4

(POV 3)

Mendadak di depan kelas 12 IPS 1 penuh sesak. Penghuni asli kelas itu sampai terheran-heran.

"Kak Diana punya temen cowok keren kayak gitu nggak bilang-bilang sih?" tanya salah satu adik kelas pada salah satu penghuni kelas 12 IPS 1.

"Hah? Kalian ngomong apa sih?" Diana bingung.

"Itu loh, Din, cowok pindahan. Yang kemarin main basketnya kece abis." Yuli murid kelas 12 IPS 3 yang ikut-ikutan berkumpul di depan kelas 12 IPS 1.

"Ah! Rei. Emangnya aku harus lapor gitu ke kalian kalau ada murid pindahan!? Kayak kurang kerjaan aja," kata Diana ketus, dan langsung memilih untuk masuk kelas.

Kenapa mereka hanya berkumpul di luar kelas? Karena peraturan di SMA Karuma, selain penghuni kelas dilarang untuk masuk kelas tersebut. Canggihnya, tiap murid SMA Karuma diberi sebuah gelang yang dapat mendeteksi apakah dia murid SMA Karuma atau bukan, dan gelang itu juga berfungsi mendeteksi apakah murid tersebut dari kelas yang sudah ditentukan sekolah atau tidak. Jadi, jika ada murid kelas lain masuk ke kelas lainnya tanpa ijin alias nyelonong, gelang itu langsung mendeteksi, lalu ketahuan bukan dari kelas tersebut, maka urusannya bisa panjang. Itulah salah satu yang dicintai Tania dari sekolah ini.

Setelah hampir 30 menit menanti, akhirnya yang dinanti datang juga. Rei berjalan santai sambil mendrible bola basket yang selalu dibawanya. Sesampainya dia di depan kelas, murid-murid yang berkumpul sejak tadi langsung menghambur pada Rei, bak seorang artis yang dikerumuni fans-fansnya. Rei sangat terkejut dengan serangan mendadak itu. Namun serangan itu tidak berlangsung lama. Sang ketua kelas 12 IPS 1 yang juga kapten basket SMA Karuma, Leo, datang membubarkan pasukan-pasukan wanita itu, karena kebetulan juga bel masuk sudah berbunyi.

"Thanks," ucap Rei yang masih terkejut.

"Baru tiga hari sekolah disini, fansmu udah banyak banget. Hebat. Ayo masuk!" kata Leo sambil merangkul Rei masuk ke kelas.

...***...

(POV 1)

Istirahat. Aku dan Sofie segera menuju kantin. Kantin favorit kelas 11 IPA 3, Kantin Bu Ida 91. 91? Menurut sejarah, bu Ida ini mulai berjualan di kantin SMA Karuma sejak tahun 91, ya sejak sekolah ini berdiri.

Perlu diketahui, tidak ada satu pun murid dari kelas lain yang makan di kantin bu Ida. Ada yang bilang, kantin bu Ida itu milik kelas 11 IPA 3. Atau ini ulah senior yang mengatakan haram untuk makan di kantin bu Ida, karena aku. Hampir semua murid SMA Karuma jijik melihatku.

Kantin kelas 10, 11, dan 12 dibedakan. Jadi jarang sekali aku melihat seliweran murid junior atau senior di kantin ini. Tapi ada pemandangan yang berbeda hari ini. Aku melihat kak Leo dan beberapa temannya berada di kantin kelas 11. Kantin yang awalnya memang sudah ramai, semakin heboh setelah tahu ada senior favorit mereka di kantin kelas 11.

"Kak Leo emang banyak banget ya fansnya!? Main basketnya oke sih, kapten pula. Makanya fansnya sampai histeris kayak gitu," kataku polos.

Aku tersadar Sofie sedang menatapku. Aku bingung dengan tatapannya.

"Kenapa lihat aku sampai kayak gitu, Sof? Ada yang salah sama omonganku?"

Sofie menghela napas.

