NovelToon NovelToon

Ketulusan Cinta

01

Seorang gadis sedang duduk sambil menangis, di hadapannya sudah ada seorang pria yang tengah kebingungan. Bagaimana bisa, di saat karirnya sedang memuncak, sang kekasih datang dan mengatakan kalau dia sedang hamil.

 

"Aku tidak percaya, kalau itu adalah anakku!" Perkataan Ego membuat Eye membulatkan matanya. Bagaimana bisa Ego tidak mengakui apa yang pernah dia perbuat.

 

"Aku bersumpah, hanya kamu yang melakukannya. Tidak ada yang lain!" Eye menegaskan.

 

Ego memandang jijik gadis di depannya, lalu tersenyum sinis.

 

"Lebih baik kamu pergi, aku tidak mungkin bertanggung jawab. Bukan aku yang menghamilimu, Ey!" Ego mengusir Eye dan mendorongnya keluar dari ruang kerjanya.

 

"Ada apa ini?" Tiba-tiba Hiedo sudah berdiri tegak di depan ruang kerja Ego.

 

"Nggak ada apa-apa, kak. Gadis ini bikin ulah," jawab Ego.

 

Hiedo menatap Eye dengan tajam, "Ulah apa yang kamu bikin di kantor saya?" tanyanya.

 

"Saya tidak bikin ulah kak, saya cuma ..."

 

"Sudah, lebih baik kamu pulang. Jangan bersandiwara," usir Ego.

 

Hiedo menatap adiknya denga tajam, "Sepertinya ada yang mereka sembunyikan. Aku harus mencari tahu." Gumam Hiedo dalam hati.

 

Dengan wajah yang masih basah dan hati yang kesal, Eye meninggalkan kantor tempat Ego bekerja. Dia tidak percaya, kekasih yang sangat dia cintai bisa berubah drastis.

 

Ego Ishak adalah putra Surya Fajar, seorang pengusaha kaya. Adik dari Hiedo Culer, pria yang terkenal dingin namun tampan.

 

Eye Lina, gadis yang sangat cantik, berkulit putih, bertubuh tinggi, dan rambut pendek sebahu. Gadis yang sangat dicintai oleh Ego, namun kini sepertinya dia akan menjadi gadis yang paling dibenci dan dijauhi oleh laki-laki tersebut.

 

Mobil yang ditumpangi Eye berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar dan mewah. Rumah keluarga besar Surya Fajar, orang tua Ego.

 

"Apa keputusan aku sudah tepat? Apa orang tua Ego mau mendengar dan percaya dengan apa yang akan aku katakan nanti?" Eye bermonolog.

 

"Eye! Kok diem aja di situ. Ayo masuk!" Senja, ibunya Ego datang menyambut Eye.

 

"Emm ... Bunda, ini juga mau masuk kok." Eye terlihat salah tingkah dan gugup.

 

"Kamu kenapa, sayang? Apa ada masalah?" Bunda Senja terlihat khawatir.

 

Bunda menarik tangan Eye dan membawanya masuk ke rumah. Bunda mengajak Eye untuk duduk di ruang keluarga, kebetulan suaminya juga ada di sana.

 

"Eye! Kamu datang, Ego belum pulang tuh." Ujar Ayah Surya.

 

Eye duduk di sofa, wajahnya terlihat bingung dan matanya pun sembab.

 

"Ada yang mau Eye sampaikan sama ayah dan bunda. Tapi ...." Eye tidak melanjutkan perkataannya, membuat kedua orang tua Ego penasaran.

 

"Tapi apa, nak?" tanya Ayah.

 

"Eye nggak yakin kalo ayah dan bunda akan percaya," jawab Eye sambil menunduk.

 

Terdengar bunyi helaan nafas yang panjang dan berat dari arah sang ayah. Eye pun semakin menunduk dan tidak berani memandang wajah orang tua yang ada di hadapannya.

