My Only One
🌺
🌺
"Om Galang!" Dua bocah lucu yang berada di pinggir lintasan melambaikan tangan. Bersama kedua orang tua mereka sejak awal menonton turnamen motocross hingga akhir.
Anya, dengan rambut ikalnya yang di kuncir dua membuatnya tampak sangat lucu, seperti biasa. Sementara Zennya yang mengenakan topi superheronya juga tak kalah imutnya. Dua bocah berusia lima tahun itu melambai-lambaikan tangan kecilnya saat menemukan sosok yang begitu mereka kenal.
"Hey? Kalian datang?" Galang turun dari podium setelah menerima piala juara kedua untuk turnamen freestyle, lalu berlari menghampiri sahabatnya yang berdiri tak jauh darinya. Bersama suami, dan anak kembarnya.
"Aku pikir kalian nggak jadi datang?" ucap Galang ketika jarak mereka sudah dekat.
Segera saja, Anya merentangkan tangannya meminta di peluk kepada pria muda itu.
"No, Anya!" Dimitri memberi isyarat dengan menggelengkan kepala.
"Om Galang!" Namun bocah itu tak mendengar.
Dan Galang seperti biasa, tak mampu menolak balita yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri ini. Terlebih, Anya memang begitu dekat dengannya, sama seperti kepada ayahnya.
"Anya genit." Rania terkekeh sambil menutup mulut dengan tangannya.
Anak perempuannya memang selalu seperti itu jika bertemu denga Galang. Tidak peduli apa yang tengah di kerjakan oleh pria itu, Anya selalu mampu menyita perhatiannya.
"Kamu benar-benar memanfaatkan masa liburanmu ya?" Dimitri yang dengan terpaksa menyerahkan putrinya kepada Galang, sementara dia bergantian memegangi piala yang di dapatkan oleh asistennya itu.
"Untuk penyegaran Pak, setelah satu minggu bekerja di kantor." Galang menjawab, kemudian tertawa.
"Yeah, ... itu bagus. Menghindarkanmu dari stress." Dimitri mengamini.
"Bapak juga tahu."
"Ya ya ya, ..." Sang atasan mengangguk-anggukkan kepala.
"Mungkin kamu juga harus melakukan hal yang sama biar nggak stress?" ucap Rania kepada suaminya.
"What? No way!" Namun pria itu malah menggelengkan kepala.
"Memangnya kenapa? Mengendarai motor itu bagus buat pikiran. Bikin kamu jadi lebih konsentrasi." jelas Rania.
"Tanpa mengendarai motor pun konsentrasiku sudah bagus Zai. Jangan khawatir."
"Kalau begitu, biar nggak stress?"
"Obat stress ku bisa yang lain."
"Apa?"
Pria itu hanya menahan senyum. Sementara Galang memutar bola mata sambil menggelengkan kepala.
"Om Galang, mau naik motor." Anya merebut perhatian pria itu dengan memegangi wajahnya yang berkeringat.
"Mau naik motor hum?"
Anak itu mengangguk.
"Yeah, i wanna ride. ( ya, aku mau naik)."
"Oke, tapi tunggu sebentar ya? Lintasannya masih penuh. Anya tunggu sebentar oke?" Galang menurunkan Anya dari pangkuannya.
"Oke, promise?" Anak itu menatapnya dengan mata yang berbinar.
"Promise."
***
"Bisa banget ya kamu atur waktunya? Gimana coba, Senin sampai Jum'at kerja di Jakarta. Hari minggu kamu ikut turnamen atau touring?" Mereka bercakap-cakap di bangku penonton, sementara Dimitri membawa dua anaknya bermain-main di lintasan dengan halang rintang itu.
Sebuah perbukitan di daerah Cikole, Lembang menjadi lokasi di adakannya turnamen motocros dan sejenisnya setiap tahun.
"Bisa lah, atur aja." Galang menenggak minuman kalengnya.
"Aku lihat Dimitri kerja aja kadang pusing. Dari pagi sampai malam, kadang ada kerjaan yang di bawa ke rumah juga. Huh, ... kayak nggak ada habisnya." Rania menatap suaminya yang asyik mengejar-ngejar dua anak mereka secara bergantian.
"Itulah resikonya punya usaha seperti keluarga suami kamu. Kalau mau bertahan ya harus begitu. Kalau nggak ya jangan harap bisnisnya bisa jadi sebesar ini."
