TANIA

TANIA

1

SMA Karuma. Nama sekolah itu, aku sangat menyukainya. Terlihat halaman parkir sedikit lebih luas. Aku berjalan lagi, gedung basket. Teringat suara suporter SMA Karuma bersorak mendukung tim kebanggaannya. Lalu aku duduk di tribun. Terlihat para pemain basket SMA Karuma berusaha mencetak angka. Sang kapten mendrible bola, lalu diberikan pada pemain nomor 11. Pemain nomor 11 berlari menuju ring, namun dihadang pemain lawan. Terlihat olehnya pemain nomor 7 berdiri bebas, diumpankanlah bola itu pada pemain nomor 7. Terdengar keras pelatih berteriak "SHOOT!!!". Entah apa yang dipikirkan pemain nomor 7 itu, dia tidak segera memasukkan bola. Aku, dan mungkin semua pendukung SMA Karuma berharap cemas pada pemain nomor 7 itu. Namun, Aku merasa dia sedang melihatku. Tersenyum padaku. Dan... aku tertawa kecil. Itu semua hanyalah masa lalu.

Aku beranjak dari tempat duduk tribun, meninggalkan sunyi senyap gedung basket disore hari itu. Aku mulai berjalan lagi melewati kantin. Banyak kejadian di tempat itu, aku tertawa kecil lagi. Lalu aku menuju toilet di lantai 3. Di situ, di tempat itu, aku tidak mau berlama-lama. Aku benci tempat itu.

Sejak aku pindah ke sekolah itu, saat itu kelas 10, semester 2. SMA Karuma adalah hidupku, duniaku yang kedua, setelah aku hampir mati. Emm... atau mungkin sudah mati, tapi Tuhan menyuruhku untuk hidup kembali.

Aku melanjutkan perjalanan mengelilingi sekolah itu. Lalu terlihat Sofie melambaikan tangan padaku.

"Tania!! Sudah dijemput!"

"Oke."

Aku segera menuju gerbang SMA Karuma. Beberapa detik kemudian, aku melihat seseorang dari gerbang sekolah dengan senyuman yang khas, dan sangat tampan, berlari ke arahku. Aku memanggilnya, lalu seseorang itu memelukku. Aku memeluknya juga dengan erat. Sambil memejamkan mata, Aku menangis karena menahan pahitnya merindu, namun aku sangat bahagia.

...***...

Aku merasakan seseorang mengguncang tubuhku, lalu aku terbangun. Sofie terlihat cemas melihatku. Aku menangis lagi malam ini.

"Kamu mimpi buruk lagi?" tanya Sofie,

Aku mengangguk. Lalu Sofie memelukku, sambil mengusap kepalaku.

"Ayo tidur bareng aku aja!?"

"Hm," aku mengangguk dan segera mengikutinya menuju kamarnya.

"Kamu pasti akan baik-baik aja. Semuanya akan baik-baik aja," kata Sofie menenangkan.

Aku terdiam sejenak.

"Aku cuma bingung, sebenarnya ada apa denganku? Mimpi itu, selalu datang tiap malam. Kadang membuatku menangis, kadang membuatku bahagia," kataku.

...***...

Pagi-pagi sekali aku bangun. Segera aku berangkat ke sekolah. Hari ini hari Senin, aku bertugas menjadi petugas upacara, petugas pengibar bendera. Aku dan Sofie selalu berangkat bersama, namun ini hari Senin, aku selalu berangkat lebih dulu.

Tepat pukul 7 pagi. Upacara dimulai. Sepuluh menit kemudian, tiba giliran petugas bendera untuk mengibarkan bendera. Sukses. Kami kembali ke tempat. Lalu dilanjutkan pada amanat pembina upacara. Aku terdiam dan menunduk. Suara kepala sekolah yang tadi terdengar sangat jelas, tiba-tiba menghilang dari pendengaranku. Harusnya tiap petugas bersikap tegap dan siap, namun aku terus menunduk. Samar-samar aku mendengar, Uci berbisik menyuruhku untuk bersikap tegap. Namun kepala dan telingaku penuh dengan suara gaduh, teriakan, dan tangisan. Lalu aku mengeluarkan suara, suara yang terdengar ketakutan. Ya, aku memang sedang ketakutan. Tanganku bergetar hebat. Lalu aku menjerit sesaat. Nafasku terengah-engah. Namun tiba-tiba suara-suara gaduh itu berhenti. Sunyi.