 

"Ayah tahu apa yang akan kamu katakan," ujar Ayah, membuat Eye mengangkat kepalanya.

 

"Kamu hamil dan Ego tidak mau bertanggung jawab, benar 'kan?" pertanyaan ayah membuat mata Eye membola sempurna.

 

"Bagaimana ayah tahu?" tanya Eye dengan suara bergetar.

 

"Apa benar itu anak Ego?" tanya Bunda.

 

"Seharusnya aku tidak percaya dan terbuai oleh rayuan manis Ego. Bukan hanya Ego, bahkan bunda pun tidak percaya padaku. Apa bunda pikir aku mau melakukannya dengan pria yang tidak aku cintai? Apa di mata bunda, aku semurah itu?" Eye tidak sanggup lagi membendung air matanya.

 

"Bukan itu maksud bunda," ujar Bunda.

 

Eye beranjak dari duduknya lalu berlari ke luar dari rumah itu. Hatinya sakit dan dadanya terasa sangat sesak, bagai tertimpa oleh beban yang sangat berat.

 

Kata-kata manis, ternyata penuh bisa dan kini meracuni dirinya. Penyesalan sudah tidak ada arti, kini Eye hanya bisa menangis, pasrah menerima nasibnya.

***

"Apa maksud kamu datang ke rumah dan bilang ke ayah bunda, kalo kamu hamil? Aku kan udah bilang, itu bukan anak aku! Aku tidak pernah melakukannya!" Ego berteriak pada Eye, wajahnya memerah menyiratkan amarah yang besar.

 

Plak!!!

 

"Kamu pikir aku gadis murahan yang mau bergumul dengan laki-laki sembarangan? Bukankah kamu yang merayuku dan membawaku ke hotel waktu itu dan kamu melakukannya? Kita melakukannya atas dasar cinta." Eye tidak bisa membendung emosinya, satu tamparan tangannya pun melayang ke pipi Ego yang putih hingga meninggalkan bekas kemerahan.

 

"Maksud kamu? Semua terjadi pada malam itu?" tanya Ego sambil menatap lekat waah kekasihnya.

 

"Iya! Apa kepalamu terbentur hingga kamu melupakannya?" sindir Eye.

 

Ego pun terdiam, seperti sedang berpikir. 'Tapi, aku benar-benar tidak melakukannya,' ucap Ego dalam hati.

 

Ego memandang wajah gadis yang sudah dua tahun ini menjadi kekasihnya, pujaan hatinya. Gadis yang memberinya kebahagiaan dan kenyamanan.

 

"Sayang, malam itu setelah kamu tidur, aku pulang ke rumah. Waktu itu aku mendapat telepon yang mengatakan kalau bunda jatuh dari tangga dan aku meninggalkanmu di sini. Saat aku sampai di rumah, ternyata bunda baik-baik saja. Aku kembali ke hotel dan kamu sudah tidak ada." Ego pun memberi penjelasan.

 

"Maksud kamu? Ada orang yang sengaja menelponmu dan memberikan info palsu. Aku juga tidak tahu, kenapa saat aku bangun aku sudah berada di kamar yang lain dan saat itu kamu sudah menjamahku," tutur Eye.

 

"Ada yang tidak beres," gumam Ego.

 

Ego menyadari ada yang salah, dia pun memeluk kekasihnya dan mengusap punggungnya dengan lembut.

 

"Aku memang pernah merayumu dan mengajakmu melakukan itu. Tapi, setelah aku pikir-pikir dengan matang, aku pun sadar dan akan melakukannya setelah kita menikah. Aku membawamu ke hotel karena waktu itu kita kelelahan pasca pesta ulang tahun Bulan. Lagipula, aku pesan kamar yang berbeda denganmu." Ungkap Ego.

 

Eye menghela nafas dengan panjang, "Ya sudah, mungkin ini sudah nasibku dihamili oleh setan." Ucap Eye lalu hendak pergi ke luar dari ruang kerjanya yang ada di kafe.

