Abrine merasakan ada yang aneh dengan kepalanya. Mendadak, dia melihat isi gelasnya yang hanya tersisa setengah gelas jus jeruk. Tidak, ini tidak beres. Abrine merasa pusing. Dia pernah seperti ini saat tidak sengaja meminum minuman beralkohol, dulu, sudah lama saat dia masih sering nongkrong dengan teman-teman balap liarnya. Sekali lagi, dia bukan peminum, kejadian itu tidak sengaja tapi dari situlah Abrine mengetahui bahwa dia ternyata sangat sen sitif dengan minuman semacam itu, jika meminum setetes saja dia akan langsung mabuk, bahkan efek terparahnya bisa ambruk.
Tapi, sekali lagi dia memastikan jika yang dia minum hanyalah jus jeruk.
Abrine semakin merasa pusing. Dia berjalan sedikit sempoyongan hingga tak sengaja menabrak seseorang. Mata mereka bersirobok satu sama lain. Abrine berkedip sesaat saat sepasang mata hazel itu menatapnya lekat, namun dia tidak bisa mengenali siapa pria tinggi yang mengenakan masker itu.
"Kau tidak apa-apa, Nona?" tanya pria itu dihadapan Abrine yang dibalas Abrine dengan anggukan samar.
Abrine berjalan lagi menuju ke arah toilet. Sayangnya efek mabuk dalam dirinya sudah merasuki diri, syukurnya Yemima melihat gelagatnya dan segera menghampiri posisi gadis itu.
"Abrine, are you oke?"
"Sepertinya aku mabuk."
"What? Kau minum?" Yemima merasa tak percaya dengan hal ini. Pasalnya dia tahu Abrine tidak bisa minum.
"Ya, minum jus jeruk." Abrine berujar sambil cengengesan. Ya, dia sudah jelas mabuk. Kelakuannya mulai tampak aneh.
"Lalu, kenapa bisa? Apa gelasnya dicuci tidak bersih dan itu bekas Vodka atau Wine?" Yemima mencoba menerka situasi. Terkadang kesilapan dalam hal seperti itu memang bisa saja terjadi.
"Aku harus pulang, Mima."
"Tidak, menginap lah di kamarku."
Abrine menggeleng.
"Baiklah, ku panggilkan sopir untuk mengantarmu."
"Aku bisa sendiri."
Xander melihat interaksi antara Yemima dan Abrine dari kejauhan, dia pun menghampiri keduanya.
"Apa ada masalah, Baby?"
"Sepertinya Abrine mabuk. Aku ingin meminta sopir untuk mengantarnya." Yemima mulai sibuk dengan ponsel hendak menghubungi sopir.
"Biar aku saja yang mengantarnya."
Suara itu membuat Xander dan Yemima menoleh, sementara Abrine tampak sudah bersandar lemah pada Yemima. Dia tidak menyadari apa yang tengah mereka bahas sekarang, termasuk saat Elrich tiba-tiba menyela dan menawarkan untuk mengantarkan gadis itu.
"Kau tidak keberatan, El?"
"Tidak, aku juga akan segera kembali ke Rumah Sakit."
"Baiklah," jawab Xander dan Yemima kompak.
Pada akhirnya, Abrine dibantu oleh Elrich untuk memasuki mobil milik gadis itu, Elrich membiarkan mobilnya tertinggal. sebelumnya, Yemima sudah memberikan alamat apartmen tempat Abrine tinggal kepada Elrich.
Sepanjang perjalanan, Abrine meracau tak jelas. Kebanyakan kalimatnya adalah tentang kekecewaan. Ya, tentu saja terkait hubungan Raymond dan Freya yang baru dia ketahui.
Elrich yang mendengar, hanya bisa diam sambil tetap fokus mengemudikan mobil. Dia merasa tidak ingin mencampuri urusan gadis yang bahkan belum dia ketahui namanya itu, karena mereka memang belum sempat berkenalan.
