🌺
🌺
"Sayang, Ara sudah menelfonmu minggu ini?" Dygta menuangkan kopi hitam untuk suaminya, seperti biasa.
"Belum." Arfan menggelengkan kepala.
"Aneh sekali. Kepadaku juga dia tidak menelfon. Kira-kira kenapa ya?"
"Entahlah. Biarkan saja dia begitu, mungkin sedang konsentrasi pada kuliahnya. Bukankah sebentar lagi dia ujian?"
"Iya juga sih. Tapi aku sedikit khawatir.
Sudah beberapa bulan ini dia jarang menghubungi kita." Dygta menyesap lemon tea hangatnya.
"Aku yakin dia hanya sedang fokus pada kuliah." Arfan menatap layar ponselnya, menggeser beberapa foto dari laporan yang dia terima dari orang suruhannya.
"Atau dia menghubungi Tante Mytha ya, tapi lupa menghubungi kita?" Dygta seakan tidak puas dengan jawaban suaminya.
"Ah, ... dia pasti menghubungi Galang." Kemudian perempuan itu meraih ponsel miliknya. Masuk ke aplikasi telefon dan bermaksud melakukan panggilan.
"Siapa yang mau kamu telefon?" Yang akhirnya menyita perhatian Arfan.
"Galang."
"Kenapa menelfon Galang?" Pria itu mengerutkan dahi.
"Ya mau bertanya soal Ara lah."
"Kenapa bertanya soal Ara kepada Galang?"
"Ya siapa tahu Ara menelfon dia, kan bisa saja?"
"Mana mungkin? Mereka kan sudah putus." Pria itu sedikit terkekeh.
"Memangnya kalau putus langsung putus komunikasi ya?"
"Memangnya tidak?"
"Ya kita tidak tahu. Bisa saja mereka masih berkomunikasi, atau saling mengabari?" Dygta menatap layar ponselnya.
"Kenapa sih tidak di angkat? Memangnya pagi-pagi begini Galang sudah sibuk ya?" Perempuan itu menggerutu.
"Jelas sudah sibuk, bukankah hari ini dimulai pembukaan lowongan kerja di Nikolai Grup?" Arfan meyesap kopinya yang mulai dingin.
"Oh iya, aku lupa. Seharian ini Galang pasti sibuk."
"Ya sudah, kenapa juga harus repot-repot menghubungi dia segala sih? Tenang saja, nanti juga Ara akan menghubungi kita." Pria itu dengan tenangnya.
Dygta terdiam sambil menatap suaminya yang begitu tenang. Sikapnya akhir-akhir ini tak sekeras biasanya, dan itu bagus. Tapi membuatnya curiga.
"Kamu tahu sesuatu ya?" Perempuan itu memicingkan mata.
Arfan tak segera menjawab, namun dia malah teus menikmati sarapannya dan tetap asyik menggeser-geser layar ponselnya.
"Sayang!" Dygta meraih tangan pria itu untuk meraih perhatiannya.
"Ya? Apa?" Arfan pun menoleh.
"Kamu pasti tahu sesuatu, aku yakin!"
"Soal apa?"
"Soal Ara."
Arfan menghela napasnya dengan cepat.
"Kenapa diam? Benar ya?"
"Ara sudah dewasa, dan kamu bilang kita harus membiarkannya menjalani apa yang dia mau. Selalu itu yang kamu katakan setiap kali aku melakukan sesuatu untuk Ara." Arfan bereaksi.
"Tapi sikap kamu yang seperti ini terasa mencurigakan."
"Mencurigakan apanya? Bukankah aku menuriti apa yang kamu mau? Lalu di mana masalahnya?"
"Sudahlah, biarkan saja Ara dengan yang dia jalani sekarang. Bukankah bagus jika dia mandiri? Aku yakin dia baik-baik saja. Dia hanya sedang berusaha mengejar cita-citanya."
Dygta masih menatap suaminya.
"Aku masih yakin kalau kamu ada hubungannya dengan keputusan Ara?"
"Apa maksudmu?"
"Aku yakin kamu punya andil soal putusnya hubungan Ara dan Galang." Dygta memperjelas kata-katanya.
"Apa? Kenapa kamu bicara begitu?"
"Kamu tenang sekali waktu tahu mereka putus. Apalagi waktu tahu Ara mau pindah kuliah ke Paris. Kamu tidak melarang, bahkan tidak terkejut sama sekali. Aku curiga, jangan-jangan kamu yang menyuruh Ara kuliah di Paris."