 

"Kita akan menikah! Aku akan menikahimu." Eye menghentikan langkahnya saat mendengar perkataan Ego.

 

"Aku tidak peduli siapa yang melakukannya, kamu tetap milikku dan aku sangat mencintaimu," sambung Ego.

 

Mata Eye mengembun, bulir-bulir bening mulai menetes di pipinya. Sungguh dia sangat beruntung memiliki kekasih seperti Ego.

 

"Kamu serius? Tapi, ini bukan anakmu."

 

"Aku tidak peduli!" Ego menghampiri Eye dan kembali memeluknya.

 

Di sisi lain,

 

"Aku tidak yakin, Ego melakukan hal serendah itu." ujar Bunda sambil menikmati secangkir teh hangat.

 

"Yakin tidak yakin, semua sudah terjadi. Walau bagaimana pun mereka harus menikah," ucap Ayah.

 

"Siapa yang mau menikah?" tanya Hiedo yang baru saja datang.

 

Ayah dan bunda menoleh ke sumber suara, di mana Hiedo sedang berdiri.

 

"Adikmu," jawab Bunda singkat.

 

Hiedo mendudukkan diri di sofa, ada ketidaksukaan di raut wajahnya saat mendengar sang adik akan menikah.

 

"Ego harus menikahi Eye, sebelum perut gadis itu bertambah besar." Tutur Ayah yang seolah mengerti tentang apa yang ada di dalam hati anak sulungnya.

 

"Apa ayah yakin kalau anak yang dikandung oleh Eye adalah anak Ego?" Ayah dan bunda saling bertukar pandang mendengar pertanyaan Hiedo.

 

"Apa maksud kamu, Hiedo? Apa kamu meragukan anak itu?" tanya Ayah.

 

"Tidak," jawab Hiedo lalu bangkit dan pergi begitu saja.

 

"Anak itu, selalu begitu." Ujar Ayah dengan kesal.

 

"Sudah Yah, biarkan saja. Mungkin dia kecewa karena Ego akan menikah lebih dulu darinya," ujar Bunda.

 

Ayah menarik nafas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya dengan perlahan.

 

"Sebenarnya, Hiedo itu normal nggak sih, Bun? Ayah kok curiga sama dia,"

 

"Ayah! Kok bisa sih curiga sama anak sendiri. Amit-amit deh bunda punya anak nggak normal," kata Bunda.

 

"Habisnya dia nggak pernah pacaran ataupun dekat dengan seorang gadis. Lagipula, gadis mana yang mau sama pria dingin dan datar seperti dia." Ujar Ayah.

 

Bunda hanya bisa diam, semua yang dikatakan oleh ayah adalah benar. Diusianya yang sudah menginjak tiga puluh tahun, Hiedo masih sendiri. Jangankan menikah, melihatnya dekat dengan seorang gadis pun tidak pernah.

 

Hiedo seperti asyik dengan dunianya, kerja dan kerja. Bahkan diusianya yang terbilang masih muda, dia mampu mengembangkan usaha dan terbilang sukses saat masih berusia dua puluh tahunan.

 

Hiedo berbeda dengan Ego juga Rembulan, Ego memiliki sifat ramah sama seperti adik perempuannya, Rembulan.

 

Hiedo lebih pendiam dan bicara seperlunya saja, hingga dia ditakuti dan disegani oleh lawan-lawan bisnisnya.

 

Berbeda dengan Ego, sampai usianya dua puluh lima tahun, dia belum punya apa-apa, semua fasilitas yang ia gunakan milik ayahnya dan juga pemberian Hiedo.

 

Ego juga bekerja di perusahaan milik Hiedo, meski jabatannya tidak tinggi, Ego tetap menikmatinya. Apalagi dia mendapatkan upah yang cukup besar, dari gajinya itu Ego mulai mendirikan usaha dan kini mulai berkembang. Tapi, dia belum bisa membeli apapun dari hasil usahanya, dia lebih fokus untuk menabung.