"Kau keterlaluan, Ray! Seharusnya kau memberitahuku sejak awal mengenai hubunganmu dengan Freya. Huhuhu...." Abrine mengoceh sambil menangis, menunjukkan sisi terlemahnya didepan Elrich yang tidak mengetahui apa-apa.
"Aku cemburu, Ray! Aku pikir kau juga menyukaiku. Mulai sekarang jangan lagi memperhatikan aku!" ucap Abrine tersedu-sedu.
Abrine mulai bertingkah semakin konyol dengan membuka seatbelt-nya.
"Hei, apa yang kau lakukan?" Elrich mencoba melarang tindakan Abrine yang cenderung akan membahayakan dirinya sendiri nantinya.
"Aku ingin tahu rasanya berpacaran, Ray! Selama ini aku menunggumu, ternyata kau mematahkan hatiku. Kau keterlaluan, Raymond!" tekan Abrine menepis tangan Elrich yang mencegah tindakannya.
"Jangan cegah aku, Ray! Setidaknya biarkan aku tahu bagaimana rasanya berciuman!" Selesai dengan ucapan itu, seatbelt Abrine benar-benar terlepas tanpa bisa dicegah lebih lanjut oleh Elrich, gadis itu justru merangsek mendekat kepada El.
Abrine menatap El lama-- sementara pria itu tampak masih berusaha fokus dalam mengemudikan mobil. Elrich masih menggunakan masker untuk menutupi sebagian wajahnya. Untuk sesaat, Abrine menatap lekat-lekat sag pria. Beberapa kali berkedip sembari melihat tatapan fokus pria itu membuat Abrine sangat terpana. Tanpa disangka, dengan dia tiba-tiba menarik leher Elrich, membuat pria itu berdecak keras sebagai bentuk protes, namun tidak pernah menduga jika kemudian Abrine justru membuka masker yang ia kenakan lalu mencium bibirnya secara serampangan, karena Abrine memang tidak tahu dan tidak ahli dalam melakukan hal itu.
Mendapat serangan mendadak yang tidak pernah diduga, membuat Elrich kelimpungan. Dia terbelalak kaget, Masalahnya, posisinya sekarang sedang menyetir mobil. Elrich mengerem secara mendadak, ciuman itu tidak bisa terlelakkan sebab itu diluar prediksinya. Kacau, efek mabuk gadis ini sangat kacau apalagi ditambah dengan keadaan hatinya yang sedang tidak baik-baik saja.
Bersamaan dengan pengereman mendadak, suara decitan keras yang menandakan ban telah beradu dengan kerasnya aspal pun terdengar. Jelas saja, meski tak merespon ciuman Abrine, tapi posisinya memang sangat riskan, hingga menyebabkan Elrich terkejut lalu spontan banting setir ke arah kiri demi menghindari menabrak mobil yang melaju didepannya. Mobil yang dikendarai El pun langsung menabrak pohon di pinggir jalan. Untungnya, keadaan mulai senyap karena waktu sudah menunjukkan tengah malam dan tidak ada mobil lainnya yang bisa menjadi korban lain dalam insiden ini.
Abrine tampak terkulai dengan posisi berantakan sebab dia tidak mengenakan sabuk pengaman.
Sementara Elrich, dia terjepit diantara setir dan kabin yang dia duduki. Kepalanya hampir menyentuh dashboard, namun airbag masih menyelamatkannya dari benturan keras. Kondisinya dan Abrine cukup berantakan, karena tadi dia memang menyetir dalam kecepatan yang lumayan sebab jalanan memang lengang.
Elrich masih dalam kondisi sadar ketika dia melihat keadaan diri. Dalam posisinya yang terjepit, dia memastikan jika Abrine masih bernafas. Seketika ia menghela nafas berat. Syukurnya mereka berdua masih bernyawa akibat kecelakaan tunggal ini.
Tapi tetap saja dia merasa sial. Niat baiknya mengantar Abrine justru berujung kecelakaan.