"Tania, kamu sadar nggak sih!? Mereka nggak lagi hebohin kak Leo. Tuh! Mereka lagi histeris sama anak pindahan itu. Masak nggak bisa bedain sih."

"Oh ya!?"

Lalu aku menyadarinya setelah itu. Aku teringat pertandingan kemarin. Anak baru itu menarik perhatian banyak orang karena permainannya. Aku memandanginya dari tempat dudukku. Semakin lama semakin dekat. Ya, kak Leo dan kawan-kawan, termasuk anak baru itu duduk di kantin bu Ida yang harusnya 'haram' bagi mereka yang bukan dari kelas 11 IPA 3. Mereka duduk tepat di depanku dan Sofie.

Beberapa detik kemudian datang Arka yang langsung duduk di sebelahku sambil membawa semangkuk nasi soto. Tahu Arka ada di sebelahku, Sofie merengek untuk tukar posisi. Aku segera beranjak, namun tiba-tiba tangan Arka mencengkeram tanganku dan menyuruhku untuk tetap duduk. Sofie tahu kejadian itu, dia hanya cemberut setelah mendengarnya.

"Kak Leo kenapa ke kantinnya kelas 11? Nggak biasanya kayak gini," tanya Sofie.

"Kantin kelas 12 penuh. Tumpah ruah," jawab kak Leo.

Aku bingung yang dimaksud kak Leo.

"Kantin kelas 12, berubah jadi kantin umum. Kelas 10 sampai kelas 12, ada di sana semua. Lebih tepatnya murid-murid perempuan yang pada ngumpul disana."

"Pasti karena kakak ini." Aku menunjuk ke arah anak baru itu.

Anak baru itu mengangkat alisnya. Kak Leo tertawa. Aku pun ikut tertawa.

"Setuju deh sama kamu. Dari tadi pagi cewek-cewek itu nungguin Rei di depan kelas. Eh, sekarang ngumpul di kantin. Karena saking penuhnya, kami mengungsi ke sini. Ketimbang Rei dapat serangan fajar lagi. Sini juga yang repot," jawab Kak Leo.

"Ooohh... nama kakak ini, Rei? Oh ya, kak, kemarin mainnya kece banget lho. Kak Rei pemain basket profesional?" tanya Sofie yang masih penasaran.

"Melakukan apapun memang harus profesional, kan!? Nggak harus jadi seorang profesional dulu baru melakukan hal dengan profesional," kata anak baru itu sambil tesenyum manis sekali.

Beberapa menit kemudian, pesanan kami datang. Aku memesan semangkuk mie ayam. Lalu menuangkan beberapa sendok saos tomat dalam mangkuk. Sofie memberiku semangkuk sambal, lalu aku menuangkannya. Satu sendok, dua sendok, tiga sendok, empat...., lima......, enam...., tujuh...., dan "TANIA STOOOP!!!", aku merasa sangat cepat melakukan itu, hampir semua aku tuangkan ke dalam mangkukku, jika Sofie tidak meneriakiku untuk berhenti. Aku meletakkan sendok sambal itu. Aku melihat orang-orang di depanku, mereka terlihat sangat terkejut. Aku menoleh pada Arka, dia melihatku khawatir, lalu Sofie... dia langsung memelukku.

...***...

Sepulang sekolah hari ini aku ada jadwal latihan paskibra. Paskibraka? Hmmm... sejujurnya aku sendiri tidak tahu sejak kapan aku menyukai kegiatan ini, dan sejak kapan pula aku tertarik dengan yang namanya upacara, ya, upacara. Kebanyakan murid-murid di sekolah ini, sangat jengkel bila hari senin pagi telah tiba, karena mereka harus melaksanakan upacara bendera. Apalagi kalau matahari sedang bersemangatnya menyinari alam semesta ini, sudah dipastikan banyak yang mengeluh kepanasan, dan banyak pula yang pingsan.

