VERDEN : The Magical Journey
Suatu malam, sepasang ibu dan anak sedang duduk bersantai di depan rumah sambil memandang langit berbintang.
“Luan, apakah kamu percaya adanya dunia lain di luar sana?”
“Dunia lain?”
“Ya, dunia dimana manusia tidak lagi sendirian dan banyak sekali keajaiban yang terjadi di sana. Bahkan sihir juga ada di sana.”
“Tapi, bukankah itu hanya ada di dalam dongeng, ibu?”
“Yah, kau mungkin memang benar, dunia seperti itu hanyalah fiksi dan tidak nyata.”
“Kalau ibu, apakah ibu percaya?”
Ibu Luan tersenyum memandang wajah anaknya, “Tentu saja” ucapnya kemudian beralih menatap langit malam. “Ada sebuah dunia lain yang jauh di sana, namun tanpa kita sadari sangat dekat dengan kita.”
...***...
“Hah..!” Seorang remaja laki-laki di dalam bis terbangun dari tidurnya dengan napas terengah-engah. Ternyata hanya mimpi... batinnya mengingat mimpi yang ia alami barusan.
Ia meraih Liontin yang ada di lehernya. Liontin tersebut merupakan peninggalan milik Ibunya. Ia mengingat kembali masa-masa yang dulu pernah ia habiskan bersama ibunya tersebut.
Nama remaja itu adalah Luan Nychta, usia 15 tahun dan masih sendirian hingga saat ini. Maksudnya ia benar-benar sendirian saat ini. Ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Dan ibunya menyusul kepergian ayahnya saat Luan berusia 12 tahun karena penyakit.
Sejak saat itu, Luan hidup sendirian di rumah orang tuanya karena setahunya ia tidak memiliki kerabat lain. Sahabat dari ibunya berbaik hati mau menjadi walinya. Setiap bulan Luan dikirimi uang untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari.
Namun dikarenakan urusan pekerjaan, mereka tidak bisa tinggal bersama. Oleh karena itu ia tinggal sendirian di rumahnya. Tapi Luan adalah anak yang mandiri. Sebisa mungkin ia tidak terlalu bergantung pada uang kiriman sahabat ibunya tersebut.
Karena itulah ia mencoba bekerja paruh waktu. Ia belajar memasak sejak dini, dan menjualnya ke kantin sekolah. Dan saat ini ia berhasil diterima bekerja paruh waktu di restoran sebagai koki pembantu. Bisa dibilang ia hidup berkecukupan saat ini.
Sekarang ia tengah mengikuti acara berkemah di sekolahnya. Awalnya ia tidak mau namun dipaksa oleh gurunya sehingga ia tidak bisa menolak. Gurunya berkata bahwa ini adalah kesempatan bagus untuk menikmati masa muda.
Atau seperti itu seharusnya...
Selama perjalanan, banyak perasaan tidak enak yang mengarah padanya. Kebanyakan adalah rasa ketakutan, tidak suka, hingga benci. Ia tidak mempedulikan hal tersebut karena bisa dibilang ia sudah terbiasa.
Luan memiliki semacam kekuatan supranatural sejak kecil. Ia mampu mengetahui emosi dan perasaan orang – orang di sekelilingnya. Namun hal itu membuatnya jadi dibenci. Ia dianggap aneh dan dijauhi semua orang. Serta sebuah insiden di masa lalu memperburuk semua itu.
Kalau saja dunia lain memang ada. Batinnya yang mengingat cerita dari ibunya dulu.
...***...
Setelah menempuh perjalanan yang cukup membosankan, Luan dan teman sekelasnya telah tiba di tempat pemberhentian. Kemudian mereka dikumpulkan oleh guru wali mereka masing-masing.
“Dari sini, kalian akan berjalan kaki secara berkelompok ke lokasi perkemahan.”
“Eeehhh....”
Hampir seluruh siswa tersebut mengeluh saat mengetahui mereka akan berjalan kaki. “Berhati-hatilah karena jalan yang akan kalian lalui nanti berada di pinggir tebing.”
Lokasi perkemahan mereka berada di sebuah bukit dengan hutan yang bisa dibilang cukup lebat. Terdapat jalur bagi pejalan kaki sehingga memudahkan mereka untuk menaikinya. Hanya saja terdapat beberapa persimpangan yang bisa membuat orang-orang bingung kalau belum terbiasa.