Awalnya dia hanya berniat menolong, sebab melihat gadis ini sepertinya setengah mabuk saat tak sengaja menabrak tubuhnya di Apartmen Yemima tadi. Apalagi setelah tahu Abrine ternyata cukup dekat dengan Yemima, dia hanya memberi opsi untuk mengantar, karena seharusnya dia kembali ke Rumah Sakit diwaktu yang bersamaan.
Elrich pikir, tidak ada salahnya mengantar gadis ini, sayangnya semua praduganya salah besar. Efek mabuk Abrine sangat menjengkelkan. Apalagi mengingat ciuman amatiran tadi, rasanya El ingin sekali mengumpat sekarang, tapi nyatanya ia justru mengerang kesakitan karena kini kaki dan tangannya mulai menimbulkan efek nyeri dan ternyata alat geraknya itu tidak bisa melakukan pergerakan sama sekali, mungkin karena masih dalam keadaan terjepit.
Tak menunggu lama, kecelakaan tunggal yang menimpa El dan Abrine segera memancing pihak berwajib untuk mengevakuasi mereka. Keduanya pun segera dibawa ke Rumah Sakit terdekat yang nyatanya adalah tempat dinas Elrich, sekaligus Rumah Sakit milik keluarga Xander.
Kabar kecelakaan itu terdengar sampai ke telinga Xander. Sontak saja dia dan Yemima segera mengunjungi Abrine dan El di Rumah Sakit.
"Bagaimana bisa? Kalian baru meninggalkan Apartmen sekitar 15 menit yang lalu?" Xander menyerobot El dengan pertanyaan, begitu tiba di bangsal perawatan pria itu.
"Entahlah, semuanya terjadi begitu saja." El tidak mau menjelaskan yang sesungguhnya, apalagi mengenai serangan ciuman tiba-tiba yang Abrine lakukan padanya. El pun sadar bahwa Abrine melakukan itu dalam keadaan mabuk dan menganggap dirinya sebagai lelaki bernama Raymond.
"Bagaimana kondisinya?" El balik bertanya pada Xander.
"Maksudmu, Abrine?"
"Ya, siapapun namanya, aku tidak mengenalnya."
"Kau ini! Abrine belum sadar. Yemima sedang berusaha mencari kontak keluarganya."
"Siapa yang menjaminnya disini?"
Xander malah terkekeh mendengar pertanyaan sang sahabat.
"Peduli sekali kau!" cibirnya. "Dalam 15 menit meninggalkan Apartmen, apa sudah terjadi sesuatu diantara kalian? Tidak biasanya kau peduli dengan orang lain diluar lingkup pekerjaan."
"Sia lan! Walau bagaimanapun dia kecelakaan bersamaku!" Elrich tak terima dengan tuduhan tak berdasar yang dilakukan Xander.
Xander makin tergelak. "Kalau begitu, kenapa tidak kau saja yang menjadi penjaminnya. Walinya juga tidak ada, aku dengar orangtuanya tidak berada di negara ini."
"Terserah kau saja!"
"Menarik," kata Xander sembari menyunggingkan senyum disudut bibirnya.
"Apa maksudmu?" Elrich menatap Xander dengan sorotan tajam.
"Tak ada. Aku hanya membuat asumsi untuk kalian berdua."
"Asumsi apa?"
"Asumsi tentang ...." Xander menjeda kalimatnya. "Setelah ini, kenapa kalian tidak pacaran saja! Kalian bahkan membuat sejarah baru. Selama pertemuan 15 menit, sudah menggemparkan jalanan dan Rumah Sakit karena kecelakaan ini."
"Bren gsek kau!" umpat Elrich sambil mengu lum senyum.
********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Ngopi Atuh
euleeeuuuyyy kayak soang ae nih si abrine😂
2022-09-03
0
Blue Sky
nyosor ae🤣🤣🤣🤣
2022-08-03
1
🌷💚SITI.R💚🌷
sebegitu dalamy perasaan abrine sm raymond padahal mereka cm bersahabat..smg kecelakaan ini membawa hikmah buat abrine bisa dekat sm alrich dan melupakn raymond..lanjuut
2022-08-02
1