When Nosferatu Fall In Love

When Nosferatu Fall In Love

01. Kesan Pertama

"Sera!!" Panggil Dwina yang mengejarnya saat Sera sudah hampir duduk di kursi ruang kelas menjahitnya.

"Dwi!" Panggil Sera sambil tersenyum.

"Dwi kau dapat tiketnya??" Tanya Sera dengan sangat penasaran.

"Tentu saja aku dapat tiketnya. Tetapi kau akan bayar mahal kan?"

"Tentu saja.." ujar Sera merogoh tas kainnya dan mengambil sejumlah uang koin dari sana dan memberikannya kepada Dwi.

"Aku sudah mengemis meminta pada Abang ku yang saat ini kerja di bagian tiket. Layar tancap ini tidak lama ada di pasar. Sudah bagus kau beli tiket dengan ku, sebab mereka menjual edisi terbatas." Ujar Dwi memberikan dua tiket nonton layar tancap ke pada Sera.

"Film hantu?" Tanya Sera lagi.

"Tentu saja, sesuai pesanan mu kan??" Jawab Dwi.

"Ya.. aku akan nonton dengan mas Randi. Supaya bisa berlindung dibelakangnya saat adegan menakutkan.." ujar Sera tertawa kecil.

Lalu ia membaca judul filmnya "Nosferatu..?"

"Iya film Jerman. Keluaran sekitar 40 tahun lalu. Tapi di desa ini sudah bagus ada yang bisa ditonton kan hahaha.. kau bisa bahasa asing kan? Ada artian bahasa Inggrisnya.."

"Aku akan coba menonton kalau tidak mengerti aku akan tanya mas Randi." Ujar Sera bersemangat.

"Kau masih saja mengajaknya bermain, seharusnya kau mengajaknya menikah. Lagian kenapa kau masih ikut kelas menjahit gadis-gadis seusia kita banyak yang telah menikah bahkan sebelum lulus sekolah.." ujar Dwina.

"Lalu kenapa kau belum menikah?" Tanya Sera melemparkan balik pertanyaan Dwina.

"Karena belum ada calonnya.. kalau kau kan sudah ada."

"Tahun ini mas Randi janji. Dia janji akan segera melamar ku.." ujar Sera tersenyum.

***

Sore hari disebuah rumah yang cukup mewah, seorang pemuda yang rapih, bersih, dan tampan terlihat mengetuk pintu rumah tersebut.

Ibunya Sera, Nyonya Indira membukakan pintu. Ibu Sera tersenyum sesaat melihat ketampanan Randi.

"Randi.. tunggu ya Sera sedang siap-siap" ujarnya.

"Baik ibu.. ini ada sedikit makanan..." Ujar Randi menyodorkan beberapa potong terang bulan dalam bungkus kertas.

"Oh tidak usah repot-repot.." ujar Indira tersenyum senang. Randi pun masuk dan menunggu di ruang tamu.

Ayah Sera, Broto melihat Randi dari ruangan tengah tetapi ia tidak ingin menyapanya. Ia terlihat merasa bersalah.

Sera keluar dari kamarnya dengan rambutnya yang dikepang dua. Hari itu Sera berusaha tampil secantik mungkin. Ia terlihat sudah sangat siap untuk berkencan dengan Randi.

Sera dan Randi kemudian pamit pada kedua orang tua Sera untuk mengajak Sera nonton layar tancap di pasar.

Tetapi Broto terlihat tidak senang dengan Randi. Ia tidak terlalu menggubris salam dari Randi. Kedua remaja itu kemudian pergi dengan delman yang sudah disewa oleh Randi.

"Kenapa wajah mas begitu galak hari ini.. ini bukan pertama kalinya Sera jalan dijemput Randi.. dia itu calon menantu kita." Ujar Indira menegur suaminya seusai menutup pintu rumahnya.

"Siapa bilang dia calon menantu kita.." ujar Broto terdengar putus asa.