Mereka berjalan secara berbanjar, agar tidak menghalangi pengguna jalan yang lain. Dan seperti yang dikatakan guru mereka, bahwa jalan yang mereka lewati berada di pinggir tebing. Yang artinya di samping mereka merupakan jurang. Sehingga harus berhati-hati agar tidak terjatuh.
Kelompok Luan berada di urutan terakhir sehingga mereka harus berjalan di barisan paling belakang. Anggota kelompok Luan yang lain berjalan berdekatan dan saling bercanda satu sama lain. Sedangkan Luan sendiri menjaga jarak dengan mereka di jalan.
“Hei, coba lihat cuacanya... sepertinya sebentar lagi akan hujan.”
“Kau benar, kita harus segera pergi atau kita akan kehujanan.”
Mereka kemudian berjalan lebih cepat tanpa memperhatikan bahwa masih ada satu anggota mereka yang tertinggal. Luan yang masih asik memotret seekor kupu-kupu tak mengetahui kalau ia sudah ditinggal oleh kelompoknya.
Ketika ia sedang mengusahakan posisi yang paling sempurna untuk memotret, kupu-kupu tersebut malah terbang menjauh. Luan mengikuti kemana kupu-kupu tersebut terbang karena ia sangat tertarik dengan corak sayapnya yang indah.
Luan terus berjalan mengikuti kupu-kupu tersebut hingga keluar dari jalur yang sudah ditentukan. Kupu-kupu yang sedang dikejar Luan semakin terbang menjauh dan juga semakin tinggi hingga sulit untuk digapai Luan.
Luan merasa kecewa, namun ia menyadari sesuatu ketika melihat kupu-kupu tersebut. “Langitnya mendung sekali.” Kemudian ia menoleh ke depan untuk mencari keberadaan anggota kelompoknya yang lain. Namun ia tidak bisa menemukan mereka.
“Sepertinya mereka sudah pergi duluan, aku juga harus segera pergi.” Ia kemudian memasukkan ponselnya ke dalam ransel dan mulai berlari.
...***...
Hujan turun begitu derasnya tak lama kemudian setelah Luan mulai berlari mengejar kelompoknya. Luan tetap berjalan cepat menelusuri bukit tanpa mempedulikan serbuan air yang menerjang tubuhnya.
Ia harus bergegas, karena jika ia berdiam diri terlalu lama akan membuatnya terkena hipotermia. Terlebih tanah di sekelilingnya bisa saja mengalami longsor.
Beruntung jaket yang dikenakan oleh Luan bisa dijadikan sebagai jas hujan karena tahan terhadap air. Karena berhenti ditengah-tengah hujan deras dan mengacak-acak isi tas hanya untuk mencari jas hujan cukup merepotkan.
“Kenapa lokasi perkemahannya jauh sekali?” Luan mulai mengeluh karena ia sudah berjalan selama kurang lebih satu jam namun ia tak kunjung menemukan tempat yang menjadi lokasi dari perkemahan sekolahnya. Terlebih hujannya tidak ada tanda-tanda reda sejak tadi. Ia harus bergegas atau ia bisa pingsan karena kehabisan tenaga.
Dikarenakan air hujan yang turun sangat deras, Luan tidak bisa melihat jalan dengan baik. Terlebih staminanya sudah menurun akibat menerjang air hujan ini dalam waktu yang lama. Hal itu menyebabkan ia tidak bisa menjaga keseimbangan dan akhirnya terpelest jatuh dari atas tebing.
Srakk...
“(Gawat!!) Waaaa...!!!!”
Untung saja tebing itu tidaklah curam sehingga Luan tidak terjatuh ke bawah secara langsung. Meski begitu, ia harus rela terperosok dan berguling beberapa kali hingga akhirnya ia berhasil mendarat dengan aman meski dengan tubuh yang dipenuhi luka.
Brakk...
“Aduh...duh...duh, sakit sekali.” Luan mencoba berdiri dengan berpegangan pada dinding yang ada di sampingnya.
“Woa!...” ketika tangannya mencoba meraba dinding di dekatnya, ia tidak menyentuh apapun dan membuatnya kembali terjatuh untuk kedua kalinya.
“Jatuh dua kali secara berturut-turut, semoga tidak ada yang ketiga.” Luan mencoba bangun sekali lagi, kemudian memeriksa lingkungan di sekitarnya.
