Rasidha mengikuti langkah Ayna, dia masih merasa asing di tempat yang sudah lama tidak pernah menjajakan kaki kesana. Kesibukannya di Kairo dan tinggal bersama Hana, adi angkat dari Suci membuatnya fokus dalam pendidikan.
Dia hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, saat mendengar perkataan Ayna yang tidak berhenti selama perjalanan mereka. Gadis remaja yang begitu bersemangat menceritakan para gus dan juga ustadz tampan uang mengajar, disisi lain dia menggelengkan kepala.
"Aku yakin, Kakak pasti suka dan nyaman tinggal disini." Racau Ayna yang tersenyum penuh semangat.
"Ayna…Ayna, tidak seharusnya kamu mengatakan hal itu. Lihat usiamu sekarang! Bagaimana bi Aisyah dan paman Doni sampai tahu hal ini?" pikirnya yang menakuti adik sepupu.
"Aku hanya mengungkapkan kebenaran saja," elak Ayna yang takut mendengar nama ayahnya yang di sebutkan.
"Sudahlah, lupakan itu. Aku tidak akan mengatakan apapun pada mereka. Oh ya, bagaimana kondisi nenek Ainun dan juga kakek Baharuddin? Sudah lama aku tidak bertemu mereka."
"Alhamdulillah, kakek nenek juga sehat tanpa kurang satu apapun." Sahut Ayna yang bersemangat. "Mereka selalu menanyakan keadaan Kakak, kapan Rasidha mengunjungi kami…kapan Rasidha mengunjungi kami. Hanya kata itu yang selalu mereka tanyakan padaku. Sungguh, aku sangat senang melihat Kakak dan sedikit terkejut."
Sementara Rasidha terus saja menjadi pendengar yang baik, dia sangat merindukan Ayna yang sangat gemar mengoceh tanpa henti seperti burung beo.
Perjalanan menyusuri tempat itu tidak terasa saat Ayna bercerita banyak mengenai pesantren yang dikelola oleh ayahnya. Karena kakeknya sudah tidak sanggup mengurus sendirian mengingat usia yang tidak muda lagi.
"Assalamualaikum," ucap Ayna dan dan Rasidha dengan kompak, menyunggingkan senyuman khas mereka saat berada di ambang pintu.
Terlihat sepasang suami istri tersenyum ke arah mereka, dan bergegas menyambut kedatangan tamu. "Rasidha, kenapa tidak mengabari Nenek?" Ainun memeluk tubuh gadis yang sangat dia rindukan selama beberapa tahun terakhir. Sangat menyayangi gadis keturunan Palestina yang kehilangan kedua orang tua. Semua orang sudah mengetahui fakta dan kebenaran, apalagi Zaid juga menceritakan kepada mereka.
Rasidha menyambut pelukan itu dengan hangat. "Aku juga merindukan Nenek."
"Tapi, kamu tidak pernah menghubungi kami." Ainun berpura-pura merajuk, dia ingin lihat bagaimana jawaban dari gadis cantik di hadapannya.
"Aku jarang memegang ponsel, Nek."
"Ya, Nenek tahu itu. Pasti kamu sibuk belajar dan mendapatkan predikat cumlaude." Puji Ainun yang tersenyum bangga, sedangkan Rasidha hanya tersenyum.
Setelah pelukan selesai, Kyai Baharuddin mempersilahkan Rasidha untuk duduk dan menunggu kedatangan Doni dan Aisyah yang masih mengajar di kelas. "Kami sangat terkejut dengan kedatanganmu, apa orang tuamu sudah tahu? Mengapa mereka tidak mengatakan terebih dulu kepada kami?"
"Maaf Kek, aku datang tanpa memberi tahu terlebih dulu. Maksud dan tujuanku kesini ingin menetap dan juga belajar beberapa bulan saja," putus Rasidha yang sangat yakin.
"Kami tidak mempermasalahkannya, menuntut ilmu suatu hal yang sangat di perlukan. Rasidha ingin tinggal bersama kakek dan nenek atau di asrama bersama dengan Ayna?" kata kyai Baharuddin yang tersenyum.
"Di asrama saja Kek, Rasidha ingin merasakan menjadi santriwati disini." Jawabnya dengn suara lemah lembut.
"Ya sudah, jika keputusannya sudah begitu. Rasidha boleh tinggal di mana saja, karena tempat ini juga rumahmu." Sela Ainun yang mengelus lembut kepala gadis cantik di sebelahnya.
"Kakak tidur di kamar ku saja, bagaimana?" celetuk Ayna yang mengacungkan tangan.