 

Berbeda dengan Hiedo yang memilih pekerjaan dibidang property, Ego lebih memilih buka usaha kuliner. Apalagi dia punya kekasih yang jago masak, Ego mengandalkan kemampuan Eye sebagai pengawas di restoran miliknya.

 

Ego memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah. Setelah mobil terparkir sempurna, dia pun mengajak Eye untuk turun.

 

"Apa kamu yakin, ayah dan bunda akan menerima keputusan kita?" tanya Eye dengan ragu.

 

"Kamu percaya sama aku, mereka pasti menerimanya," jawab Ego meyakinkan.

 

Ego menggandeng tangan Eye dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.

 

"Ayah ... Bunda!" Ego dan Eye menyapa secara bersamaan.

 

"Kalian datang. Duduklah!" Ayah menepuk sofa kosong di sampingnya.

 

Ego tidak duduk di samping ayah, dia duduk berdampingan dengan Eye di sofa lain.

 

"Ada yang ingin Ego sampaikan," ujar Ego.

 

Ayah dan bunda memandang Ego yang sedang mempersiapkan kata-kata yang tepat.

 

"Kami akan menikah!" ucap Ego setelah menghela nafas panjang.

 

"Bagus kalau begitu, ayah setuju." ucap Ayah.

 

"Lebih cepat lebih baik, sebelum perut Eye membesar dan membuat kita semua malu." tutur Bunda.

 

"Bunda," sebut Ayah.

 

"Apa ada yang salah? Benar 'kan apa yang bunda katakan? Emang ayah mau keluarga besar kita menanggung malu dan perusahaan kita hancur gara-gara masalah ini." Perkataan bunda terdengar sangat menyakitkan bagi Eye.

 

"Kamu juga, Ey. Kok mau digituin sebelum menikah, bikin malu saja!" Bunda menatap tajam ke arah calon menantunya.

 

"Bunda, ini salah kami berdua. Kalau tidak ada Ego, mana mungkin Eye bisa hamil." Ego membela Eye.

 

"Bisa saja. Dia bisa hamil dengan laki-laki lain," ucap Hiedo sambil berjalan menuruni anak tangga. Seperti biasa, suaranya terdengar dingin dan sedikit angkuh.

02

Eye terlihat sangat bahagia karena sebentar lagi akan menikah dengan lelaki yang paling dia cintai.  Meski pun lelah, dia tetap ikut serta dalam mempersiapkan pesta pernikahannya.

 

Undangan sudah disebar, gaun pengantin, ketring, gedung dan lain-lain sudah tersedia, tinggal menunggu hari H-nya saja.

 

"Sayang, aku pulang dulu ya, ini sudah malam. Besok aku harus bekerja dan menyelesaikan banyak tugas." Ego berpamitan pada Eye.

 

"Iya, sayang. Hati-hati di jalan," pesan Eye.

 

Eye mengantarkan Ego hingga ke mobilnya, setelah Ego pergi barulah Eye masuk ke dalam rumahnya.

 

Ego mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, bukan pulang ke rumah melainkan ke sebuah klub malam.

 

"Hey, Bro! Kenapa muka loe kusut? Calon pengantin kok murung gitu," sapa seorang teman pada Ego.

 

"Kusut karena nggak dapet jatah kali tu," timpal teman yang lain.

 

"Jatah apaan sih, jangan ngaco deh," balas Ego.

 

Ego duduk dan memesan sebotol minuman, menurutnya di tempat inilah dia bisa menghilangkan beban di hatinya.

 

"Loe kenapa?" tanya Armed.

 

"Nggak tau, aku bingung." jawab Ego.

 

"Apa yang bikin loe bingung?" tanya Armed lagi.

 

"Masa iya gua harus bertanggung jawab, sedangkan bukan gua yang menghamili Eye dan bukan gua juga yang udah menggagahi dia," jawab Ego berapi-api.