"Apa maksud mas itu? Randi itu juga bukan pemuda sembarang pemuda. Ayahnya juga seorang pedagang kain yang lumayan.. dia juga sudah bekerja di pabrik tekstil untuk belajar membuat kain.." tanya Indira menanyakan maksud suaminya sambil menjelaskan alasan bahwa Randi pantas bersanding dengan anaknya Sera.

"Aku gak bisa menikahkan Sera sama Randi.." ujar Broto kemudian duduk di kursi tamu.

"Jadi maksud mas gimana?? tahun ini anak kita sudah berumur 20 tahun! dia sudah cukup tua untuk menikah!" Tanya Indira mulai marah.

"Aku punya hutang dengan Bank. Aku gadaikan perkebunan kita, saat kita gagal panen beberapa tahun lalu. dan keluarga Adiyatama ternyata pemilik bank itu. Kalau aku tidak bisa melunasi hutangku dengan Adyatama, mereka meminta mengadakan pernikahan anakku dan anaknya saja agar jadi keluarga.."

"Adyatama?? Wah hebat mas.. keluarga kaya itu mau jadi besan kita? Bukannya keluarganya juga keturunan ningrat?"

"Nah kalau lebih kaya saja kamu bilang hebat.." ujar Broto melirik tajam istrinya.

"Tapi apa mereka punya anak laki-laki dewasa? Aku pikir mereka hanya punya satu putra dan bukannya putranya masih sekolah, usianya juga lebih kecil dari Sera?" Tanya Indira.

"Ada anak laki-laki tuanya. Dia yang tinggal dan banyak mengurus di perkebunan bagian atas di bukit. Di kastil yang dulu di bangun orang Inggris. Mereka yang beli sejak lama. Tapi aku juga baru tahu mereka punya anak laki-laki dewasa..." Ujar Broto terlihat bingung.

***

"Aaakkhh!!!" Teriak wanita dalam film yang Sera dan Randi tonton. Sera dan Randi sedang berada dalam ruangan kain layar tancap yang gelap.

Sera segera berlindung dibalik bahu Randi. Sesuai seperti yang direncanakannya dengan Dwi. Tetapi tatapan matanya terlihat benar-benar takut dan cemas melihat film horror Nosferatu tersebut.

Apalagi ketika Sera melihat Nosferatu tampak berjalan dan keluar masuk kamar, serta menguntit tamunya.

Randi tersenyum kecil.

"Gapapa.." Ujarnya menenangkan Sera.

"Se..se..serem banget.." ujar Sera ketakutan.

"Kan Sera yang pilih filmnya. Mas Randi kasih uang untuk beli tiket, Sera pilih film horror..." Ujar Randi.

"Aku gak tahu akan seseram ini..." Ujar Sera cemas ketakutan. Randi tampak tertawa kecil dan menikmati rangkulan Sera yang benar-benar ketakutan.

***

Film telah selesai. Hari telah memasuki malam. Randi mengantar Sera untuk pulang dengan delman yang ia sewa.

"Sera tahu ceritanya itu tadi?" Tanya Randi

"Aku gak terlalu paham... Tapi memang serem sekali suasananya." Ujar Sera tertawa kecil.

"Ceritanya tentang mahkluk penghisap darah manusia, dia laki-laki yang seram itu si nosferatu. Dia bertemu seorang pria, karena suatu hal tertarik mengincar istri pria yang ditemuinya itu, dia ingin menghisap darah istri pria tersebut. Sampai akhirnya dia benar benar bisa bertemu wanita itu dan berhasil menghisap darahnya." Cerita Randi.

"Uhh.. serem banget aku gak bisa memikirkannya.." Ujar Sera.

"Kenapa suaminya bisa berhubungan dengan makhluk seperti itu.." ujar Sera takut.

"Tenang saja, kalau Mas Randi akan selalu melindungi Sera.." ujar Randi gombal sambil tersenyum.

"Secepatnya setelah modal nikah terkumpul, Mas Randi akan bawa orang tua untuk melamar Sera." Ujar Randi lagi.

"Benar Mas Randi?" Tanya Sera tersenyum bahagia.

