(POV 3)
Seorang laki-laki sedang memainkan bola basket di lapangan SMA Karuma. Permainan yang indah. Beberapa kali dia melakukan dunk. Namun permainan itu terhenti karena seorang wanita paruh baya memanggilnya.
"Rei!!", panggil wanita itu.
Ya, nama seseorang yang sedang bermain basket itu adalah Rei.
"Tante pulang dulu. Kamu yakin nggak pulang ke rumah tante?", tanya wanita itu yang ternyata tantenya.
Rei tersenyum. "Aku yakin, tante."
"Kalau ada apa-apa, langsung cari ke rumah tante, langsung pulang ke rumah tante. Nanti tiap bulan, tante akan kirim uang."
"Terimakasih, tante. Nggak perlu repot-repot. Aku kan juga kerja."
Tantenya menghela napas.
"Ya sudah. Cepat kamu ke ruang konseling. Guru konseling sudah nunggu, nanti kamu akan diantar ke kelas barumu. Tante pulang dulu. Dan... jaga kesehatanmu, Rei."
"Oke, tante. Aku janji akan jaga kesehatan. Tante hati-hati di jalan ya!? Salamin buat Om Haris sama kak Yanuar."
Rei diantar ke kelas oleh guru BK yang diketahui bernama Bu Ariani. Kesan pertama saat melihat bu Ariani adalah cantik. Rei terkesan dengan kecantikan bu Ariani. Meskipun sudah terlihat seperti seorang ibu berusia 40 tahun, namun kecantikannya seperti masih berusia 30 tahun. Dan ketika Rei iseng bertanya usia Bu Ariani, beliau mengatakan bahwa usianya saat ini adalah 57 tahun.
Ketika sampai di kelasnya, Rei berhenti sejenak di ambang pintu kelas. Dia melihat sekitar kelasnya, dan berkata pada dirinya dalam hati, "Rei... ayo kita mulai dari sini!".
...***...
(POV 1)
Hari Selasa selalu menjadi hari favorit bagi murid perempuan 11 IPA 3, atau mungkin semua murid perempuan SMA Karuma yang mendapat jadwal pelajaran olahraga. Karena jam untuk nongkrong di kantin menjadi bertambah.
Setelah melakukan pemanasan dan berlari mengelilingi bangunan sekolah SMA Karuma, aku dan Sofie pergi ke kantin. Sebelum kami masuk ke kantin bu Ida, kami melihat murid-murid lain yang berada di kantin berlari keluar dengan terburu-buru. Murid-murid itu seperti penasaran dengan sesuatu. Aku dan Sofie saling berpandangan. Lalu teman sekelas kami, Weni, datang ke kantin.
"Wen, ada apa sih? Anak-anak kok pada lari-larian gitu? Mau kemana mereka?" tanya Sofie pada Weni.
"Kayaknya mau nonton basket juga."
"Basket? Emang ada pertandingan?" tanyaku.
"Ya kayak biasanya, kelas kita lawan kelas 12 IPS 1. Dan kalian tahu!? Kita biasanya menang kan lawan kelas itu, sekarang... bahkan masih babak pertama, udah kalah telak," kata Weni yang terlihat serius.
"Kalah telak? Berapa emang skornya?" tanya Sofie.
"13-80."
Aku dan Sofie saling pandang karena terkejut tidak percaya.
"Ini kamu nggak mau ikutan nonton, Wen?" tanyaku.
"Nontonlah. Pertandingan keren begitu, masa' nggak nonton. Aku beli camilan dulu, buat nonton pertandingan."
Karena penasaran, Sofie langsung menarikku menuju gedung basket. Selama perjalanan, aku melihat kelas-kelas banyak yang ditinggalkan murid-muridnya sebagian. Murid-murid yang lebih memilih tinggal di kelas, antara tidak suka dengan basket atau takut dimarahi guru pengajar mereka.
Tidak pernah aku duga, gedung lapangan basket ramai oleh penonton. Mereka seperti sedang menyaksikan pertandingan besar. Ini kan cuma pertandingan kelas 11 IPA 3 melawan 12 IPS 1, pertandingan yang biasa dilakukan tiap hari selasa jam pertama dan kedua. Penontonnya pun mungkin hanya dari murid-murid laki-laki kelas masing-masing. Terkadang, Tania dan Sofie juga setia nonton permainan 11 IPA 3 yang menurutnya sangat fantastis.