“Tapi aku tidak menyangka ada sebuah gua yang tersembunyi di sini.” Ia tidak menyadari ada gua didekatnya karena gua tersebut tertutupi oleh tanaman rambat yang sangat lebat.
Yah, setidaknya ia bisa menemukan sebuah tempat untuk menghangatkan diri dan memulihkan stamina. Sehingga Luan memutuskan untuk beristirahat sebentar di dalam gua tersebut hingga hujan reda.
Gua yang Luan temukan sangat kecil, namun terlalu besar jika disebut sebagai lubang. Tanpa berpikir panjang, Luan berjalan masuk ke dalam gua tersebut dan berencana menyalakan api unggun. Ia sudah tidak tahan dengan hawa dingin yang ia rasakan, terlebih ia harus merawat luka yang ia terima ketika jatuh.
Luan terus berjalan sambil menyoroti gua tersebut dengan senter yang ia bawa. Ia kesulitan untuk melihat dan berjalan karena keadaannya yang sangat gelap. Ia berjalan sambil mencari tempat yang menurutnya cukup nyaman untuk beristirahat dan menyalakan api unggun.
Tak disangka ternyata gua ini tidak terlalu dalam. Ketika Luan sampai di ujung gua tersebut, ia merasakan sesuatu yang aneh pada pijakannya. Keras, tidak seperti tanah yang becek karena air hujan.
Anehnya, ia juga tidak merasakan sesuatu yang mengganjal seperti bebatuan atau semacamnya. Permukaannya sangat rata, bahkan lebih rata dari jalan pegunungan yang dilalui oleh Luan tadi. Karena penasaran, Luan kemudian mengarahkan senternya ke bawah untuk memastikan.
“Eh, apa ini?” Ia terkejut karena menemukan sesuatu yang menurutnya luar biasa. Sebuah lantai batu dengan ukiran yang membentuk sebuah pola melingkar. Terlebih lagi ia kini berada di tengah-tengah ukiran tersebut.
“Luar biasa, apakah ini semacam peninggalan bersejarah?” Luan merasa sangat takjub atas apa yang ia temukan ini, bahkan rasa takjubnya mengalahkan rasa dingin dan sakit yang ada di tubuhnya.
Saking takjubnya, ia tidak menyadari ada darah yang mengalir di tangannya. Darah tersebut berasal dari lukanya. Itu terus mengalir hingga menetes jatuh ke lantai gua. Namun itu tak sampai disitu saja. Darah yang menetes itu terserap kedalam lantai tersebut tanpa ada bekasnya.
Kemudian secara tiba-tiba lantai tersebut mengeluarkan cahaya yang membuat Luan terkejut. “Eh… ada apa ini?” Belum selesai dengan keterkejutannya, gua tempat Luan berada tiba-tiba bergetar.
“Gempa?!! Gawat, aku harus segera keluaaAAAAA.... YANG BENAR SAJAAA....!!!” Tanpa diberi waktu untuk bereaksi, lantai di bawah Luan tiba-tiba runtuh dan membuatnya ikut terjatuh untuk yang ketiga kalinya.
Semuanya terjadi begitu saja, tanpa ada yang tahu apa yang terjadi atau bagaimana hal itu bisa terjadi. Lantai yang tadinya runtuh, kini kembali ke utuh namun tidak terdapat pola ukiran seperti tadi. Bahkan bentuknya sudah tidak rata lagi, seperti halnya lantai gua pada umumnya.
...***...
Sementara itu di suatu tempat yang sangat jauh dari bumi, ada sebuah cahaya terang yang bersinar di hutan pada malam hari. Semua orang yang melihatnya tercengang dengan hal itu. Namun seolah hal tersebut sudah biasa, mereka kembali beraktivitas dan mengabaikan hal tersebut.
Namun, cahaya tersebut bukanlah cahaya biasa. Hanya orang dengan kemampuan khusus yang menyadari ada gejolak pada ruang di sekitar cahaya tersebut. Salah satunya adalah seorang pria dewasa yang berada di sebuah di dekat dengan tempat kejadian.
“Apa yang terjadi di sana?” Ucapnya yang sedang berdiri di tengah jalan sambil mengunyah makanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Tobi
oh apakah mungkin keluarga nya yg kabur dari dunia lain trrsebut
2022-08-12
0