"Iya.. nanti Sera sampaikan ke ayah ibu Sera ya.." ujar Randi tampak bahagia kemudian memegang tangan Sera. Sera pun dengan bahagia menyambut genggaman tangan tersebut. Delman terus membawa mereka berjalan pulang.

...***...

Sesampainya di rumah, Sera segera turun dari delman yang disewa Randi. "Gak mampir dulu?" Tanya Sera basa basi.

"Gak usah udah malam, salam saja sama ayah dan ibu ya.." ujar Randi.

Sera lalu melambaikan tangannya kepada Randi.

Delman Randi berjalan terus meninggalkan rumah Sera. Sera kemudian masuk kedalam rumahnya.

Pintu rumahnya dibukakan oleh ibunya Indira.

"Ibu!! Aku bawa kabar bahagia!! Randi akan segera melamar ku ibu!! Dia minta untuk menyampaikan ke ayah dan ibu!!" Ujar Sera sangat bersemangat.

Tetapi mendengar perkataan Sera kali ini Indira terlihat tidak bahagia. Wajahnya muram.

"Ada apa ibu?" Tanya Sera merasakan perubahan suasana hati ibunya yang tampak buruk. Ia melihat ke ayahnya yang duduk di ruang tamu mereka yang cukup mewah. Ayahnya tampak diam saja.

***

Sera berjalan perlahan menuju kamarnya, matanya tampak sembab, wajahnya depresi. Ia habis menangis sejadi-jadinya. Di ruang tamu setelah mendapat penjelasan dari ayahnya. Bagaimana ia akan memberitahukan Randi bahwa ayahnya sudah menjodohkannya dengan orang lain.

"Bagaimana ayah tega menjodohkan aku dengan orang lain, ayah tahu aku punya kekasih!" Bentak Sera pada ayahnya saat diruang tamu tadi.

"Ayah juga tidak tahu jadinya akan seperti ini.. menjodohkan Sera.. tetapi mereka meminta anak gadis ayah Sera untuk menikah dengan anak tertuanya. Ayah bisa apa?"

"Anak gadis ayah tidak satu, ada Dena. Ayah jodohkan saja Dena dengannya." Ujar Sera menolak. Dena si gadis tanggung keluar dari kamarnya karena mendengar teriakan kakaknya.

"Keluarga mereka meminta Sera yang menjadi menantu mereka, lagipula Dena terlalu kecil untuk menikah.. Sera sudah 21 tahun"

"Apa-apaan.." ujar Sera kemudian mulai meneteskan air mata. ia mengelap air matanya dengan tangannya.

"Ayah tidak bisa memaksa Sera.. tetapi kalau Sera tidak mau, mungkin kita tidak bisa lagi tinggal dirumah dan mengelola lagi tanah perkebunan kita.."

***

Sera mengingat setiap perkataan ayahnya. Ia juga mengingat Randi dan semua senyum tawa Randi dalam 5 tahun terakhir mereka saling jatuh cinta.

"Itu namanya tidak ada pilihan.." ujar Sera kemudian menangis keras di kamarnya.

***

Keesokannya paginya pintu kamar Sera diketuk oleh Indira.

"Ayo segera siap-siap, kita akan ketemu calon suamimu..." Ujar Indira pada Sera. Tidak menjawab Sera kemudian dibantu pembantu rumahnya untuk mandi dan berdandan.

***

Sera telah berada dalam delman bersama ibunya Indira menuju sebuah rumah. Rumah itu adalah rumah mewah tempat keluarga Adyatama tinggal.

***

Sera, adiknya Dena dan kedua orang tuanya duduk di ruang tamu keluarga Adyatama.

Seluruh keluarga pihak Adyatama, mereka berkumpul juga, ada calon mertua laki-laki Sera, Pak Adyatama, Ibu Tari istrinya. Seorang gadis tanggung anak keduanya bernama Naya, dan anak laki laki remaja tanggung bernama Bara. Tetapi tidak terlihat anak laki-laki yang akan dinikahkan dengan Sera.

"Ini anaknya. Anak pertama kami.." Ujar Ibu Tari sambil menyodorkan sebuah foto hitam putih. Tampak seorang pemuda tinggi dan bertubuh gagah dalam foto tersebut. Pemuda itu juga terlihat tampan.