Tiba-tiba Weni sudah ada di sebelahku. Lalu dia mengajak kami berdua untuk duduk di tribun. Weni, Sofie dan aku mendapat duduk paling belakang, karena bangku depan sudah terlihat sangat sesak.
Aku melihat papan skor, 30-103. Aku masih tidak percaya, kelasku bisa kalah telak seperti itu. Aku mendengar banyak teriakan para murid perempuan. Aku tidak peduli. Namun yang membuatku takjub adalah permainan kelas 12 IPS 1 yang menjadi sangat hidup. Sang kapten tim basket SMA Karuma pun terlihat lebih bersemangat dari pertandingan-pertandingan sebelumnya ketika melawan kelas 11 IPA 3. Tunggu! Ada seseorang yang tidak pernah aku lihat di kelas 12 IPS 1.
"Itu siapa? Aku belum pernah lihat anak itu," kata Sofie yang ternyata juga menyadari keberadaan murid laki-laki itu.
"Kayaknya dia anak baru kelas 12 IPS 1. Ya, karena dia, kelas itu jadi beringas kayak gini. Kebanyakan dia yang masukin bola. Dia sering banget ngelakuin three point. Lompatannya juga keren banget, lay upnya... wah like a pro lah tuh anak. Arka kayak kalah level sama anak itu. Padahal selama ini Arka dapet predikat pemain terbaik. Bisa-bisa kegeser. Itu pun kalau anak baru itu masuk tim Karuma," jelas Weni.
"Arka bener-bener nggak berkutik, kasian dia," kata Sofie nelangsa.
Arka memang terlihat tidak berkutik. Tapi ekspresi muka Arka justru terlihat sangat kagum pada permainan anak baru itu.
"Wen, jangan-jangan dia pemain timnas!? Kenapa bisa sehebat itu?" tanya Sofie,
"Kamu suka nonton basket, kan? Tau pemain-pemain timnas, kan? Ada nggak mukanya dia? Enggak ada, Sofie."
"Timnas U-19 mungkin!?" Sofie terlihat ngeyel,
"Ah! Yang bareng Evan Dimas itu ya?"
"Aku serius, Weni. Evan Dimas kan pemain sepak bola. Lagi pula Evan Dimas usianya sekarang, berapa!?"
Weni menghela napas, "Anak baru itu nggak pernah main untuk timnas maupun klub."
Weni ini juga pemain basket SMA Karuma. Pengetahuan basketnya sangat diacungi jempol. Bahkan semua pemain basket profesional di dunia ini, nyaris dihafalnya. Semua pertandingan basket selalu dia tonton, meskipun tim favoritnya tidak sedang bertanding.
...***...
Setelah hari ini penuh dengan kejutan, aku pulang dan membersihkan diri.
Aku duduk di bingkai jendela kamar. Malam ini awan sedang mengeluarkan tangisannya. Entahlah apa yang sedang awan tangisi, hingga larut seperti ini pun dia tidak kunjung berhenti. Aku tidak peduli airnya mengenaiku. Ya, kamarku berada di Asrama Perempuan Karuma, lantai tiga. Dari kamar, aku bisa melihat megah sekolahku, mewahnya lapangan sepak bola milik SMA Karuma, serta menjulangnya menara masjid SMA Karuma.
Kembali lagi tentang tangisan awan, alias hujan. Aku juga tidak terlalu mengerti, setiap hujan turun, perasaanku menjadi tak karuan. Seakan-akan ada ikatan batin diantara kami. Oke, yang ini terlalu berlebihan.
Jam dalam ponsel menunjukkan angka 2, ya, saat ini sudah pukul 2 pagi, dan aku belum bisa tidur. Tidak. Lebih tepatnya aku takut untuk tidur. Entah sejak kapan aku mulai bermimpi yang aneh-aneh. Terkadang mimpiku itu bisa membuat Sofie terbangun dari kamarnya yang berada di sebelah kamarku. Aku benar-benar tertidur, jika mataku sudah kehabisan energi.
Aku segera menutup jendela, karena hujan semakin deras, dan petir mulai meraung-raung tak jelas. Aku menuju kasur, duduk sambil memeluk bantal. Mataku tertuju pada bola basket milikku. Aku tersenyum, kenapa aku suka sekali dengan bola itu!? Padahal aku nggak bisa main bola, apalagi basket, pikirku.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
realname
real ceritanya mulai seru dari sini👍🏻
2022-10-25
2