Rasidha Bidadari Bermata Bening
Sepasang suami istri yang saling menguatkan, mengenai rahasia yang sudah tersimpan selama belasan tahun, seorang pria yang masih tampan di usianya yang sudah tidak muda lagi menggenggam tangan istri sholehahnya. "Apa yang membuatmu cemas, suamiku?"
"Aku sangat mencemaskan putri kita, Rasidha." Sahut Zaid yang membalas menggenggam tangan sang istri.
"Kita akan membicarakan ini setelah waktunya tiba, walau bagaimanapun juga dia harus mengetahui kebenaran itu."
"Bagaimana jika dia membenciku? Aku tidak bisa menahan rasa kebencian di mata putriku untukku." Zaid meneteskan air mata, dia sangat menyesal dengan kekejaman dan juga kebengisannya dulu. Seorang mantan militer tentara Israel yang begitu memusuhi umat muslim di negara Palestina, membunuh tanpa ampun dan pandang bulu. Tapi, hidayah menghampirinya saat anak dari orang tua yang dia bunuh membuka mata hatinya yang begitu buta, ditambah lagi dengan pertemuannya dengan Suci, wanita yang menjadi relawan di negara itu.
"Memang cukup sulit untuk mengatakannya, dia harus menerima kenyataan pahit ini. Aku selalu berdoa, agar Rasidha bisa memahamimu yang sangat mencintainya." Tutur Suci yang berkata sangat lembut.
Zaid sudah jenuh dengan sorban yang menutupi wajah, hanya menyisakan bagian mata biru yang tampak. Segera dia melepaskan sorban dan melemparnya sembarang arah. "Aku tidak akan bisa menatap mata Rasidha yang penuh kebencian, akulah pembunuh keluarganya dan aku juga bertanggung jawab mengenai dirinya. Anak itu telah merubah sisi pandang yang buruk dan mendapatkan hidayah dengan memeluk agama Islam." Begitu banyak kecemasan yang selama beberapa hari mengganggu pikiran dan juga hatinya.
"Serahkan semuanya kepada Allah subhanallah ta'ala."
Tanpa mereka sadari, jika seseorang mendengar segalanya. Bahkan tungkai kaki yang tidak sanggup menopang tubuhnya, kenyataan yang tidak pernah diketahui. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat, menangis dalam diam. Dia segera meletakkan teko yang baru saja diisi, takut jika dirinya ketahuan. Rasidha tak menyangka dengan apa yang baru saja dia dengar, sebuah rahasia yang selama ini ditutupi oleh kedua orang tua angkat yang selalu dianggap seperti orang tua kandung. Gadis berkerudung biru yang menangis mendengar kenyataan sangat memilukan hati, membayangkan kenangan dan kehangatan sebuah keluarga. "Apa kesalahanku? Sehingga tidak mengenali dengan siapa aku tinggal." Batinnya yang menutup mulut menggunakan kedua tangannya.
Ya, Rasidha merupakan anak yatim piatu dari pasangan yang tinggal Palestina. Pertempuran antara dua negara yang masih bentrok hingga sekarang masih membekas di hati walau dia sudah berumur dua puluh dua tahun. Seorang pria bersorban membawanya ke yayasan perlindungan anak-anak dan menjadi tempat pengungsian. Hidup yang begitu memilukan dan pil pahit harus ditelan saat berusia lima tahun. Dia melihat tentara Israel yang membantai kedua orang tuanya tepat di hadapan mata. Sampai sekarang trauma akan Israel dan juga militer membuatnya gemetar hebat, berkeringat dingin, dan juga wajah pucat pasi.
Dia segera meninggalkan pintu kamar kedua orang tua angkatnya menuju kamar, berjalan gontai saat kebenaran ada di depan mata. Kepercayaan dan semua kasih sayang ternyata hanyalah dusta, semua terlihat fatamorgana. Rasyidha menutup pintu kamar dan perlahan menyusut, duduk memeluk kaki dan menenggelamkan wajah. "Ya Allah...ya Tuhanku, jadi ini alasan mengapa ayah menyembunyikan wajah di balik sorban?" Mengapa kenyataan begitu pedih?" batinnya yang menangis dengan tersedu-sedu, sebuah fakta mengejutkan yang selama ini disimpan rapat oleh Zaid, ayah angkatnya.
