#2

Seminggu setelah kepergian bapak aku mulai bekerja lagi,berusaha menyibukkan diri agar tidak berlarut – larut dalam kesedihan. Aku masih tetap menginap dirumah orang tuaku, karena tak ingin ibu merasa sepi. Meski aku tahu terkadang ia menangis apabila sendirian dikamar, mengenang bapak yang meninggalkannya. Begitupun kedua adikku yang mulai kembali keaktivitas normal mereka.

Tok...tok…

Mila berdiri diambang pintu dengan senyum manis diwajahnya. “ makan siang yuk...” ajaknya. Aku menghembuskan nafas kemudian mengambil Hp dan dompet bergegas meninggalkan meja kerjaku.

“ bagaimana dengan karyawan magang, apakah ada yang cocok?” tanyaku kepada Mila membuka pembicaraan kami. Mila adalah Manager Hrd di Hotelku, kami berdua terlibat cinta lokasi. Dia adalah wanita yang kompeten, kualitas pekerjaannya bagus meski kadangkala sebagai perempuan dia cenderung manja dan ingin selalu diperhatikan segala sesuatunya.

“kita makan dibawah aja yah” kata Mila dengan maksud mengajakku makan direstoran hotel yang viewnya menghadap kelaut. Aku menganggukan kepalaku pertanda setuju. Dan kembali sibuk dengan hp ditanganku. Kami berdua menyantap makanan dalam keadaan tenang, Mila lebih suka bila kami diam dan tak berbicara saat makan. Setelah makan ia akan segera pergi ketoilet, kebiasaannya yang sudah kuperhatikan setahun belakangan ini.

Aku kembali fokus pada hpku, ketika suara perempuan yang tidak asing tertangkap telingaku. Aku segera mengangkat pandangan dari hp mencari suara itu dan benar. Suara dengan nada ceria yang sudah bertahun – tahun tidak kudengar. Dan yah, aku menemukannya. Nampak seru dengan beberapa orang diahadapannya, sesekali ia tertawa dan menimpali lawan bicaranya,sesekali ia terdengar mencampurkan bahasa inggris disebagian kalimatnya, kebiasaan dari dulu ternyata. Mataku terus memperhatikan ekspresi berbicaranya yang begitu membuat gemas,sesekali ia mengangkat kedua tangannya berusaha menjelaskan sesuatu secara detail kemudian Ia melihat jam tangannya dan segera mengambil tas dan berdiri menyalami lawan bicaranya, berjalan kearah pintu.

“ Nayra...” panggilku pada saat Ia melewati mejaku. Ia menoleh mencari asal suara dan nampak terkejut ketika aku sudah berdiri disampingnya. “ mau, kemana?” lanjutku lagi.

Nayra nampak terkejut kemudian tersenyum melihatku. “mau balik ke kantor” jawabnya yang membuat jidatku mengerut, kantor? Sejak kapan? Nayra mengangkat telunjuknya, kebiasaannya ketika memotong pembiacaraan. Dia merogoh isi tasnya dan mengeluarkan kotak kecil, mengambil tangan kananku dan membuka telapaknya lalu meletakkan kotak kecil itu diatasnya. “i have to go” katanya sambil menepuk pipiku. Kemudian berbalik dan bergegas pergi. Dan kebiasaan buruknya adalah, datang dan meninggalkanku penuh tanda tanya.

Mila kembali dari toilet dan menanyakan kenapa aku berdiri, mematung. Segera kumasukkan kotak tadi kesaku celanaku dan berkata jika ada kenalan yang menyapaku, ia baru saja pergi. Aku tidak sepenuhnya berbohong kan?

Aku merogoh saku sekembalinya di kantorku. Segera membuka kotak kecil yang ternyata berisi sebuah gantungan kunci Sydney opera house, ciri khas kota Sydney yang ia tinggali sebelumnya. Ingatanku kembali disaat ia menyentuh pipiku, kebiasaannya sejak dulu, bila akan berpisah denganku. Dia yang tak pernah membuatku ingin melupakan kehadirannya dalam hidupku.