Setelah selesai berlatih, aku duduk di tepi lapangan upacara. Sendiri. Teman-teman lainnya sudah pulang lebih dulu. Dan...

"Hai!"

Aku menoleh ke arah sumber suara itu.

"Oh! Kakak."

Kak Rei terlihat bingung.

"Kakak?"

Aku mengangguk.

"Iya. Kenapa, kak? Ada yang salah?"

"Em... Enggak. Nggak ada yang salah. Bener," jawab Kak Rei sedikit canggung.

"Kakak kok belum pulang?". Aku melihat bola basket yang dibawanya di tangan sebelah kiri. "Oh! Abis latihan basket?"

Dia mengangguk.

"Kakak udah masuk tim basket Karuma?"

"Iya. Leo yang minta. Mumpung belum dilarang, ya aku manfaatin aja. Kan kalau udah kelas 12 gini, pasti nggak boleh ikut ekskul apa-apa lagi. Harus fokus sama ujian."

"Permainan kakak hari selasa kemarin emang bagus banget," kataku jujur.

Dia tersenyum.

"Ah! Kamu kenapa belum pulang? Sekolah udah sepi kayak gini."

"Tadi abis latihan paskib, kak," jawabku sambil tersenyum.

Entah bagian mana perkataanku yang membuatnya terkejut sampai menyemburkan air yang baru diminumnya itu.

"PASKIB???"

Aku mengangguk hati-hati. "Kenapa, kak? Kok sampai sekaget itu."

"Nggak... nggak apa-apa. Bagus... bagus banget kamu ikutan paskib." Kak Rei sambil mengacungkan jempolnya. Tapi jujur, ekspresinya tidak mengatakan kalau paskib itu kegiatan yang baik.

"Kak, aku balik dulu ya!? Udah sore nih," pamitku.

"Naik apa?"

"Jalan kaki."

"Emang kamu tinggal dimana?"

"Asrama. Tuh! Deket lapangan sepak bola Karuma." Aku sambil menunjuk ke arah asrama yang bangunannya cukup tinggi.

Kak Rei ikut berdiri, ketika aku beranjak pulang. Dan aku benar-benar pamit untuk pulang duluan. Beberapa langkah, aku melihat Arka berjalan keluar dari gedung basket. Lalu aku menyapanya.

"Arka!"

"Pulang, Ta?" tanya Arka yang terlihat sangat lelah.

Aku mengangguk, "aku pulang duluan ya, ka!?"

"Hati-hati ya, Ta."

Aku melambaikan tangan pada Arka. Lalu kulihat Kak Rei masih berdiri di tempat yang sama. Dia melambaikan tangannya padaku, aku membalasnya.

...***...

(POV 3)

Setelah Tania tidak terlihat lagi, Rei berkutat pada pikirannya. Kadang dia bingung sendiri, lalu tiba-tiba tertawa kecil, "huh... paskib? Yang bener aja." Setelah itu dia menghampiri Arka yang juga masih berdiri di tempat yang sama.

Rei mendapati Arka sedang bengong. Tatapannya masih berada di gerbang sekolah. Pikiran jahilnya pun keluar, Rei meniup tengkuk sebelah kanan Arka. Tiba-tiba Arka menggeliat, dia melihat ulah siapa itu.

"KAK!!!"

"Hahahaaa... serius banget. Lihat apaan?"

"Enggak lihat apa-apa," jawab Arka gelagapan.

Rei curiga.

"Mmmm... Tanianya udah nggak kelihatan, ngapain dilihatin terus!? Ayo balik!!! Kamu nggak mau pulang? Mau ngelihatin gerbang terus?"

"Ck... kak Rei apaan sih!? Udah ayo balik!" Arka berjalan mendahului Rei.

Di belakangnya, Rei memperhatikan Arka, lalu tersenyum. Entahlah senyuman apa yang disunggingkan Rei pada Arka.

...***...

Terpopuler

Comments

realname

realname

I hate monday nya ank sekolah 🤭

2022-10-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!