Ketulusan Cinta

Ketulusan Cinta

01

Seorang gadis sedang duduk sambil menangis, di hadapannya sudah ada seorang pria yang tengah kebingungan. Bagaimana bisa, di saat karirnya sedang memuncak, sang kekasih datang dan mengatakan kalau dia sedang hamil.

 

"Aku tidak percaya, kalau itu adalah anakku!" Perkataan Ego membuat Eye membulatkan matanya. Bagaimana bisa Ego tidak mengakui apa yang pernah dia perbuat.

 

"Aku bersumpah, hanya kamu yang melakukannya. Tidak ada yang lain!" Eye menegaskan.

 

Ego memandang jijik gadis di depannya, lalu tersenyum sinis.

 

"Lebih baik kamu pergi, aku tidak mungkin bertanggung jawab. Bukan aku yang menghamilimu, Ey!" Ego mengusir Eye dan mendorongnya keluar dari ruang kerjanya.

 

"Ada apa ini?" Tiba-tiba Hiedo sudah berdiri tegak di depan ruang kerja Ego.

 

"Nggak ada apa-apa, kak. Gadis ini bikin ulah," jawab Ego.

 

Hiedo menatap Eye dengan tajam, "Ulah apa yang kamu bikin di kantor saya?" tanyanya.

 

"Saya tidak bikin ulah kak, saya cuma ..."

 

"Sudah, lebih baik kamu pulang. Jangan bersandiwara," usir Ego.

 

Hiedo menatap adiknya denga tajam, "Sepertinya ada yang mereka sembunyikan. Aku harus mencari tahu." Gumam Hiedo dalam hati.

 

Dengan wajah yang masih basah dan hati yang kesal, Eye meninggalkan kantor tempat Ego bekerja. Dia tidak percaya, kekasih yang sangat dia cintai bisa berubah drastis.

 

Ego Ishak adalah putra Surya Fajar, seorang pengusaha kaya. Adik dari Hiedo Culer, pria yang terkenal dingin namun tampan.

 

Eye Lina, gadis yang sangat cantik, berkulit putih, bertubuh tinggi, dan rambut pendek sebahu. Gadis yang sangat dicintai oleh Ego, namun kini sepertinya dia akan menjadi gadis yang paling dibenci dan dijauhi oleh laki-laki tersebut.

 

Mobil yang ditumpangi Eye berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar dan mewah. Rumah keluarga besar Surya Fajar, orang tua Ego.

 

"Apa keputusan aku sudah tepat? Apa orang tua Ego mau mendengar dan percaya dengan apa yang akan aku katakan nanti?" Eye bermonolog.

 

"Eye! Kok diem aja di situ. Ayo masuk!" Senja, ibunya Ego datang menyambut Eye.

 

"Emm ... Bunda, ini juga mau masuk kok." Eye terlihat salah tingkah dan gugup.

 

"Kamu kenapa, sayang? Apa ada masalah?" Bunda Senja terlihat khawatir.

 

Bunda menarik tangan Eye dan membawanya masuk ke rumah. Bunda mengajak Eye untuk duduk di ruang keluarga, kebetulan suaminya juga ada di sana.

 

"Eye! Kamu datang, Ego belum pulang tuh." Ujar Ayah Surya.

 

Eye duduk di sofa, wajahnya terlihat bingung dan matanya pun sembab.

 

"Ada yang mau Eye sampaikan sama ayah dan bunda. Tapi ...." Eye tidak melanjutkan perkataannya, membuat kedua orang tua Ego penasaran.

 

"Tapi apa, nak?" tanya Ayah.

 

"Eye nggak yakin kalo ayah dan bunda akan percaya," jawab Eye sambil menunduk.

 

Terdengar bunyi helaan nafas yang panjang dan berat dari arah sang ayah. Eye pun semakin menunduk dan tidak berani memandang wajah orang tua yang ada di hadapannya.

 

"Ayah tahu apa yang akan kamu katakan," ujar Ayah, membuat Eye mengangkat kepalanya.

 

"Kamu hamil dan Ego tidak mau bertanggung jawab, benar 'kan?" pertanyaan ayah membuat mata Eye membola sempurna.

 

"Bagaimana ayah tahu?" tanya Eye dengan suara bergetar.

 

"Apa benar itu anak Ego?" tanya Bunda.

 

"Seharusnya aku tidak percaya dan terbuai oleh rayuan manis Ego. Bukan hanya Ego, bahkan bunda pun tidak percaya padaku. Apa bunda pikir aku mau melakukannya dengan pria yang tidak aku cintai? Apa di mata bunda, aku semurah itu?" Eye tidak sanggup lagi membendung air matanya.

 

"Bukan itu maksud bunda," ujar Bunda.