"Kamu ngaco! Mana bisa seperti itu? Ara itu sudah dewasa, sudah tidak bisa di atur lagi seperti waktu dia kecil. Dia punya pemikiran dan niatnya sendiri soal cita-cita, jadi kenapa aku harus melarangnya? Biarkan saja dia mengetahui dunia luar agar pengetahuan dan wawasannya luas."
"Dan soal hubungannya dengan Galang, itu juga tidak ada hubungannya denganku. Mungkin mereka sudah tidak cocok. Jadi kenapa harus di paksakan? Baru pacaran, dan mereka beruntung mengetahui ketidak cocokan dari sekarang. Tidak terlambat setelah menikah."
Dygta terlihat mendengus.
"Kenapa? Kamu masih kecewa karena hubungan mereka berakhir? Sesuka itu ya kamu kepada Galang?"
"Eh, apa itu maksudnya?" Dygta kembali buka suara.
"Hah dasar, kalian para perempuan suka mudah sekali terkesan kalau melihat pemuda seperti Galang." Arfan berujar.
"Memang apa masalahnya? Dia baik, pintar, juga rajin bekerja. Prestasinya membanggakan. Orang tuanya pasti sangat senang karena berhasil mendidik putra mereka hingga dia menjadi sebaik ini. Papi saja terkesan begitu mengenal dia, dan kamu sendiri tahu bahaimana Papi kan?"
"Hmm ...." Arfan menggumam.
"Kamu hanya sentimen kepada Galang."
"Apa?"
"Kamu ...."
"Mommy, udah waktunya kita pergi sekolah." Arkhan dan ketika adiknya yang dari tadi menyimak percakapan orang tua mereka akhirnya menyela.
Dygta dan Arfan tertegun, baru menyadari keberadaan anak mereka disana.
"Umm ...."
"Siapa yang antar? Papa atau Mommy?" Arkhan bertanya lagi.
"Astaga, Papa sampai lupa." Arfan menyesap habis kopinya.
"Lihat, gara-gara Galang kita jadi terus berdebat. Setiap kali pasti seperti itu." Pria itu bangkit dari kursinya.
"Baik anak-anak, hari ini Papa yang antar. Ayo?"
"Serius?" Arkhan bereaksi.
"Iya, kebetulan hari ini waktu Papa senggang."
"Asik!"
"Yeayyy!!" Ke empat anak itu pun berteriak kegirangan.
"Duh, senang sekali kalian ini." Dygta bergumam.
"Pergi dulu Mommy!" Arfan menyeringai karena bisa menghindar dari perdebatan barusan. Kemudian dia mengecup puncak kepala sang istri. Diikuti ke empat anak mereka yang mencium tangan dan pipinya.
"Bekal dan segalanya kalian tidak lupa kan?" Dygta mengingatkan.
"Nggak Mom, punyaku udah aman." Anandita menjawab.
"Aku juga udah." Aksa dan Asha pun menyahut.
"Dah Mommy, pergi dulu." Mereka pun segera pergi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Ada lagi yang harus di siapkan?" Galang kembali memeriksa kesiapan.
Pembukaan lowongan kerja baik secara online atau pun offline sudah dimulai, membuat kantor pusat Nikolai Grup sangat sibuk pada hari itu.
"Tidak, semuanya sudah lengkap." Clarra menjawab. Dia juga sudah dengan penampilan sempurnanya seperti biasa.
"Baiklah, beri tahu saja jika sudah waktunya di buka. Aku lihat orang-orang sudah mulai berdatangan?" Pria itu melihat lewat jendela.
Tampak di bawah sana para pelamar kerja sudah tiba, dan mereka menunggu di tempat yag sudah di sediakan.
"Kenapa sih tidak online saja? Kan lebih mudah, tidak akan terjadi antrian seperti ini. Lagi pula, Nikolai Grup ini perusahaan yang sangat besar. Rasanya konyol sekali jika kita melakukan perekrutan pegawai dengan cara seperti ini." Galang dengan pendapatnya sendiri.
"Well, aku rasa Pak Satria punya tujuannya sendiri mengapa kita melakukan perekrutan semacam ini." Clarra menyerahkan beberapa dokumen pendukung kepada asisten nomor dua dari atasannya itu.
"Bagaimana dengan Dimitri?"
"Dia hanya mengikuti perintah ayahnya. Kamu tahu, Pak Satria tidak akan melepaskan Nikolai Grup kepada anak-anaknya begitu saja. Ada beberapa hal yag akan ikut dia urus."