"Itu ide yang bagus, mulai sekarang Rasidha bisa mengawasi dan juga membimbing Ayna menjadi baik lagi." Sahut Ainun, sedangkan nama yang di sebutkan itu sedikit cemberut.
"Beristirahatlah dulu, Cu. Besok pagi Kakek akan mengatur kelas sesuai angkatan."
"Iya, Kek."
Rasidha masuk ke dalam kamar, sebelum ke asrama dia akan tinggal semalam di rumah kyai Baharuddin. Segera mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang untuk mengatakam jika dia sudah sampai.
"Assalamualaikum, Bu."
"Wa'alaikumsalam, Sayang."
"Aku sudah sampai dan sekarang berada di rumah kakek dan neneknya Ayna."
"Syukur alhamdulillah, jaga dirimu dan kesehatan ya. Ayah sudah mengabari paman dan juga bibimu di sana, jangan menyusahkan mereka."
"Iya, Bu. Rasidha tutup dulu teleponnya."
"Iya, Sayang."
Rasidha membaringkan tubuhnya di kasur yang tidak terlalu besar, bersyukur dengan apa yang berikan. Masih teringat perkataan dari kedua orang tuanya, dan sangat menyesali diri. "Kenapa aku harus mengetahui kebenaran dengan cara seperti itu? Seharusnya aku tidak datang kesana dan mendengar percakapan ayah ibu."
Di malam hari, Rasidha sholat maghrib dan berdoa untuk keselamatan orang tua kandung dan orang tua angkat yang telah membesarkannya. Tak lupa untuk berdzikir dan melantunkan ayat suci Al-Quran dengan begitu merdu, alunan yang membuat siapa saja takjub.
"Masya Allah, suaranya sangat merdu. Inilah yang paling aku rindukan dari sosok Rasidha dalam murottal." Gumam Aisyah, dia berniat untuk mengundang makan malam, tapi tertegun saat mendengar bacaan ayat suci Alquran yang dilantunkan dengan begitu merdu merupakan yang awalnya.
"shadaqallahul adzim." Rasidha menutup Al-Qur'an dan menciumnya, meletakkannya di tempat tinggi. Baru saja dia ingin membuka mukena, tapi menangkap sosok di depan pintu yang tersenyum ke arahnya. "Bibi Aisyah," ucapnya yang segera menghamburkan pelukan, dia sangat merindukan tempat itu dan juga orang-orang yang ramah, sangat beruntung mempunyai keluarga seperti mereka.
"Maaf, Bibi baru bisa melihatmu sekarang." ungkap Aisyah yang membalas pelukan dari keponakannya dan melepaskannya setelah beberapa detik.
"Aku tahu Bibi sibuk, apa Paman juga sudah kembali?"
"Paman akan terlambat, setelah mengurus pesantren pamanmu juga mengurus urusan perusahaan."
"Tidak masalah, Bi."
"Ini waktunya makan malam, Bibi sudah masak untuk menyambut kedatanganmu. Oh ya, bagaimana keadaan ayah ibumu dan juga Azzam?"
"Alhamdulillah mereka semua sehat."
Di meja makan, Rasidha melihat beberapa menu masakan yang sudah tersaji di atas piring. Walau makanan yang terbilang sederhana, tetapi dirinya sangat merindukan masakan yang berasal dari rumah itu, kembali mengingat sewaktu kecil yang pernah disuguhkan dengan makanan yang sama, begitu asing dan setelah mencoba dia menjadi ketagihan.
"Duduklah Kak, jangan di lihat saja. Makanan itu untuk dimakan," gurau Ayna membuat semua orang tertawa, gadis remaja yang menjadi keceriaan dalam keluarga itu.
"Tentu saja, bibi Aisyah sudah memasaknya untukku." Jawab Rasidha yang membalas guyonan itu.
Baru saja selesai membaca doa makan, terdengar suara yang tak jauh dari mereka. Rasidha menoleh dan melihat Siapa yang datang, yang ternyata adalah Doni, ayahnya Ayna.
"Apa aku terlambat?"
"Tidak Abi," sahut Ayna yang mencium tangan ayahnya.
Sungguh, keluarga kecil yang membahagiakan dapat dirasakan oleh Rasidha, dia sangat bersyukur jika menjadi bagian anggota keluarga itu.
"Semoga ayah dan ibu tidak mengetahui niatku kesini," batin Rasidha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Fani Indriyani
owalah doni jodohnya ma aisyah toh
2024-12-05
0
Aas Azah
lanjut lagi thor 💪
2022-08-02
0
Linda Yohana
lanjut thoor
2022-08-01
1