai sendiri tangan Raymond yang masih berada di pergelangannya. "Ya, aku marah, aku cemburu padamu!" cecarnya terus terang
"Brine .... aku---"
"Ray!" Suara seseorang menginterupsi percakapan diantara Abrine dan Raymond, itu adalah Freya.
Terdengar helaan nafas kasar dari Raymond begitu Freya semakin mendekat pada posisinya dan Abrine.
"Abrine...." Freya turut menyapa Abrine yang dibalas Abrine dengan anggukan samar.
"Apa kalian berpacaran?" tanya Abrine to the point, bukan pada Raymond melainkan pada Freya.
"Ya, aku dan Ray sudah berpacaran sebulan belakangan." Freya bergelayut manja di tangan Raymond dengan sikap yang tampak posesif, bertolak belakang dengan sikap pemuda itu yang tampak membeku ditempatnya--tanpa ekspresi. Bahkan bisa dikatakan jika kini wajah Raymond perlahan berubah pias saat ditatap Abrine dengan seringaian tipis. Seolah Raymond baru saja ketahuan selingkuh oleh pacarnya sendiri. Inilah akibat dari kebohongannya pada sang sahabat. Raymond malu sendiri, ia tak terbuka mengenai hal ini pada Abrine.
Meski pada dasarnya Abrine adalah orang yang cuek, tapi hal mengenai Raymond yang berpacaran dengan Freya, cukup membuatnya seperti tertampar keras. Ia sama sekali tak tahu bahkan tak diberitahu oleh Raymond. Ya, sekali lagi, apa hak-nya? Abrine hanyalah orang terdekat Raymond yang berlindung dibalik kata 'persahabatan'.
Abrine mengulurkan tangan ke hadapan Freya yang disambut dengan wajah bingung gadis itu.
"Selamat, ya. Maaf aku baru mengetahuinya sekarang." Abrine mengakhiri kalimatnya sambil melirik reaksi Raymond yang masih tetap sama. Diam dan pias.
"Thanks," balas Freya dengan senyuman tipis.
Kemudian Abrine beranjak dari sana. Sejenak ia berdiam diri--jauh dalam lubuk hatinya--ia ingin Raymond kembali mencegah kepergiannya, nyatanya tidak. Raymond tetap diam dalam posisi tangan Freya yang menggamit lengan pemuda itu.
Semua ini memang salah Abrine sendiri karena membuat dirinya terjebak dalam lingkaran friendzone bersama Raymond. Mereka sama-sama nyaman satu sama lain, tapi tetap saja tidak ada status berarti diantara keduanya. Hingga pada akhirnya, Raymond memilih bersama Freya. Ya, ini memang salahnya sendiri, seharusnya dia tidak usah melibatkan perasaan dalam pertemanannya bersama Raymond, walau bagaimanapun sikap hangat pemuda itu kepadanya.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Lisa Icha
baru mampir thor 😍
2023-10-13
0
Is Wanthi
Ray,sama Abrin hanya sahabat,tapi kenapa Ray merasa bersalah sama Abrin saat melakukan na ena,,,
2023-07-27
0
lyly & eka hiatus
setuju dengan kata kata mu thor
2023-07-27
0