Galang mengangguk-anggukka kepala.
"Nanti kamu bertugas di depan ya? Sebagai interviewer utama. Staff lain sudah memilih beberapa pelamar yang akan kamu wawancarai, yang akan di tempatkan di beberapa posisi penting. Sementara sisanya ditangani yang lain."
"Hmm ... kenapa juga harus aku yang mewawancara? Kenapa tidak kamu atau Pak Andra?" protes Galang kepada si sekretaris.
"Sekarang itu jadi tugasmu. Memilih kandidat yang tepat untuk bekerja di Nikolai Grup." Clarra tertawa.
"Sepertinya akan sulit." Pria itu bergumam.
"Yang penting masuk kriteria dan standar pekerja Nikolai Grup. Catatannya sudah aku tambahkan di filemu." Perempuan itu menunjuk dokumen di tangan Galang.
"Baiklah."
"Semangatlah Pak, kenapa sih kamu lesu begini? Masih belum bisa move on dari anaknya Pak Arfan ya?" Clarra tertawa.
"Ish ... apa sih kamu ini? Pakai ikut-ikutan segala?" Galang dengan raut kesal.
"Habisnya kamu se lesu ini?"
"Aku hanya kelelahan."
"Bukanya kamu datang semalam ya? Aku rasa kamu tidak akan seperti ini kalau saja kamu memanfaatkan waktu beberapa jam itu dengan benar untuk istirahat. Bukannya malah stalking akun media sosial seseorang."
"Apa? Kamu mengawasi aku ya?" Galang bereaksi.
"Sudah berapa lama kamu bekerja di Nikolai Grup?" Clarra mecondongkan tubuhnya.
"Apa hubungannya? Aku rasa kamu sudah faham kenapa aku tahu. Ingat, semua alat komunikasi staff utama di perusahaan ini ada dalam pengawasan. Jadi ya aku pasti tahu."
"Luar biasa."
"Sudah tahu kan?"
"Tapi jangan sampai mengganggu privasi ya, aku tidak suka!" Galang mengancam.
"Privasi yang mana?" Perempuan itu membalikan ucapan.
"Umm ...."
"Urusan pribadi? Yang mana? Aku pikir kamu nggak punya kehidupan pribadi? Kamu kan jomblo?" Lalu Clarra tertawa.
"Iya, seperti halnya kamu." Galang menjawab. membuat sekretaris nomor satu perusahaan Nikolai Grup itu menghentikan tawanya.
"Sesama jomblo jangan saling mendahului Bu!"
"Kamu!" Clarra membulatkan kedua bola matanya.
"Aku jomblo karena di tinggal pergi, nah kamu?"
"Galang! Cepat kerjakan tugasmu!" Perempuan itu dengan suara yang lebih tinggi dari sebelumnya. Dengan raut wajah yang tidak enak dilihat tentunya.
Namun hal itu membuat Galang tertawa puas karena dia mendapatkan lawan yang tidak terlalu sulit untuk dibalas.
"Pergi sana! Kerjakan tugasmu!" ucap Clarra lagi, berusaha tegas.
"Tenang, aku akan menyelesaikan pekerjaanku dengan baik." Pria itu memilih untuk pergi. Tapi sebelumnya, dia menghentikan langkah beberapa meter di depan Clarra.
"Sekarang aku tahu kenapa kamu jomblo?" Lalu dia menoleh. "Karena kamu galak! Mana ada laki-laki yang suka perempuan galak sepertimu?" Kemudian tertawa.
"Galang! Beraninya kamu?" Membuat Clarra kembali berteriak, dan Galang segera berlari untuk menghindari lemparan file seperti yang pernah di alaminya beberapa bulan yang lalu.
🌺
🌺
🌺
Bersambung ...
Emak-emak pasti kegirangan di temuin sama Kang Jahe.😁😁
ayo gaess, klik like, komen, dan kirim hadiah juga vote nya. Jangan lupa tekan favorit dan kasih rate bintang lima biar novel ini naik ya.
lope lope sekebon😘😘
Aku mau bayangin om Arfan waktu muda aja ah ..😂😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Nur Aini
aq lbh ngefans ke satria lope lope ❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
2024-09-12
0
mama kennand
jadi mikir enak'ya jadi digta 🤔🤣🤣🤣
2023-06-20
1
mama kennand
kesayangan aku om Arfan 😘😘😘
2023-06-19
0