revertiato

revertiato

#1

Langit sore ini nampak begitu indah, semburat jingga yang perlahan memudarkan warna biru. Matahari perlahan mulai membenamkan dirinya sementara aku terpaku menatap dari balik jendela dengan pikiran kosong. Entahlah, memandangi matahari terbenam bukanlah hobiku melainkan seseorang orang yang sering terpaku kepada fenomena itu,mengagumi banyak warna yang akan ditampilkan langit disetiap senja.tak sabar menanti esok tiba, entah apa kejutan yang akan diberi mungkin pula ia tak ingin waktu berkahir. Apa kabar? Lama tidak berjumpa.

Dering telepon membayarkan lamunanku

"hello, Kenapa Ren?" Adikku yang bernama Rena sedang berada diujung telepon.

"Rei ke sini sekarang...." suara Rena diujung telepon terdengar seperti bergetar. jantungku mulai berdetak tak karuan. Aku tahu ini bukan sesuatu yang bagus.

Tanpa percakapan panjang aku segera mengakhiri telepon Rena kemudian bergegas meninggalkan kantor menuju rumah orang tuaku. kondisi bapak sedang tidak sehat, beberapa waktu lalu ia sempat dirawat di rumah sakit karena ginjalnya dan bagaimanapun Aku tidak ingin terjadi hal yang buruk dengan beliau.

Bapak adalah sosok yang tidak banyak bicara, ia lebih banyak diam dengan segala kejadian yang berada disekitarnya. Ia adalah sosok yang selalu mengajarkanku bahwa lelaki harus bisa melakukan segala hal agar bisa berdiri sendiri. Ia selalu mengingatkanku untuk menjaga keluarga bila ia sedang pergi bekerja, menjaga kedua adikku, juga ibu dan rumah kami tinggal. Untuk bisa menjadi seperti itu kadangkala ayah menyuruhku mengambil air disungai untuk kebutuhan sehari – hari dengan target tertentu, itu menjadi tanggung jawab yang harus aku pikul katanya, belajar memikul tanggung jawab adalah hal penting bagi setiap lelaki, menepati segala perkataan dan meminta maaf jika bersalah. Meskipun dihadapan kedua orangtuaku aku terlihat dewasa, nyatanya kelakuanku diluar masih sama saja. Bahkan untuk meminta maaf aku merasa begitu berat pada saat remaja. Kepada siapapun aku merasa enggan. Aku tidak punya banyak kenangan dengan bapak mungkin karena aku anak laki-laki yang cenderung lebih dekat kepada Ibu mereka. Tapi hal yang selalu aku ingat ialah bapak yang selalu mau memafkan segala kenakalan yang aku lakukan, baginya setiap anak sepatutnya melakukan hal yang menyimpang pada masa tertentu. Bahkan pada saat ia tahu aku merokok, dengan tenang ia bertanya,"Sejak kapan?". Bahkan bapak masih mau memaafkan kesalahan fatal yang aku lakukan saat tertangkap razia membawa barang haram ke sekolah. Dia percaya bahwa aku kelak akan berubah menyadari apa yang sudah aku lakukan adalah salah. meski pada akhirnya yang menghukum malah Ibu, memukul kakiku dengan batang sapu ijuk hingga tak bisa berjalan selama beberapa hari. dan tanpa rasa menyesal aku masih terus mengulang kesalahan itu. Hingga satu hari aku memutuskan harus berhenti.

menghentikan obsesiku dengan barang haram bukan hal yang mudah, perlu banyak sakau untuk benar-benar berhenti. Dan aku berhasil berhenti , disatu titik yang benar – benar memutar balikan duniaku. Obsesi memiliki hal yang tidak akan pernah kumiliki telah berhasil mengalahkan obsesi - obsesi lain diduniaku. Keinginan besar untuk membuktikan kepada seseorang bahwa aku bisa berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. seseorang yang datang kemudian memilih untuk tidak tinggal ialah hal yang telah mengubah jalan hidupku. Membuatku ingin menjadi seseorang yang pantas untuk memiliki dia, seseorang yang pantas menahan dia agar tidak pergi. terima kasih, sedari awal aku ingin memiliki kamu.

terlihat dari jauh rumah nampak lengang. aku bergegas turun dari mobil segera menuju kamar di mana Bapak terbaring, Ibu,rena dan reza sedang duduk di sisi tempat tidur. Aq menghampiri Bapak dan mencium tangannya yang terasa dingin, disambut senyum lemah bapak.

