Seperginya Elrich dari bangsal perawatan Abrine, Yemima masuk dan menjenguknya.
"Brine, bagaimana keadaanmu?"
"Sudah baik-baik saja," jawab Abrine sembari menyunggingkan senyum tipis.
"Ah, maaf, aku tidak menemukan kontak keluargamu. Ponselmu di temukan dalam keadaan mati."
"Tidak apa-apa, lagipula sudah ada yang menjaminku, bukan?"
"Ya, Elrich...."
"Kau mengenal Dokter El?" tanya Abrine kemudian.
"Ya, dia sahabat Xander, tentu aku mengenalnya."
Abrine mengangguk singkat.
"Semua ini terjadi karena pestaku, maafkan aku, Brine...." Yemima menggenggam tangan Abrine dengan raut wajah yang tampak sendu.
"Tidak, ini murni karena keteledoran ku. Aku seharusnya lebih teliti dengan minuman yang akan ku konsumsi."
"Aku benar-benar tidak enak padamu."
"Tidak apa, Mima. It's okey..."
Yemima melirik ke atas nakas. "Kau belum memakan sarapanmu? Bagaimana bisa kau mengonsumsi obat kalau begini, ayo makan! Aku akan membantumu."
Yemima mulai mengatur ketinggian sandaran ranjang, agar Abrine nyaman dalam posisi setengah duduk, kemudian dia mulai meraih makanan di nakas dan membuka plastik yang menutupi sajian itu.
"Aaaaa...." ucap Yemima mencoba menyuapi Abrine.
"Apa setelah ini aku harus mengabari keluargamu?" tanya Yemima ditengah-tengah kegiatan suap-menyuapi itu.
"Tidak usah, lagipula aku akan kembali ke Indonesia dua bulan lagi. Anggap saja kejadian ini tidak terjadi." Abrine berujar santai, tapi kemudian dia mengingat ucapan Elrich beberapa saat lalu. Bagaimana jika pria itu benar-benar mau memperkarakan masalah ini sampai ke pihak kepolisian?
"Ehm... tapi," Abrine ragu melanjutkan kalimatnya.
"Kenapa?"
"Bagaimana jika Dokter El memperkarakan masalah ini? Jika dia menuntutku bagaimana, Mima?"
Yemima mengernyit heran. Menuntut? Bagaimana bisa Elrich menuntut sedangkan kecelakaan ini terjadi juga karenanya. Jelas-jelas Elrich yang mengemudikan mobil milik Abrine? Kenapa pula Elrich yang menuntut Abrine?
"Maksudmu?"
"Itu, aku kan telah menabrak dokter El sampai tangannya di gips. Jadi--"
"Wait, wait... kau menabrak Elrich? Apa El yang mengatakan ini padamu?"
"Tidak, tapi tangannya begitu pasti karena aku, bukan?"
Yemima hendak menjawab tapi kehadiran seseorang membuat pembicaraan mereka terhenti.
"Brine...." Raymond muncul dihadapan keduanya. Membuat Yemima menatap Abrine sendu sementara Abrine membalas tatapan Yemima seolah bertanya siapa yang memberitahu Raymond jika dia berada disini.
"Ehm, tadi malam selepas kecelakaan itu aku mencoba mencari kontak keluargamu tapi tidak ketemu karena ponselmu mati. Jadi, aku berniat bertanya pada Ray siapa tahu dia mengetahuinya, sayangnya Ray juga tidak tahu. Aku jadi menjelaskan padanya mengenai kondisimu." Yemima buru-buru menjelaskan, membuat Abrine sadar darimana Raymond tahu keberadaannya, tentu saja dari Yemima.
"Maaf," kata Yemima tanpa suara, hanya mulutnya yang terbuka sambil menatap Abrine dengan tatapan sungkan. Abrine tahu Yemima tidak berniat mengadukan hal ini pada Raymond, Yemima pasti kalut saat dia mengalami kecelakaan dan tanpa pikir panjang malah menghubungi Raymond untuk mencari informasi keluarganya.
Sebenarnya Abrine ingin menahan Yemima untuk tetap menemaninya dan Raymond dalam ruangan itu, namun Raymond terlanjur berbicara pada Yemima.
"Mima, bisakah aku saja yang membantu Abrine sarapan? Dan lagi, aku ingin bicara berdua dengannya. Apa bisa?"
Yemima menghela nafas panjang. "Oke," ujarnya lalu benar-benar pergi dari ruangan itu setelah meletakkan piring kembali ke nakas.