"Hmm ... iya juga sih. Tapi kasihan."
"Urusin dong kalau kasihan, jangan di tinggal tinggal balapan terus?" Galang tergelak.
"Yey, ... aku cuma seminggu sekali perginya juga? Lagian tinggal sisa berapa tahun coba? Kamu juga tahu sendiri kan?"
"Serius dia nggak protes kamu tinggal balapan?"
"Nggak. Kamu kan tahu dari awal juga? Dia ngerti kan?"
"Ya bagus. Nggak banyak orang yag ngerti kerjaan pasangannya. Malahan, milih pergi dari pada mendampingi dari nol." Galang kemudian terdiam. Menatap cakrawala yang mulai menguning pada sore hari itu.
"Lagi curhat Pak?" Rania tertawa terbahak-bahak.
"Ck! Keceplosan melulu nih kalau ngobrol sama kamu?" Pria itu menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Emang Ara bener-bener nggak menghubungi kamu lagi ya?" Perempuan itu kemudian bertanya.
"Nggak. Setahun belakangan malah lost kontak sama dia." Galang menjawab.
"Duh?"
"Kayaknya dia serius."
"Apaan?"
"Nggak mau langi menghubungi aku."
"Ckckckck!" Rania berdecak sambil menggelengkan kepala. "Kasihan Kang Dudul dicuekin ayang." Lalu dia menepuk-nepuk pundak Galang.
"Move on aja Lang, kalau gitu ribet urusannya," ucap Rania, tanpa beban sama sekali.
Pria itu menoleh, kemudian mendelik kesal.
"Apaan lagi?"
"Kamu kejam!"
"Kejam sebelah mananya Dudul? Aku ngasih saran lho?"
"Saran kamu menyesatkan."
"Dih?"
"Gitu sih, soalnya kamu mainnya kejauhan. Makanya gampang aja ngasih saran sama orang."
"Lah? Ya gampang lah, ngapain aku bikin susah?"
"Dasar Oneng!"
"Ya pikir aja, udah berapa lama Ara cuekin kamu? coba hitung, ingat-ingat lagi!"
"Umm ...."
"Berapa tahun?"
"Dua tahun." Galang dengan raut sendu.
"Sebelum di cuekin, apa yang dia lakuin ke kamu?"
"Minta putus."
"Terus?"
"Dia pindah kuliah ke Paris."
"Nah kan? Udah ngajak putus, habis itu dua tahun lagi di cuekin? Kode itu Lang, kode!"
"Kode apaan Oneng?"
"Ya kode kalau dia udah nggak mau lagi sama kamu."
"Ah, ... Oneng mah kalau ngomong suka kejam!" Galang menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi.
"Tapi fakta."
"Fakta kamu kejam!"
"Lebih baik ketahuan kejam dari pada diam-diam tapi kenyakitkan. Kayak kamu."
"Dih?"
"Move on Dul, masih banya cewek seksi di luaran sana."
"Aku nggak butuh yang seksi."
"Ngibul. Mana ada cowok nggak suka yang seksi?"
"Ada."
"Mana buktinya?"
"Tuh, yang lagi ngejar bocah di lintasan." Galang menyentakkan dagunya, lalu Rania mengikutinya dengan pandangan di mana suami dan kedua nakanya tengah saling berkejaran.
"Kamu ledekin aku ya?" Lalu dia menepuk pundak sahabatnya itu dengan keras.
"Aku kan bicara fakta, Oneng!"
"Fakta apaan?"
"Ya emang faktanya kalau kamu nggak seksi."
"Ish, ..." Rania hampir saja memukul kepala sahabatnya tersebut.
"Bercanda Oneng, hahaha ... Kamu seksi kok, buktinya Pak Dimi sampai klepek-klepek."
"Ah, ... kamu ralatnya telat. Aku keburu kesel."
"Dih, jangan kesel-kesel. Nanti cepet tua, apalagi kalau udah punya anak dua." Pria itu tertawa terbahak-bahak.
"Biarin, tua juga tapi nggak jomblo kayak kamu."
"Duh, kebiasaan bawa-bawa status?"
"Kan fakta Dudul!" Rania menekan kata fakta untuk menegaskan maksudnya.