"maafkan... bapak" suara bapak pelan dan terdegar begitu dipaksakan. ibu mulai terisak lagi, diikuti adik - adikku. aku berusaha menahan tangisku sambil terus menggenggam tangannya.

"rei yang minta maaf sama bapak, selama ini rei selalu menyusahkan bapak" aku berusaha menguatkan hatiku. jangan ada perpisahan tuhan, tolonglah hambamu ini.

"jangan... tinggalkan shalat...." aku mengangguk menyambut perkataannya "bapak, bangga punya anak seperti kamu nak" panggilan yang lama tak terdengar, terasa begitu mengiris untuk saat seperti ini. aku bergerak berusaha memeluk bapak dan mengatakan bahwa aku memafkan bapak. suara bisikan pelan terngiang ditelingaku. bapak mengumandangkan kalimat syahadat, aku berusaha menahan agar tidak berteriak dan menangis saat ini. kupeluk erat tubuh bapak, bersamaan mengumandangkan syahadat untuk membantunya, badan bapak terasa bergetar, dan kemudian menjadi berat seketika. tangis orang - orang yang berada didalam kamar memecah hening, bapakku tercinta berpulang kepada yang maha kuasa.

hari yang berat, sungguh. perpisahan memang tak semudah mengatakannya. terlebih untuk yang terakhir kali. entah bagaimana aku bisa melalui setengah hari ini. mengurus pemakaman, memandikan jenazah, dan yang paling berat menguburkan bapak kedalam liang lahat. wajahnya takkan lagi tersenyum menyambut kedatanganku bila berkunjung kerumah, tak ada lagi telepon basa - basi hanya untuk menanyakan kabar, memberikan nasehat, dan membuatkan kopi. ya... bapak senang membuatkan kopi untukku sambil menanyakan perkembangan usahaku.

aku mulai merindukan bapak, ketika menyadari ada begitu banyak mawar bermekaran dihalaman belakang. mawar milik ibu, tapi dirawat oleh bapak dengan penuh perhatian, baik dari segi pupuk, tanah dan kadar air yang pas untuk menyiram beberapa pot yang ditanam. ah... betapa kehilangannya aku, ibu, Rena dan Reza serta keluarga besar kami.

kepalaku mulai terasa pening badanku terasa lemas, karena begadang semalaman dan belum makan apapun sejak tadi pagi. aku sangat ingin memejamkan mataku dan segera menganggalkan kelelahan ini.

" rey, " suara yang tidak asing ditelingaku. suara milik Mila, pacarku.

" ada tamu yang mau pamit pulang" kataya dengan nada pelan sembari menyerahkan secangkir kopi untukku.

" bisa aku minta teh? aku belum makan apapun dari pagi, aku takut malah mual " kataku memberikan kembali gelas kepadanya. wajahnya terlihat sedikit kecewa, aku tahu dia khusus membuatnya untukku meskipun keluarga sudah menyiapkan banyak minuman untuk tamu dan dia bisa mengambil tanpa perlu repot membuatkannya untukku. Mila yang menahan wajah cemberutnya segera mengambil teh dari ceret yang sudah disediakan diatas meja, memberikan padaku, dan dia menemaniku menyalami para tamu yang berpamitan pulang.

"rei..."uhukkk... aku tiba - tiba tersedak melihat tamu yang kini berdiri dihadapanku. seorang perempuan berpakaian serba hitam, tersenyum lembut, berjalan sambil merapikan kerudungnya. "pamit dulu yah, ibu kamu mana?" aku termangu dan semuanya terasa senyap, orang - orang disekitarku ikut terhenti dan aku tahu mengapa demikian. gadis itu mengulurkan tangannya berniat menjabat tanganku. Disambut tanganku sembari mengeratkan jabatan, tanpa sadarku menarik tangan mungil itu memeluknya erat. aku menenggelamkan wajahku dipundaknya dan menangis.

Hatiku terasa remuk,sesak,ada banyak hal yang ingin aku katakan hari ini, tapi tak ada satupun yang bisa terucap. Susah payah aku menguatkan hatiku agar tak menangis, tapi semua terlepas ketika melihat wajahnya. Dia yang dahulu sering mengingatkanku bahwa pentingnya memikirkan kedua orang tua tiap kali kita ingin melakukan hal yang buruk. Dia yang membuatku menjadi kembali dekat dengan bapak. Dia yang selalu melemahkan sekaligus menguatkan aku.