 

"Loe tinggalin aja dia, lagipula loe kan udah punya Sunny." Saran dari Armed membuat Ego menautkan alisnya.

 

"Emang loe mau punya anak tapi bukan anak loe, dan Eye udah bekas orang lain. Orang dapet sarinya dan loe dapet ampasnya doang," imbuh Armed.

 

"Gue nggak mungkin lakukan itu, bisa malu keluarga gue kalo pernikahan ini batal. Tinggal dua hari lagi acara pernikahan gue, Sob," tutur Ego.

 

"Halah, bilang aja loe masih cinta dan loe cuma berniat mempermainkan gue." Tiba-tiba Sunny sudah ada di dekat Ego.

 

Ego terkejut saat melihat kehadiran Sunny, wanita yang sudah beberapa bulan ini mampu mengalihkan hatinya dari Eye.

 

"Bukan begitu sayang, aku tidak punya pilihan lain." Ego membela diri.

 

Sunny mengalungkan tangannya di leher Ego, "Pergi denganku dan kita menikah, dengan begitu mereka tidak akan memaksamu untuk menikahi Eye." Ego terlihat memikirkan ucapan Sunny.

 

"Baiklah, kita akan pergi besok," ujar Ego.

 

Malam pun semakin larut, Ego begitu menikmati malamnya bersama Sunny. Gadis malam yang mampu mengalihkan dunianya, mengalihkan pandangannya dan juga cintanya, gadis yang membuat Ego berkhianat  pada Eye.

 

"Aku mencintaimu, Ego." Bisik Sunny, kini mereka sedang berada di sebuah kamar yang ada di klub.

 

"Aku juga mencintaimu, sangat mencintaimu." Balas Ego sambil membelai rambut gadis yang sedang memeluknya.

 

"Miliki aku seutuhnya, Ego." Suara Sunny terdengar berat namun sangat indah di telinga Ego.

 

Sunny memandang wajah Ego dengan penuh hasrat. Sunny bukan gadis baik-baik, karena diusianya yang masih belia dia sudah tidak perawan, bahkan saat usianya baru menginjak enam belas tahun.

 

Entah apa yang menarik dari Sunny hingga Ego bisa tergila-gila padanya dan mengkhianati cinta Eye. Mungkin karena Sunny cukup liar dan mampu memberi kepuasan pada Ego. Sedangkan Eye tidak pernah memberikan itu semua, cium bibirpun hanya sekali selama beberapa tahun mereka bersama.

 

Beberapa bulan menjalin kasih secara rahasia dengan Sunny, selama itu pula dia bisa menikmati tubuh molek gadis itu.

 

"Sayang," sebut Sunny saat merasakan permainan Ego di tubuhnya.

 

Tidak ada yang tahu hubungan mereka berdua kecuali teman-teman yang biasa nongkrong di klub malam.

 

"Aku semakin tergila-gila padamu, sayang." Ucap Ego setelah menuntaskan pertempurannya. Entah berapa ronde dia menggempur Sunny dalam semalam.

 

"Apakah kamu sudah melupakan Eye?" tanya Sunny.

 

"Aku sudah tidak mencintainya, aku hanya kasihan padanya. Lagipula dia sangat ahli di dapur, jadi aku bisa memanfaatkannya untuk menjalankan bisnis restoranku." Tutur Ego.

 

Sunny turun dari kasur lalu berjalan menuju kamar mandi tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya.

 

"Lalu, bagaimana nanti? Siapa yang akan mengurus restoran? Aku yakin Eye pasti marah dan kecewa karena kamu pergi meninggalkannya," Sunny mandi tanpa menutup pintu kamar mandi.

 

"Banyak orang yang bisa menggantikan posisinya," jawab Ego.

 

Sunny keluar dari kamar mandi dan mulai memakai pakainnya kembali. Pagi ini mereka harus berkemas karena akan pergi jauh, pergi dari pernikahan Ego.