18 Tahun yang lalu

aku dan daffa keluar dari persembunyian kami dibawah kolong jembatan, aku segera membuka bungkus permen untuk segera mungkin menghilangkan bau asap rokok dari mulutku. Yup… aku dan daffa sedang mencoba – coba menghisap rokok tanpa sepengatuhan siapapun. Kami berjalan santai ketika melihat beberapa anak perempuan yang usianya setara 12 tahun berjalan dengan begitu berisik dihadapan kami. Mereka sedang memperdebatkan cemilan apa yang akan mereka beli. Seorang anak gadis nampak kebingungan dengan segala macam merk yang mereka sebutkan. Hingga ia berbalik melihatku dan tatapan kami bertemu. Dug… jantungku berdebar, perasaan apa ini? Aku menjadi sedikit gelisah. Siapa dia?

“ Nayra !!! ” panggil daffa dengan suara sedikit terkejut, kepada gerombolan didepan kami. Anak perempuan tadi kembali berbalik dan aku menjadi gusar. “ kamu Nayra kan? sudah besar yah “ wajah polosnya berubah menjadi kesal. “ iyalah, masa kecil terus” ia kemudian segera berbalik dan menyusul langkah teman -  teman yang mulai meninggalkannya. Nayra…  hatiku kembali mengulang namanya. Cantiknya sudah mulai terilhat, tatapannya tajam dan senyumannya begitu indah. Untuk anak seusia dia, bagaimana bisa ia secantik itu.

Giana Nayra Sudirman, nama panjangnya. Ia anak dari pak Sudirman yang merupakan seorang arsitek. Istrinya adalah warga kampung disini. Dari kecil aku sudah mengenalnya, tapi lama tidak bertemu karena Nayra tinggal dikota dan tidak pernah mengunjungi keluarganya dikampung yang juga menjadi tempat tinggalku. Kami tidak pernah bermain bersama apalagi bertegur saat mengunjungi rumah neneknya. Tapi semua orang mengenal dia, ayahnya merupakan anak dari keluarga terpandang dikota. Tapi ia tidak pernah memilih teman, ia bergaul dengan siapapun dan semua senang bergaul dengan dirinya.

Mataku tak pernah berhenti memperhatikannya sejak itu, selalu mengikuti gerak – geriknya, cara ia berjalan, berbicara, tatapanya yang polos, senyumanya yang merekah, tawanya yang renyah, wajahnya  yang rupawan dan entah mengapa aku selalu berharap Ia akan melihatku. Meskipun aku yakin diumur semuda itu Nayra belum mengerti apa itu jatuh cinta. Akupun kadang merasa ada yang salah denganku,di usia 14 tahun, aku merasa begitu mengingkannya untuk menjadi milikku. Tak ada yang menarik selain dia dimataku, tidak ada yang lebih cantik dimataku selain dia dimataku.

Lamunanku buyar dengan ketukan pintu oleh Diana sekertarisku, dia menaruh kopi hitam sambil meyodorkan file yang harus kutanda tangani, seketika membuatnya tertawa karena aku menghela nafas dengan berat.

“bapak, tiap hari ketemu pacar tapi masih aja lemas” kata Diana sambil nyengir kuda.

Aku menatapnya sambil tertawa kecil. Segera kutanda tangani, sambil berjalan membuka pintu menuju pintu balkon, yah kantorku sengaja di area yang memiliki balkon agar membuatku leluasa merokok. Aku melihat kearah pantai, terlihat beberapa orang sedang sibuk mengangkat dekorasi pesta.

“ ada acara apa dibawah? “ tanyaku pada Diana yang masih sibuk merapikan file yang berhamburan diatas meja tamuku.

“ada resepsi pernikahan pak, di area pool” jawab Diana yang masih sibuk dengan pekerjaannya.