Ia menepuk - nepuk kepalaku dengan lembut dan mendorong bahuku agar melepaskan pelukan. "bapak pasti sedih, kalau kamu kayak gini" ia mengalihkan pandangan kepada Mila yang masih shock dengan kelakuannku. Ia menepuk bahu mila dan berkata untuk menjaga aku. Uhh... aku hanya berharap Mila untuk mengerti.

ia beranjak mencari ibuku, dan sama tangis ibuku pecah saat melihat dia. Perempuan yang menjungkir balikkan duniaku. Nayra.

***

Aku segera menyingkap gorden jendela saat terjaga diruangan yang gelap gulita. sudah berapa lama aku tertidur, lampu - lampu disetiap rumah nampak benderang. didalam rumah terdengar suara yang melatunkan ayat - ayat Alquran. ini malam pertama bapak tak ada disini selamanya dan entah mengapa aku merasa begitu senyap. aku menahan silau cahaya ketika membuka pintu kamar, jam dinding menunjukkan pukul delapan lebih lima menit.

Aku duduk di teras belakang sambil menyalakan sebatang rokok. menatap bunga mawar yang nampak temaram karena cahaya dari dalam rumah. Bahkan dalam keadaan remang pun mawar-mawar tersebut tetap terlihat indah tidak heran karena bapak begitu merawat mereka dengan baik, meskipun dari cerita ibu awalnya bapak tidak terlalu suka ketika ibu mulai menanam bunga tersebut karena takut ibu akan lalai merawatnya dan entah bagaimana bapak yang malah mengambil alih perawatan bunga tersebut. Ingatan ku kembali mengingat kejadian tadi sore, ketika tanganku dengan refleks menarik dan memeluk Nayra. Yang membuat wajah Mila menjadi cemberut sepanjang hari sampai ia berpamitan pulang.

"rey... " Suara dari dalam rumah membuyarkan lamunanku. Daffa,sahabatku semasa kecil menepuk pundakku dengan pelan kemudian mengambil tempat duduk di sebelahku, aku merasa Dejavu. Daffa pun ikut menyalakan rokok.

" makasih udah datang Daf" kataku yang dibalas Daffa dengan senyumannya. Kami terdiam sambil menghisap rokok dan membiarkan pikiran kami sendiri entah berada di mana. Hingga handphone Daffa berdering memecah sunyi.

"Halo? Nay, kenapa?" Jantungku berdegup kencang ketika mendengar nama yang disebut Daffa tadi. "Oh iya, mau yang pedas atau tidak?" Aku jadi penasaran tentang pembicaraan mereka berdua. "Oke, abis dari rumah rey, aku ke sana" apa maksudnya ini? Daffa mau pergi ke rumah Nayra? Sejak kapan? Sejak kapan mereka berdua akrab lagi? Sejak kapan mereka berdua jadi terbiasa seperti ini? Sejak kapan Nayra ada disini?

Daffa mengakhiri teleponnya, memasukkan handphone ke dalam saku baju kokoh. Aku tak suka pemikiranku sekarang, Selalu bertanya-tanya tentang Nayra, ada apa, kenapa, bagaimana, mengapa banyak sekali jenis pertanyaan yang muncul di kepalaku jika memikirkan dirinya.

"Nayra?" Aku segera bertanya karena terlanjur penasaran. Daffa menjawab dengan menganggukkan kepalanya.

" Nay titip salam, dia sedang sakit dan minta dibelikan bakso" tanpa sadar aku tersenyum mendengar perkataan Daffa barusan. Yah itu terdengar seperti sangat Nayra, tidak ada makanan lain yang diinginkan selain bakso ketika sedang sakit. Tak lama setelah itu, Daffa pamit pulang. Aku mengacak-acak rambutku, aku benar-benar tak suka dengan perasaanku saat ini. Aku merasa sangat berduka kehilangan salah satu orang tua yang sangat aku sayangi tapi di satu sisi aku merasa cemburu, iri pada Daffa yang notabene sahabatku sedari kecil.

***

Terpopuler

Comments

Nurul Kamariah Dewi Fachruddin

Nurul Kamariah Dewi Fachruddin

Semangat lanjut eps 2 bebehbalabala 🤗🤗🤗

2022-08-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!