 

Terdengar bunyi hela nafas yang berat dan panjang dari arah Ego, seperti ada beban berat yang dia coba lepaskan dari pundaknya.

 

"Kalo kamu tidak yakin dan tidak mau pergi denganku, kamu boleh pergi dari sini dan menikah dengan Eye. Aku bisa mencari laki-laki lain," ujar Sunny, dia sangat yakin Ego tidak mungkin mau jika dia bersama laki-laki lain di luar sana.

 

"Kita akan pergi dan menikah, aku tidak peduli Eye atau siapa pun. Lebih baik aku kehilangan mereka dari pada aku harus kehilanganmu," ujar Ego.

 

Sunny dan Ego keluar bersamaan dari kamar itu. Jam masih menunjukkan pukul lima pagi.

 

Sebelum pulang, Ego terlebih dulu mengantarkan Sunny ke apartemennya. Di sepanjang perjalanan Ego sama sekali tidak melepaskan genggamannya, dia menggenggam erat tangan gadis itu.

 

"Kita bertemu di bandara nanti sore," kata Ego setelah sampai di apartemen Sunny.

 

"Oke, sayang. Sampai jumpa nanti sore," ucap Sunny sambil melambaikan tangannya pada Ego yang mulai mengemudikan mobilnya.

 

"Dasar bodoh, bisa-bisanya kamu percaya padaku." Sunny pun tertawa sinis lalu berjalan menuju apartemennya.

 

Sunny menghempaskan tubuhnya di kasur, lelah dan letih mendera tubuhnya.

 

"Sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Ego, dengan begitu aku tidak perlu lagi bersusah payah untuk mencari uang. Aku tinggal gesek saja," Monolog Sunny dengan senyum penuh kemenangan. Sudah terlintas di benaknya, hidupnya akan bergelimang harta dan penuh dengan kemewahan.

 

"Aku tidak akan melepaskanmu, Ego. Kamu adalah mesin pencetak uang bagiku, hanya memenuhi dan melayanimu itu tidaklah sulit bagiku. Karena memang sudah pekerjaanku memuaskan laki-laki hidung belang. Lagi pula kamu tidak seperti yang lain, banyak menuntut di atas ranjang. Kamu terlalu bergairah tapi tidak punya skil. Kamu hanya peduli pada kepuasanmu tanpa peduli aku puas atau tidak," lagi-lagi Sunny bermonolog.

 

Sunny memejamkan mata ngantuknya. Semalaman memegang kendali membuatnya kelelahan, tapi itu tidak masalah baginya, karena dia mendapatkan imbalan yang setimpal, bahkan lebih dari cukup.

 

Ego selalu memberinya uang, berapapun yang diminta oleh Sunny. Karena bagi Ego uang itu belum seberapa dibanding dengan kepuasan yang dia dapat dari gadis itu.

 

Ego yang polos sangat mudah diperdaya oleh Sunny, bahkan dengan mudah Sunny mendapatkan cinta Ego. Berawal dari jebakan yang dia lakukan malam itu dan kini Ego benar-benar sudah berada dalam genggamannya.

03

Prang ...

 

Benda-benda yang ada di dekatnya pun pecah karena dihempaskan ke lantai. Mata memerah karena amarah sedang menguasai ayah Ego.

 

"Anak nggak tau malu, sudah menghamili anak orang, kini malah kabur dan lari dari tanggung jawab. Mau ditaruh di mana muka ayah, Bunda!" Ayah meraup wajahnya dengan kasar.

 

Amarahnya meledak-ledak saat mengetahui jika Ego sudah tidak di rumah. Seseorang memberitahu ayah, kalau Ego kabur bersama seorang wanita dan itu bukan Eye.

 

"Bunda yakin, Ego punya alasan. Karena itulah dia lari." Bunda membela Ego.

 

"Apapun alasannya, tidak sepantasnya dia mengambil keputusan sepihak. Dia yang merencanakan pesta pernikahan ini, dia yang menyebar undangan pernikahannya. Apa dia mau melempar kotoran ke wajahku?" Suara ayah meninggi dan terdengar sangat kesal.