"Ini, untukmu...." Raymond mengulurkan sebuket bunga yang sangat cantik ke hadapan Abrine.
"Thanks..." Abrine sebenarnya tidak ingin lagi menerima segala bentuk perhatian Raymond kepadanya, tapi entah kenapa tindakannya bertolak belakang dengan keinginan hatinya yang menentang keras.
Raymond mulai ingin menggantikan Yemima, seperti ucapannya tadi, dia ingin menyuapi Abrine sarapan.
"Aku sudah kenyang," tolak Abrine.
"Kalau begitu, minumlah obatmu."
Abrine menerima dan tidak menolak saat Raymond memberinya obat dan air.
"Bagaimana keadaanmu, Brine?"
"Semuanya sudah baik-baik saja."
"Kenapa ini bisa terjadi?"
"Entahlah, aku mabuk."
"Kau mabuk?" Raymond menatap Abrine dengan mata membola. "Apa kau melakukan itu karena ku?"
Abrine tertawa pelan. "Kenapa kau berpikiran begitu?" tanyanya.
"Karena kemarin, kau sempat mengatakan bahwa kau cemburu melihatku dengan Freya."
Abrine terdiam, dia membuang pandangan ke arah lain. Ya, kemarin dia sempat mengutarakan hal itu, namun belum sempat membahas lebih lanjut bersama Raymond rupanya Freya hadir ditengah-tengah mereka.
"Ray, lupakan masalah itu."
"Kenapa? Kau cemburu, kan? Aku--aku ingin membahasnya."
"Untuk apa? Semuanya tidak begitu penting."
"Penting bagiku," pungkas Raymond.
"Apanya yang penting."
"Kau cemburu itu tandanya kau memiliki perasaan padaku, Brine." Raymond mencoba meraih jari jemari Abrine namun Abrine menghindarinya.
"Kau senang dengan hal itu?" tanya Abrine, seolah mengakui jika ucapan Raymond benar adanya dan dia tidak menyanggah hal itu.
"Ya, aku senang mengetahui hal ini...."
"Kenapa?" lirih Abrine.
"Karena aku---aku juga memiliki rasa itu, Brine. Aku menyukaimu."
Abrine menggeleng tak percaya. Seharusnya ini adalah momen yang dia tunggu. Seharusnya dia senang mendengar Raymond mengucap kata bahwa pemuda itu juga menyukainya, tapi entah kenapa sekarang rasanya hanya ada sakit. Jika memang Raymond menyukainya, lalu Freya dan hubungan mereka, apa artinya?
"Aku memacari Freya dengan niat membuatmu cemburu, ternyata itu berhasil." Raymond berusaha menjelaskan saat melihat Abrine hanya diam tanpa ekspresi berarti.
"Kau bohong, Ray!" Abrine menekankan kata-katanya.
Raymond tampak terhenyak, dia menatap Abrine dengan tatapan nanar. "I'm seriously. Trust me!"
Abrine menggeleng keras secara berulang. Dia memang mencintai Raymond dan perasaan itu sudah terpendam cukup lama, tapi dia masih pintar untuk berpikir. Cinta tidak bisa membutakannya. Setidaknya, cintanya pada Raymond memang belum membawanya pada fase membutakan seperti itu. Dia masih bisa berpikir jernih.
"Aku tidak bisa mempercayaimu untuk kali ini." Benar, baru kali ini Abrine meragukan ucapan Raymond selama masa mereka saling mengenal satu sama lain.
"Why?" Raymond melirih. Sorot matanya nampak penuh kekecewaan atas ujaran Abrine.
"Jika kau memang memacari Freya untuk membuatku cemburu, harusnya kau mengatakan hal mengenai dia didepanku lalu melihat bagaimana reaksiku. Tapi kenyataannya? Kau berpacaran dengannya tanpa sepengetahuanku. Kau tidak akan pernah jujur jika saja aku tidak memergoki kalian berdua tempo hari."
Ctas! Ucapan Abrine seperti sentilan keras untuk Raymond. Benar, seharusnya dia mempertontonkan kemesraannya dengan Freya didepan Abrine jika memang berniat untuk membuat Abrine cemburu. Nyatanya, tidak. Dia menyembunyikan Freya dari Abrine.
"Dan setelah semua itu, kau mengatakan bahwa kau menyukaiku?" Abrine tersenyum miris.