"Namanya Johan. Usianya 24 tahun. Dia sudah pantas menikah. Dia tinggal di perkebunan di bukit. Dia sibuk mengurus perkebunan di Bukit makanya tidak bisa turun ke desa." Ujar ibu Tari lagi. Dena dan Indira terlihat senang dan puas melihat foto calon suami untuk Sera.

"Sera sangat cantik.." ujar Tari terpana pada calon menantunya.

"Itu kenapa dia bilang harus dia?" Ujar Naya, anak kedua Adyatama tiba-tiba langsung ditepuk bahunya oleh adiknya Bara.

"Kenapa?" Tanya Indira penasaran. Pak Adyatama terlihat tidak nyaman. Sementara Pak Broto terlihat putus asa.

"Tidak kenapa-napa besan. Karena Johan dan Sera belum kenal dan belum dekat, sambil menyiapkan pernikahan mereka dengan cepat, bagaimana kalau Sera kita kirim dulu kesana. Nanti kami akan siapkan keperluan dan orang-orang yang akan membantu Sera disana.

Mendengarnya Sera hanya diam saja. Yang ia tahu ia seperti tidak punya hak atas dirinya lagi, walaupun hanya sekedar menolak.

***

Hari selanjutnya Sera diantar oleh ibunya Indira menaiki delman ke atas bukit. Mereka melalui perjalanan yang terjal dan jauh. Terlihat pemandangan perkebunan milik keluarga Adyatama yang sangat luas membuat Indira lebih tenang dengan hitung-hitungan membiarkan meninggalkan anak gadisnya yang belum dinikahi tinggal di bukit. Sementara Sera tampak tidak berekspresi apapun melihat kearah perkebunan.

***

Mereka sampai di depan kastil milik keluarga Adyatama. Pagarnya tinggi berpagar dinding. Pintunya yang besar terbuat dari kayu. Delman mereka memasuki halaman kastil. Disana mereka disambut dengan seorang kepala pelayanan wanita Yang udah cukup tua, ada sekitar 5 orang pelayan laki-laki dan 5 orang pelayan wanita yang masih muda.

"Silahkan masuk.. saya Sundari. Kepala pelayan disini. tuan muda sudah menunggu..." Ujar Seorang wanita tua mempersilahkan Indira dan anaknya Sera untuk masuk kedalam kastil.

"Terimakasih.." ujar Indira.

Dari tingkat paling atas terlihat seorang pria sedang mengintip kedatangan Sera dan Ibunya.

***

Sundari mengajak Indira dan Sera masuk ke ruang tamu. Ruang tamu itu terlihat klasik seperti kastil tersebut. Begitu juga dengan perabotannya. Indira terlihat benar-benar puas dengan apa yang dimiliki calon suami anaknya.

"Sebenarnya tuan muda sedang demam dan sudah dua harian ini tertidur. Tadinya ia ingin menyapa langsung tetapi karena waktu kedatangan tidak pasti ia menunggu sambil tidur." Ujar Sundari.

"Apakah anda ingin menyapa langsung ke kamarnya?" Tanya Sundari lagi.

"Baiklah kalau begitu..." Ujar Indira. Ia kemudian dituntun oleh Sundari bersama Sera menuju kamar Johan.

***

Mereka melewati ruang tengah, ruang tengah terdapat sofa dan kursi serta cerobong pemanas ruangan. Tetapi ruangan itu lebih dominan dengan hiasan di dindingnya yaitu senapan-senapan rakitan.

"Wah ada banyak senapan? Siapa yang suka berburu?" Tanya Indira.

"Tuan muda nyonya... Kalau sedang tidak pergi ke perkebunan.." jawab Sundari.

Melihatnya ruangan yang tidak biasa itu, Indira dan Sera kemudian hanya diam saja.

***

Sesampainya dikamar Johan, tampak sebuah kasur yang indah dengan tirai. Sundari membuka tirai tersebut. Terlihatlah Johan yang tampan sedang tidur dan terlihat lelah.