 

Eye beranjak dari duduknya lalu berlari ke luar dari rumah itu. Hatinya sakit dan dadanya terasa sangat sesak, bagai tertimpa oleh beban yang sangat berat.

 

Kata-kata manis, ternyata penuh bisa dan kini meracuni dirinya. Penyesalan sudah tidak ada arti, kini Eye hanya bisa menangis, pasrah menerima nasibnya.

***

"Apa maksud kamu datang ke rumah dan bilang ke ayah bunda, kalo kamu hamil? Aku kan udah bilang, itu bukan anak aku! Aku tidak pernah melakukannya!" Ego berteriak pada Eye, wajahnya memerah menyiratkan amarah yang besar.

 

Plak!!!

 

"Kamu pikir aku gadis murahan yang mau bergumul dengan laki-laki sembarangan? Bukankah kamu yang merayuku dan membawaku ke hotel waktu itu dan kamu melakukannya? Kita melakukannya atas dasar cinta." Eye tidak bisa membendung emosinya, satu tamparan tangannya pun melayang ke pipi Ego yang putih hingga meninggalkan bekas kemerahan.

 

"Maksud kamu? Semua terjadi pada malam itu?" tanya Ego sambil menatap lekat waah kekasihnya.

 

"Iya! Apa kepalamu terbentur hingga kamu melupakannya?" sindir Eye.

 

Ego pun terdiam, seperti sedang berpikir. 'Tapi, aku benar-benar tidak melakukannya,' ucap Ego dalam hati.

 

Ego memandang wajah gadis yang sudah dua tahun ini menjadi kekasihnya, pujaan hatinya. Gadis yang memberinya kebahagiaan dan kenyamanan.

 

"Sayang, malam itu setelah kamu tidur, aku pulang ke rumah. Waktu itu aku mendapat telepon yang mengatakan kalau bunda jatuh dari tangga dan aku meninggalkanmu di sini. Saat aku sampai di rumah, ternyata bunda baik-baik saja. Aku kembali ke hotel dan kamu sudah tidak ada." Ego pun memberi penjelasan.

 

"Maksud kamu? Ada orang yang sengaja menelponmu dan memberikan info palsu. Aku juga tidak tahu, kenapa saat aku bangun aku sudah berada di kamar yang lain dan saat itu kamu sudah menjamahku," tutur Eye.

 

"Ada yang tidak beres," gumam Ego.

 

Ego menyadari ada yang salah, dia pun memeluk kekasihnya dan mengusap punggungnya dengan lembut.

 

"Aku memang pernah merayumu dan mengajakmu melakukan itu. Tapi, setelah aku pikir-pikir dengan matang, aku pun sadar dan akan melakukannya setelah kita menikah. Aku membawamu ke hotel karena waktu itu kita kelelahan pasca pesta ulang tahun Bulan. Lagipula, aku pesan kamar yang berbeda denganmu." Ungkap Ego.

 

Eye menghela nafas dengan panjang, "Ya sudah, mungkin ini sudah nasibku dihamili oleh setan." Ucap Eye lalu hendak pergi ke luar dari ruang kerjanya yang ada di kafe.

 

"Kita akan menikah! Aku akan menikahimu." Eye menghentikan langkahnya saat mendengar perkataan Ego.

 

"Aku tidak peduli siapa yang melakukannya, kamu tetap milikku dan aku sangat mencintaimu," sambung Ego.

 

Mata Eye mengembun, bulir-bulir bening mulai menetes di pipinya. Sungguh dia sangat beruntung memiliki kekasih seperti Ego.

 

"Kamu serius? Tapi, ini bukan anakmu."

 

"Aku tidak peduli!" Ego menghampiri Eye dan kembali memeluknya.

 

Di sisi lain,

 

"Aku tidak yakin, Ego melakukan hal serendah itu." ujar Bunda sambil menikmati secangkir teh hangat.

 

"Yakin tidak yakin, semua sudah terjadi. Walau bagaimana pun mereka harus menikah," ucap Ayah.

 

"Siapa yang mau menikah?" tanya Hiedo yang baru saja datang.

 

Ayah dan bunda menoleh ke sumber suara, di mana Hiedo sedang berdiri.

 

"Adikmu," jawab Bunda singkat.

 

Hiedo mendudukkan diri di sofa, ada ketidaksukaan di raut wajahnya saat mendengar sang adik akan menikah.

 

"Ego harus menikahi Eye, sebelum perut gadis itu bertambah besar." Tutur Ayah yang seolah mengerti tentang apa yang ada di dalam hati anak sulungnya.

 

"Apa ayah yakin kalau anak yang dikandung oleh Eye adalah anak Ego?" Ayah dan bunda saling bertukar pandang mendengar pertanyaan Hiedo.

 

"Apa maksud kamu, Hiedo? Apa kamu meragukan anak itu?" tanya Ayah.

 

"Tidak," jawab Hiedo lalu bangkit dan pergi begitu saja.