Mataku menangkap kehadiran sosok yang kukenal, meskipun dari kejauhan dan terlihat mustahil tapi aku bisa dengan mengenali sosok yang sedang berjalan membawa vas bunga ditangannya.

“WOnya siapa?” tanyaku mulai terdengar gusar

“WO baru pak, saya lupa namanya. Katanya ownernya pernah punya pengalaman kerja di WO luar negeri gitu” jawaban Diana membuat jantungku berdegup kencang, mungkinkah?

“cari tahu siapa ownernya sekarang” perintahku tak suka dengan rasa yang mulai menerka – nerka ini.

Diana segera menelpon bagian pemasaran. Terdengar dia sedang bercakap – cakap. Aku mulai tak sabar segera berjalan kearah balkon saking penasarannya.

“pak, nama ownernya ibu Nayra Sudirman” aku segera melepas dasi yang kukenakan, merapikan kerah bajuku agar terlihat sedikit santai, aku meneguk segelas air bersiap mengambil langkah cepat turun ke area kolam renang. ”oh ya Pak. Bapak diundang loh keacara pernikahannya” aku menoleh kearah Diana yang mengangkat undangan berwarna Biru laut kemudian memberikannya kepadaku. Segera kubuka dan membaca ternyata yang menikah merupaka selebgram yang lumayan terkenal dikota ini, aku melihat dresscode putih tertulis dibawahnya. Kubaringkan tubuhku diatas sofa tamu meletakan undangan tersebut didadaku sambil memejamkan mata, yang ikut membatalkan niatku untuk turun.

“bapak kenapa?” tanya Diana yang kelihatannya nampak bingung dengan kelakuanku yang lain dari biasanya. Aku menatap Diana sambil tersenyum yang makin membuat jidatnya berkerut, seketika membuatku tertawa kecil. Mata Diana nampak melebar karena terkejut karena keheranan.

***

langkahku mendekat kearah seorang wanita yang berdiri di pojok sambil memperhatikan area sekitarnya. Ditangannya memegang sebuah walkie talkie.

“pesta yang indah” kataku pelan dari belakang. Membuatnya menoleh dan nampak sedikit terkejut dengan kehadiranku.

“ hotel kamu yang bagus” katanya sambil tersenyum kembali berbalik melihat kearah keramaian  pesta.

“aku dengar – dengar kamu owner WOnya yah?” Nayra yang mengenakan gaun putih dimalam inipun terkejut, kemudian meganggukan kepalanya sambil tersenyum.

“partnership dengan teman lama” jawabnya

Aku menganggukan kepalaku tanda mengerti “jadi, kamu akan menetap disini?”lanjutku mulai ingin tahu yang ternyata dijawabnya dengan anggukan kepala pertanda Ya.

“kamu tuh gak berubah yah?” kataku yang membuat tatapannya menjadi fokus kepadaku.

“apanya yang gak berubah?” dia menjadi penasaran

“semuanya, wajah kamu, sikap kamu” yang membuat matanya membesar kemudian tertawa.

“i’m getting old” katanya masih tertawa

“No… kamu masih seperti Nayra yang dulu” kataku tanpa menatapnya, Nayra menatapku kemudian tertawa sambil menggelengkan kepalanya

“ Yes… aku masih Nayra yang akan menyakiti kamu suatu saat nanti” katanya  sembari  mengambil segelas minuman yang ada dihadapan kami. “cheers!!!” katanya sambil mengangkat gelas kemudian tertawa. Yah begitulah dia, sarkastiknya belum juga berubah. Aku menarik kursi kosong yang ada disekitarku , duduk memangku kaki kemudian menopang dagu dengan tanganku menatap Nayra yang sedang berbicara dengan walkie talkienya. Dia semakin heran dan menggelengkan lagi kepalanya. Aku tertawa dan ia berjalan meninggalkanku karena panggilan diwalkie talkienya.

“Nayra… “ panggilku pada ia yang mulai menjauhiku. Ia berbalik dengan wajah kesal melihatku tertawa kearahnya. Ah Nayra… ada apa denganku.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!