Sera melihat Johan untuk pertama kali. Dan ia rasa ia sependapat dengan ibunya. Johan terlihat mempesonanya.

"Tuan muda.. tuan muda.. ini calon ibu mertua sudah datang.." Tetapi Johan terlihat masih tidur.

"Tuan..."

"Jangan dibangunkan lagi... Dia sedang sakit. Aku tidak bisa lama disini, tunjukkan saja kamar Sera. Biar aku antar anak ku kemar nya." Ujar Indira.

"Baiklah Ibu..." Ujar Sundari kemudian menuntun mereka keluar dari kamar tersebut.

Setelah Sundari, Indira, dan Sera keluar dari kamar tersebut, Johan membuka matanya.

***

Sundari, Indira, Sera, masuk ke kamar yang disediakan untuk Sera.

"Bisa tinggalkan kami sebentar, aku mau bicara dengan anakku..." Ujar Indira.

"Baik Bu..." Sundari kemudian menutup pintu kamar Sera.

Indira segera memeluk anaknya.

"Tenang saja Sera hidupmu akan baik-baik saja. Sebulan ini cobalah berdekatan dengannya. Oh iya jangan sampai tidur dengannya, nanti kau hamil duluan lagi, hahaha..."

"Ibu ngomong apa?" Ujar Sera terlihat kesal. Ia kesal sekali ibunya bicara seperti orang yang telah terbeli dengan uang.

"Persiapan pernikahan akan kami siapkan dari desa." Tunggu saja disini kemungkinan pernikahan diadakan disini..." Ujar Indira. Sera hanya diam saja.

***

Dari kamar yang tinggi seorang pria mengintip kepulangan Indira, Indira terlihat memeluk Sera anaknya. Lalu tidak lama menaiki kereta delmannya. Kereta delman itu terlihat pergi dari halaman keluar dari gerbang kastil yang kemudian ditutup oleh para pelayan.

***

Sera kembali ke kamarnya. Di bukit yang dingin itu, Sera melihat kabut di luar jendela dari dalam kamarnya.

***

Saat makan malam Sera di hidang kan dengan makan malam mewah di meja makan. Tetapi Johan tidak keluar untuk makan malam bersama atau sekedar menyapa.

Hingga akhirnya Sera masuk kembali ke kamarnya dan tidur.

***

Keesokan paginya Sera juga tidak menemukan Johan di meja makan saat sarapan. Ia mulai bertanya pada Sundari yang mengawasi saat pelayan lain menyiapkan makanan di meja.

"Mana tuan muda? Apakah ia masih sakit? Tanya Sera.

"Sepertinya begitu..."

"Dia sakit apa? Apakah aku boleh menjenguknya?"

"Hanya demam biasa... Aku akan beritahukan dia dulu kalau nona ingin bertemu agar dia lebih siap.." ujar Sundari.

Sera hanya terdiam bingung. Dalam benaknya terlintas pertanyaan sebegitunya kah konfirmasi untuk bertemu?

***

Dari kamarnya, Seorang Pemuda tampan membelakangi cermin. Ia mengangkat tangannya menggigit kuku jempolnya karena gugup. Gerakannya tubuh dan tangannya tampak kaku, seperti gerakan tubuh yang terkena gempa kecil.

***

Makan siang, makan malam, bertemu pagi lagi, Sera masih belum bertemu Johan.

Hingga akhirnya ia melihat saat pintu kamar Johan terbuka, Sera mencoba mendekat dan mengintip Johan yang sekilas tampak berada dekat pada pintu kamarnya.

Tetapi Johan yang sedang tidak memakai pakaian atasan segera menutup pintu nya.

"JGREEK..!" Bunyi pintu kamar ditutup

"Kelekk..!" lalu menyusul dikunci.

 Sera pun merasa malu dan bodoh, mengapa ia sampai menerobos ke kamar laki-laki, apakah ia jadi tertarik karena laki-laki ini tampan?

"Mengapa aku bertingkah bodoh.." pikir Sera kesal pada dirinya sendiri.

***

.

.

.

---NEXT--->

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!