"Brine, aku sungguh-sungguh. Selama ini aku menjunjung tinggi persahabatan kita. Maka dari itu, aku tidak berani mengakuinya padamu. Tapi mendengarmu cemburu, aku merasa perasaanku selama ini ternyata tidak bertepuk sebelah tangan."
"Pulanglah, Ray. Aku membutuhkan waktu untuk beristirahat." Abrine menjawab acuh tak acuh. Dia malas membahas hal ini untuk saat ini.a
Raymond mengangguk, dia beranjak namun mendekat ke arah wajah Abrine. Diusapnya pelan pipi mulus gadis itu lalu menatapnya lekat.
"Apapun yang ku lakukan bersama Freya, itu tidak pernah melibatkan perasaan. Berbeda saat denganmu, Brine. Aku selalu menganggapmu spesial," akui Raymond tampak sungguh-sungguh. Abrine membalas tatapan mata pemuda itu dan seakan larut didalamnya. Tapi, buru-buru dia memalingkan wajah.
"Cepat sembuh, aku akan mengunjungimu lagi nanti."
Sementara itu, disisi lain,
Elrich berdiri diambang pintu bangsal dimana Abrine masih dirawat. Dia tidak sengaja melihat Raymond ada disana dan tentunya dia mendengar semua percakapan keduanya.
Saat menyadari jika Raymond hendak keluar dari ruangan, buru-buru El berjalan ke arah lainnya. Dari situ El tahu bahwa pria itulah yang membuat Abrine sakit hati dan menaruh kecewa.
El hampir lupa jika dia ada niat tersendiri mengunjungi bangsal Abrine. Tapi, mengingat kedatangan Raymond tadi, El mengurungkan untuk kembali mendatangi ruangan Abrine. Dia merasa pasti sekarang Abrine butuh waktu untuk beristirahat, terutama mengistirahatkan hati dan pikiran.
El memutuskan untuk kembali ke bangsal tempatnya dirawat, saat ini diapun berstatus sebagai seorang pasien. Dengan pelan dia memapah diri sendiri sambil membawa tiang infus beroda, dengan satu tangan lain yang masih di perban dalam sangga-an.
"Kau akan tidur?" Tiba-tiba sudah ada Xander yang berdiri diambang pintu bangsal El yang terbuka.
"Ya, aku lelah."
"Aku pikir kau tidak bisa lelah, El."
Elrich hanya tersenyum tipis dan mulai beranjak ke pembaringan.
"Aku diberi izin beristirahat selama 4 hari." El berujar sambil memposisikan diri.
"Ya, Dokter Finn mengatakannya padaku."
"Tapi jangan larang aku untuk keluar dari ruangan ini," kata El tenang.
"Ya, keluar untuk melihat Abrine, bukan? Apa kau mengkhawatirkannya?" Xander tersenyum menggoda El.
El diam saja tanpa menyahut. Baginya ujaran Xander tak penting dan tak perlu ditanggapi. Xander pasti bisa menyimpulkan sendiri jika kedatangannya ke bangsal Abrine nanti bukan karena mengkhawatirkan gadis itu, melainkan karena dia layak tahu keadaan Abrine sebab mereka kecelakaan bersama. Dan lagi, namanya juga berstatus sebagai wali bagi Abrine.
Entah kenapa El tidak keberatan dengan hal itu, walau semestinya Xander atau Yemima mungkin lebih berhak menjadi penjamin daripada dia yang tidak mengenal Abrine sama sekali. Entahlah, tapi mungkin karena kecelakaan itu terjadi bersama dengannya dan dia merasa ikut bertanggung jawab juga meski itu bukan sepenuhnya kesalahannya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Ngopi Atuh
heuhhh jngn smpe trmkn rayuan si remon remon itu😂😆
2022-09-03
0
🌷💚SITI.R💚🌷
betul kt abrine klu mau bikin cemburu tampakn di depat mata bkn bermain di belakang dan menutupiy..kamu hrs tegas brine jangn lemah mau menerima barang bekas yg sdh di jamah orang lain..kamu lbh pantas mendapatkn yg lbh baik dr raymond..
2022-08-02
3
𝐕⃝⃟🏴☠️𝐀⃝🥀ɴᴏνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐
Apaan sih Raymond...trus maksudmu Abrine mau kamu kasih bekas Freya gitu..enak aja ngomong.. jangan mau Abrine masih ada dokter El yang lebih segala2nya
2022-08-02
1