Masih dalam kondisi menunduk, aku membuka mata. Aku melirik ke arah sekitar. Semua mata tertuju padaku. Melihatku dengan tatapan takut, tatapan jijik, tatapan yang... ah, aku sendiri tidak bisa menjelaskan. Tubuhku lagi-lagi bergetar hebat. Aku tidak bisa mengendalikannya. Semua peserta upacara semburat menjauh, termasuk Uci dan Karin, petugas bendera yang lain. Aku merasa sakit, hingga aku menjerit. Terlihat samar-samar seorang murid laki-laki berlari ke arahku, menangkap tubuhku yang akan jatuh. Lalu aku mendengar Sofie memanggil namaku, dan...

semua gelap.

...***...

UKS. Kulihat Sofie didepan mata, terlihat cemas. Lalu dia membantuku untuk bangun dari kasur.

"Ayo ke kelas, Sof!" ajakku,

"Yakin? Kamu sarapan aja dulu. Aku udah bawain sarapan, masakan spesial dari Bu Ida."

Bu Ida adalah pemilik kantin langganan kelas 11 IPA 3, kelas mereka. Aku menatap makanan yang dibawa Sofie.

"Kenapa cuma diliatin!? Ayo cepat di makan." Sofie menyodorkan makanannya padaku.

"Tapi, Sof, ini kan sudah jam pelajaran," kataku sambil melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 8.

"Iya tahu. Aku udah ijin ke Bu Farida. Bu Farida nyuruh kamu untuk istirahat, bahkan nyuruh untuk pulang. Karena aku yakin kamu nggak akan mau kembali ke asrama, jadi lebih baik kamu istirahat aja di sini, sampai pergantian jam. Oke!?"

Aku hanya mengangguk lemah pada Sofie.

Saat aku memakan makanan yang dibawa Sofie, ku lihat dia memandangku.

"Kenapa?" tanyaku.

Sofie tersenyum.

"Kenapa senyum-senyum?" tanyaku lagi.

"Makan yang banyak. Biar tetap sehat, kuat, dan cantik," jawab Sofie.

Aku tertawa sampai tersedak. Sofie langsung panik melihatku tersedak.

"Kamu nggak masuk kelas? Aku nggak apa-apa kok ditinggal di sini, aku bisa masuk ke kelas sendiri nanti," kataku.

"Enggak. Kenapa sih? Nggak boleh nemenin? Lagipula males banget di kelas, pusing banget, ngantuk. Kasilah sahabatmu ini untuk bersantai sejenak," jawab Sofie.

"Oke-oke, silakan," kataku sambil melanjutkan makan.

"Btw tadi kenapa? Belum sarapan?" tanya Sofie.

"Udah kok, sarapan sama roti yang semalem kamu beli," jawabku.

"Kepanasan? Tapi emang lagi terik aja sih matahari hari ini, sampai pusing," jawab Sofie.

"Siapa yang bawa aku k UKS? Nggak mungkin kamu kan!?" kataku bercanda.

"Aku gendongin kamu ya jatuh duluan," jawab Sofie.

"Terus siapa?" tanyaku lagi.

"Itu si A---" jawaban Sofie terputus.

"Tania, kamu sudah sadar?" tanya dokter Lina.

"Sudah dokter, tapi masih lemas banget," jawabku.

"Ya sudah, kamu istirahat dulu aja. Sudah sarapan kan?" tanya dokter Lina.

"Sudah, dok. Saya pastikan aman," sahut Sofie.

Dokter Lina masuk ke ruangannya.

SMA Karuma ini sekolah favoritku. Jujur aku belum pernah mendengar sekolah ini sebelumnya, sampai suatu saat Bu Ariani mengajakku sekolah di sini karena beliau juga bekerja di sini.

...***...

Jam pelajaran keenam, Tania dan Sofie baru masuk kelas.

"Enak banget nggak ikutan pelajaran di awal tadi," kata Reza, troublemaker di kelas.

"Ya udah sana kamu yang ke kelas!" kata Sofie.

"Dia abis dihukum aja karena nggak ngerjain tugas, makanya sirik," kata Lupita.

"Dasar!" kata Sofie lalu duduk di bangkunya.

"Tania, kamu nggak apa-apa?" tanya Lupita.

"Lemas aja sih, tapi sudah nggak apa-apa, aku sehat," jawabku.

Aku menoleh ke arah Sofie yang melihatku nelangsa.

"Kenapa?" tanyaku.

Sofie menggelengkan kepala lalu tersenyum.

...***...

Terpopuler

Comments

realname

realname

bab awal udah bikin "hah? kenapa?"

2022-10-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!