"Iya iya, serah ajalah, asal Oneng seneng. Apalagi?"
Lalu percakapan mereka harus terjeda ketika ponsel milik Rania berdering.
"Lah, aki-aki nelfonin melulu?" ucap Galang saat melihat kontak penelfon di layar ponsel Rania.
Perempuan itu segera menggeser tombol hijau untuk menjawab.
"Ya Papa?"
"Kalian belum pulang? Ini udah sore lho?" Angga mengingatkan.
"Iya sebentar lagi. Anya belum naik motornya Galang, nanti ngambek kalau nggak di turutin."
"Lah kenapa? Memangnya si Galang nggak ngasih naik motor?" Angga bereaksi.
"Lintasannya masih penuh Pah."
"Masih ada penonton?"
"Masih lah, ini Galang baru aja selesai foto-foto sama fans."
"Cieee ... Si Dudul punya fans?" terdengar suara tawa dari seberang sana.
"Banyak Pah, sampai kesel nungguin dia di sini."
Angga tertawa lagi. "Bilangin suruh cari jodoh, biar nggak sendirian terus touringnya. Kasihan dia jadi nyamuk terus."
"Aku denger lho Om." Galang merebut ponsel dari tangan Rania.
"Apaan?"
"Om udah aki-aki juga sama kejamnya kayak si Oneng?"
"Siapa yang aki-aki?" Angga berujar.
"Itu, akinya Anya sama Zenya."
"Dih, aki-aki gini juga keren tahu?"
"Keren apanya?"
"Ya keren aja pokoknya."
"Om ngaco!"
"Biarin, tapi nggak jomblo kayak kamu." Angga menjawab lagi.
"Yah, ini bapak sama anak sama aja. Udah om lah, jangan nelfon lagi. Bikin kesel orang aja!" Galang dengan raut kesal.
"Lagian siapa yang nelefon kamu? Saya kan nelefon si Oneng, mau nanyain anak-anak juga. Bukan kamu."
"Serah Om lah." Lalu Galang mengembalikan ponsel tersebut kepada Rania yang tertawa terbahak-bahak.
"Oneng?"
"Ya Pah?"
"Nanti pulangnya jangan kesorean, Papa mau ajak si Jejen jalan." Angga berpesan.
"Papa ih kebiasaan!"
"Kenapa?"
"Jangan panggil Zenya Jejen dong!"
"Kenapa? Suka-suka Papa lah."
"Nanti Papinya marah lagi, aku yang kena."
"Masa?"
"Iya. Kalau manggil Zenya tuh yang bener. Jangan Jejen-Jejen melulu?" protes Rania.
"Itu yang gampang Ran."
"Iya, tapi nanti Dimitri marah kalau Papa terus panggil Zenya gitu."
"Emangnya dia berani marah sama Papa?"
"Ya ... ngga akan juga sih, tapi kan ...."
"Ya udah, kenapa ribet sih?"
"Tapi pah ...."
"Lagian kasih nama anak yang susah di sebutin?" Angga menggerutu.
"Dahlah, yang penting cepetan bawa Jejen pulang. Soalnya kalian pasti besok udah pulang ke Jakarta lagi. Ya Papa sebentar ketemu anak-anaknya."
"Iya Pah iya." Lalu percakapan pun berakhir.
"Om Galang? Jalannya udah kosong." Anya berlari ke arah bangku penonton, dan memang benar lintasan tanah itu sudah lengang. Rupanya orang-orang sudah beranjak pergi meninggalkan tempat itu karena hari sudah semakin sore.
"Dih, nggak lupa tuh bocah?" Galang menggerutu.
"Om Galang?" Panggil Anya lagi.
"Iya iya bawel. Mirip emaknya nih bocah ah!" katanya, namun tak urung juga dia menuruti kemauan anak itu seperti janjinya tadi.
🌺
🌺
🌺
Bersambung ...
Masihkah kalian ingat dengan Kang Dudul? 😂😂
ayo kita berpetualang lagi?
langsung klik favorit dong, biar dapat notifikasinya kalau update episode baru.
Lope lope sekebon 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
mama kennand
lope lope lah dudul 😘😘😘😘
2023-06-19
0
mama kennand
ada lagi kang d dudul 😅😅😅
2023-06-19
0
mama kennand
aku paham 😅😅😅
2023-06-19
0