 

"Anak itu, selalu begitu." Ujar Ayah dengan kesal.

 

"Sudah Yah, biarkan saja. Mungkin dia kecewa karena Ego akan menikah lebih dulu darinya," ujar Bunda.

 

Ayah menarik nafas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya dengan perlahan.

 

"Sebenarnya, Hiedo itu normal nggak sih, Bun? Ayah kok curiga sama dia,"

 

"Ayah! Kok bisa sih curiga sama anak sendiri. Amit-amit deh bunda punya anak nggak normal," kata Bunda.

 

"Habisnya dia nggak pernah pacaran ataupun dekat dengan seorang gadis. Lagipula, gadis mana yang mau sama pria dingin dan datar seperti dia." Ujar Ayah.

 

Bunda hanya bisa diam, semua yang dikatakan oleh ayah adalah benar. Diusianya yang sudah menginjak tiga puluh tahun, Hiedo masih sendiri. Jangankan menikah, melihatnya dekat dengan seorang gadis pun tidak pernah.

 

Hiedo seperti asyik dengan dunianya, kerja dan kerja. Bahkan diusianya yang terbilang masih muda, dia mampu mengembangkan usaha dan terbilang sukses saat masih berusia dua puluh tahunan.

 

Hiedo berbeda dengan Ego juga Rembulan, Ego memiliki sifat ramah sama seperti adik perempuannya, Rembulan.

 

Hiedo lebih pendiam dan bicara seperlunya saja, hingga dia ditakuti dan disegani oleh lawan-lawan bisnisnya.

 

Berbeda dengan Ego, sampai usianya dua puluh lima tahun, dia belum punya apa-apa, semua fasilitas yang ia gunakan milik ayahnya dan juga pemberian Hiedo.

 

Ego juga bekerja di perusahaan milik Hiedo, meski jabatannya tidak tinggi, Ego tetap menikmatinya. Apalagi dia mendapatkan upah yang cukup besar, dari gajinya itu Ego mulai mendirikan usaha dan kini mulai berkembang. Tapi, dia belum bisa membeli apapun dari hasil usahanya, dia lebih fokus untuk menabung.

 

Berbeda dengan Hiedo yang memilih pekerjaan dibidang property, Ego lebih memilih buka usaha kuliner. Apalagi dia punya kekasih yang jago masak, Ego mengandalkan kemampuan Eye sebagai pengawas di restoran miliknya.

 

Ego memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah. Setelah mobil terparkir sempurna, dia pun mengajak Eye untuk turun.

 

"Apa kamu yakin, ayah dan bunda akan menerima keputusan kita?" tanya Eye dengan ragu.

 

"Kamu percaya sama aku, mereka pasti menerimanya," jawab Ego meyakinkan.

 

Ego menggandeng tangan Eye dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.

 

"Ayah ... Bunda!" Ego dan Eye menyapa secara bersamaan.

 

"Kalian datang. Duduklah!" Ayah menepuk sofa kosong di sampingnya.

 

Ego tidak duduk di samping ayah, dia duduk berdampingan dengan Eye di sofa lain.

 

"Ada yang ingin Ego sampaikan," ujar Ego.

 

Ayah dan bunda memandang Ego yang sedang mempersiapkan kata-kata yang tepat.

 

"Kami akan menikah!" ucap Ego setelah menghela nafas panjang.

 

"Bagus kalau begitu, ayah setuju." ucap Ayah.

 

"Lebih cepat lebih baik, sebelum perut Eye membesar dan membuat kita semua malu." tutur Bunda.

 

"Bunda," sebut Ayah.

 

"Apa ada yang salah? Benar 'kan apa yang bunda katakan? Emang ayah mau keluarga besar kita menanggung malu dan perusahaan kita hancur gara-gara masalah ini." Perkataan bunda terdengar sangat menyakitkan bagi Eye.

 

"Kamu juga, Ey. Kok mau digituin sebelum menikah, bikin malu saja!" Bunda menatap tajam ke arah calon menantunya.

 

"Bunda, ini salah kami berdua. Kalau tidak ada Ego, mana mungkin Eye bisa hamil." Ego membela Eye.

 

"Bisa saja. Dia bisa hamil dengan laki-laki lain," ucap Hiedo sambil berjalan menuruni anak tangga. Seperti biasa, suaranya terdengar dingin dan sedikit angkuh.

Terpopuler

Comments

Anisnikmah

Anisnikmah

kakaknya yang menghamili ya

2022-08-16

1

Vita Zhao

Vita Zhao

kayaknya ego benar2 tidak menghamili eye deh, tapi kok aku malah curiga sama hiedo ya🤔

2022-08-09

1

Al-rayan Sandi Syahreza

Al-rayan Sandi Syahreza

si hiedo ganti judul yo mak?

2022-07-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!