Dia tidak ingin berlarut- larut dalam kesedihan, segera berdiri dan mengambil wudhu. Membentangkan sajadah dan ingin mengadu kepada sang Rabb yang menentukan takdirnya. Waktu sepertiga malam tidak dilewatkan dengan sia-sia, melaksanakan sholat tahajud untuk mencari ketenangan dirinya. Menadahkan tangan setelah mengucap salam, dan berdzikir terlihat dulu, mengagungkan nama tuhan begitu menentramkan hatinya, perasaan kecewa yang mendalam sedikit terobati.
Rasidha mengangkat kedua tangannya, berdoa untuk kedua orang tua dan juga dirinya. "Ya Allah, mengapa baru sekarang hamba mengetahui kebenaran mengenai identitas Ayah? Seorang ayah yang selama ini aku banggakan. Selama tujuh belas tahun hamba terjebak, ayah Zaid yang memberi hamba cinta dan juga kasih sayang berlimpa merupakan mantan komandan militer tentara Israel. Hamba masih mengingatnya dengan jelas, wajah pria yang selama ini hamba panggil dengan sebutan ayah. Seorang pria yang menutupi wajah dengan sorban adalah pembunuh kedua orang tua kandungku. Bimbing hambamu ini dengan jalan yang benar. Aamiin."
Rasidha kembali membuka mukenanya dan menggantungnya kembali, tapi kesedihan tidak bisa hilang. Ingatan tujuh belas tahun silam, peperangan antara Israel dan Palestina merenggut keluarganya. Kemarahan saat melihat kedua orang tuanya dibunuh oleh komandan tentara militer Israel yang begitu kejam dan juga bengis.
Cairan bening yang membasahi pipi terus saja mengalir tanpa henti, dia berdzikir semampunya hingga mata kembali terkatup.
Di pagi hari, seperti biasa keluarga itu menyantap sarapan pagi dengan memakan roti yang diolesi selai. "Ini Sayang, makanlah." Suci meletakkan dua lembar roti yang sudah diolesi krim kesukaan anak bungsunya, selai coklat.
Rasidha tampak tidak bersemangat, dapat diketahui dengan sangat mudah. "Kenapa Kakak terlihat murung? Apa tidak menyukai roti itu?" ucap seorang pria remaja yang baru berusia 15 tahun yang penasaran.
"Aku tidak lapar."
"Eh, kenapa matamu bengkak? Apa habis menangis?" Zaid menyadari ada yang tidak beres dengan putrinya, dia hendak memberikan simpati dari seorang ayah. Tapi, Rasidha menolak dan menjauh.
"Aku tidak apa-apa, ini karena aku membaca novel sedih." Ujar Rasidha yang berbohong.
"Baiklah."
"Apa rencanamu kedepannya, Sayang? Ingin mengolah toko kue milik Ibu atau membantu urusan kantor?" Suci memecahkan kecanggungan yang terjadi di meja makan.
"Aku belum siap untuk menjalankan bisnis, aku ingin menuntut ilmu."
"Kakak mau kuliah lagi? Apa itu masih belum cukup? Kakak baru saja selesai kuliah di Kairo dan sekarang ingin pergi lagi?" protes Azzam, anak kandung Suci dan Zaid. Pria yang sangat menyayangi kakaknya dengan sepenuh hati, tidak akan pernah membiarkan apapun terjadi.
Cukup berat dengan orang-orang yang selama ini memberinya kasih sayang yang berlimpah, tidak tega untuk meninggalkannya. "Tenang saja , aku telah memikirkannya."
"Apa?" tanya Zaid penasaran.
"Aku ingin menuntut ilmu, bukankah menuntut ilmu sangatlah penting? Ini tidak akan jauh, hanya ke pesantren milik paman Doni."
"Berapa lama kamu disana, Nak?" Suci sangat terkejut dengan keputusan dari anak gadisnya itu, padahal Rasidha baru saja pulang dari Kairo dan sekarang ingin pergi lagi.
"Setelah aku siap," sahut cepat Rasidha yang ingin menjauh dari masalah, menenangkan pikirannya dengan cara pergi ke pesantren milik keluarga Aisyah yang dikelola oleh kakak dari ibu angkatnya, lebih tepatnya pamannya.
"Maaf, aku harus pergi dan berharap bisa menyelesaikan masalah ini. Aku ingin mencari jawaban, dan maafkan aku ayah…ibu." Batinya yang terlihat sedih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Mawar Liasari
ga dilanjutin thor
2022-12-28
0
Dapur Ibu
mampir pulak ke sini thor.
2022-12-21
0
tata 💕
aku mampir thor
masih penasaran sm cerita pemeran pembantunya di TLA
semangat thor
2022-08-01
0