 

"Mungkin Ego pergi karena bukan dia yang menghamili Eye. Dia tidak mau bertanggung jawab dengan apa yang tidak dia lakukan." Lagi-lagi Bunda membela Ego.

 

"Apapun alasannya, bukan pergi solusi yang tepat.  Kita masih bisa membicarakannya secara baik-baik. Lagi pula dari awal Eye tidak pernah memaksa Ego untuk bertanggung jawab, Ego yang mengajaknya menikah." Ayah semakin meluapkan kekesalannya.

 

Waktu pernikahan kurang dari dua jam, ayah duduk bersandar di sofa sambil memijat kepalanya yang terasa pusing. Bukan sekali ini Ego bikin masalah. Sebelum bersama Eye, dia juga sering melakukan kesalahan dan sang kakak yang harus menyelesaikannya.

 

Ego terkesan manja dan kekanak-kanakkan, seenaknya berbuat sesuatu, tapi setelah itu pergi begitu saja tidak peduli.

 

"Suruh saja Hiedo menikahi Eye, lagi pula dia sudah cukup umur untuk menikah." Ayah menatap nanar ke arah Bunda yang bicara seenaknya, selalu saja Hiedo yang menjadi tumbal.

 

"Tidak! Untuk kali ini aku tidak setuju. Kita tidak bisa memaksanya kali ini, sudah cukup dia berkorban untuk Ego selama ini." Ayah tidak mau Hiedo jadi korban tingkah Ego yang tidak bertanggung jawab.

 

"Tidak masalah, aku akan menikahi Eye." Tiba-tiba Hiedo sudah berdiri di antara ayah dan bundanya.

 

Ayah dan bunda serempak berdiri lalu saling beradu pandang. Terkejut mendengar keputusan yang diambil oleh putra sulungnya.

 

"Kalian tidak perlu stres memikirkan hal ini, bukankah kalian mengangkatku menjadi anak karena menyelamatkanku. Sekarang sudah waktunya aku membalas budi kalian." Ayah dan Bunda mendadak sedih mendengar penuturan Hiedo.

 

"Dari mana kamu tahu kalo kamu cuma anak angkat?" tanya Bunda dengan suara bergetar.

 

"Dari sikap bunda yang selalu pilih kasih dan selalu menjadikanku tumbal atas semua kesalahan yang dilakukan oleh Ego dan Rembulan." Hiedo berjalan masuk ke kamarnya, bersiap-siap untuk pergi ke lokasi pernikahan.

 

Ayah menghubungi Eye dan mengatakan kalo Hiedo bersedia menggantikan Ego dan menikah dengannya.

 

***

 

Semua sudah berkumpul, suasana lokasi acara sangat sepi. Dengan kekuasannya, Hiedo mampu membatalkan resepsi pernikahannya. Hiedo juga menutupi pernikahannya dari publik.

 

Proses ijab kabul sudah selesai dan berjalan dengan lancar. Kini Hiedo dan Eye sudah sah menjadi sepasang suami istri.

 

"Aku sudah menyelamatkan nama baik keluarga kalian. Mulai saat ini, jangan pernah lagi kalian menemuiku atau juga Eye, istriku. Dan satu lagi, sampaikan pesanku pada putra kesayangan kalian, cepat atau lambat karma akan datang menghampirinya dan saat itu terjadi jangan menemuiku dan juga Eye." Hiedo menggenggam tangan Eye dan mengajaknya ke mobil. Hiedo mengemudikan mobilnya menuju ke rumahnya.

 

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Hiedo dan Eye masih berada di mobilnya. Tiada satu pun yang membuka mulut untuk bersuara, semua diam membisu.

 

Mobil yang dikemudikan Hiedo tiba di sebuah rumah, cukup mewah dan lebih besar dari rumah orang tua Ego.

 

"Ayo turun!" Ajak Hiedo sambil mengulas senyum pada Eye.

 

Hiedo membuka pintu rumahnya dan mengajak Eye masuk.

 

"Kita harus bicara!" ujar Eye pada Hiedo.

 

"Kamu pasti lelah, istirahatlah! Kita bicarakan ini besok." Eye terpaku saat melihat Hiedo tersenyum, baru kali ini dia melihat pria dingin itu senyum dan nada bicaranya pun lembut.

 

"Aku minta maaf," ucap Eye dengan kepala menunduk.

 

"Minta maaf untuk apa?" Akhirnya Hiedo menuntun Eya untuk duduk di sofa.

 

Eye masih menundukkan kepalanya, dia tidak berani menatap pria yang kini sudah sah menjadi suaminya.

 

"Bicaralah!" titah Hiedo.

 

"Kenapa kamu mau menikahiku? Sedangkan bayi ini bukan anakmu." Eye mengangkat kepala dan memberanikan diri untuk menatap wajah Hiedo.

 

"Karena aku bukan pecundang seperti Ego," jawab Hiedo.

 

"Maksudnya?" tanya Eye belum mengerti maksud Hiedo.

 

"Aku tidak bisa membiarkan seorang wanita terpuruk karena ulah laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Aku terlahir dari seorang perempuan yang disebut ibu, walau aku sendiri tidak tahu di mana ibuku." jawab Hiedo, wajahnya berubah murung.

 

Eye menutupi rasa terkejutnya dengan tersenyum, "Terima kasih," ucapnya, dia baru tahu jika Hiedo bukan kakak kandung Ego.

 

"Istirahatlah! Ada banyak kamar kosong di rumah ini, kamu bisa memilihnya untuk dijadikan kamarmu. Aku tidak mau memaksamu untuk menerimaku, biarkan waktu yang menentukan hubungan kita ke depannya." Sejak dulu Hiedo sudah terkenal bijaksana dan bertanggung jawab.

 

"Apa kamu menganggapku sebagai istrimu?" tanya Eye.

 

"Pertanyaan macam apa ini? Tentu saja kamu istriku sekarang, esok, nanti dan selamanya. Aku hanya menginginkan pernikahan sekali selama hidupku. Tapi, kembali lagi padamu, aku tidak mau memaksakan diri agar kamu mau menerimaku." Eye mendadak salah tingkah dan merasa bersalah pada Hiedo. Jujur saja, tidak mudah baginya untuk berpindah hati secepat ini. Walaupun cintanya untuk Ego sudah pergi terbawa oleh Ego bersama pengkhianatannya.

 

"Maafkan aku," ucap Eye lirih.

 

"Lebaran masih lama, tidak usah meminta maaf terus menerus, aku jadi merasa seperti orang tua yang sedang menerima sungkem dari anaknya." Seloroh Hiedo dengan senyum manis di bibirnya.

 

"Rumah ini ada tiga lantai, kamarku ada di lantai dua. Di lantai satu ada dua kamar tamu dan satu kamar utama, di lantai dua ada tiga kamar. Semua berukuran luas, di lantai tiga hanya ada satu kamar, kolam renang dan halaman terbuka." Hiedo menjelaskan jumlah kamar di rumah ini.

 

"Aku di lantai bawah saja," ujar Eye.

 

"Pilihan yang bagus! Ibu hamil memang tidak boleh turun naik tangga." Hiedo mengantarkan Eye ke kamar utama yang ada di lantai satu.

 

Dia membuka pintunya kemudian menyuruh Eye untuk masuk dan beristirahat. Setelah itu Hiedo pergi ke kamarnya, berganti pakaian lalu duduk di balkon sambil mendengar musik yang bisa membuatnya tenang.

 

Sampai saat ini, dia belum bisa menemukan siapa yang sudah menghamili Eye. Dia mencurigai Ego dan Sunny, bisa jadi ini ulah mereka agar Ego bisa punya alasan yang tepat untuk meninggalkan Eye.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!