Dokter Cantik, Pelakor
Adinda langsung menuju ke Herquina Hospital begitu mendapat kabar dari salah satu tetangganya jika mamah di larikan ke sana.
Dengan perasaan takut dan debaran jantung yang kian tak menentu, dia terus mengayunkan kaki menyusuri lorong rumah sakit menuju kamar Meta. Pikiran Dinda tak kalah kalut memikirkan hal buruk terjadi pada mamahnya.
Setelah berlari cukup kencang, akhirnya Dinda sampai di depan bangsal milik Meta. Baru saja akan menyentuh handle pintu, tahu-tahu pintu itu justru terbuka. Sepasang matanya langsung bertemu pandang dengan dokter Zaskia yang menangani Meta. Dan kebetulan, dokter Zaskia adalah dokter pembimbing ketika Dinda menjadi dokter koas di rumah sakit ini.
"Dokter Kia" ucapnya reflek.
"Dokter Adinda?"
Namanya Adinda Sofiana, calon dokter yang sebentar lagi akan mengucapkan sumpah. Demi mewujudkan cita-cita, Dinda rela melakukan pekerjaan apapun asalkan halal. Selain itu, wanita itu juga kerap sekali meminjam uang pada sahabatnya jika membutuhkan secara mendadak untuk kepentingan praktek.
"Dok, bagaimana mamah saya?"
Dokter Zaskia lantas membawanya duduk di kursi tunggu depan ruangan Meta.
Sebelum menjawab pertanyaannya, dokter Zaskia menarik napas panjang dengan bibir menekan kedalam.
Kedua wanita itu sempat mengalihkan perhatian sejenak pada suster yang permisi masuk ke kamar untuk mengecek kondisi Meta. Begitu suster masuk, wanita berpakaian snelli itu kembali memusatkan perhatiannya pada Dinda.
Sejujurnya, Dinda menjadi was-was ketika melihat raut wajah dokter yang memiliki satu anak itu. Ekspresinya benar-benar tak bisa terbaca dan detik itu juga jantung Dinda rasanya berhenti berdetak untuk sesaat.
"Bu Meta harus segera melakukan pemasangan ring" Katanya yang membuat Dinda persekian detik langsung menahan napas. "Jika tidak, jantungnya tidak bisa bekerja dengan baik dan akibatnya akan fatal"
Setelah dokter Kia menyelesaikan kalimatnya, Tubuh Dinda bergetar dan lemas secara bersamaan.
"Kira-kira berapa biayanya dok?" Tanya Dinda agak sedikit was-was.
"Biaya untuk perawatan tersebut berkisar antara delapan puluh juta hingga seratus lima puluh jutaan untuk satu ring saja"
"Seratus lima puluh juta?" dokter Kia mengangguk meski pelan.
Sementara Dinda menghirup napas dalam-dalam, berusaha menetralkan perasaan bingung yang merongrong setelah mendengar jumlah angka fantastis keluar dari mulut dokter Kia.
Di satu sisi, dia tidak mau kehilangan mamahnya, tapi disisi lain, bagaimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu sedangkan dia baru saja akan mulai bekerja di rumah sakit ini?
"Apa tidak bisa menunggu satu atau dua bulan dok? Saya butuh waktu untuk mencari uang itu"
"Ini sangat urgent dokter Dinda, kondisi beliau semakin hari semakin lemah, kita tidak bisa menunggu terlalu lama"
"Apa tidak ada cara lain selain pemasangan ring jantung?"
"Tidak ada dokter"
Wanita cantik itu menghembuskan napas pasrah. Tak ada pilihan lain, sepertinya Dinda memang harus berusaha mencari uang itu secepatnya. Apapun caranya, akan ia lakukan demi kesembuhan sang mamah.
Jika seorang ibu berani berkorban untuk anaknya, lalu apa salahnya jika aku juga berkorban untuk mama.
"Dokter dinda?"
Panggilan dokter Zaskia menyadarkannya dari lamunan.
"Maaf dokter"
"Saya tahu anda pasti kesulitan melalui ini, tapi yakinlah, semua ada solusinya, semua ada jalan keluarnya. Saya yakin dokter Dinda akan mendapatkan kemudahan"
"Terimakasih dokter Kia"
Dokter cantik itu tersenyum tipis. "Kalau begitu, saya permisi"
"Ya dokter, silakan!"
Begitu sosok dokter Kia bangkit dan melangkah meninggalkan Dinda, dia kembali termangu dengan sekelumit masalah yang kian menjeratnya.
Mencari cara bagaimana dan dimana bisa mendapatkan uang itu. Pinjam ke Fino sepertinya juga tidak mungkin, hutangnya sudah cukup banyak padanya. Tapi jika harus mencari, mau mencari kemana?
Diam selama beberapa detik, Dinda mengusap wajahnya lembut. Ia merasakan hembusan nafasnya yang kian frustasi. Apalagi di saat-saat seperti ini, Dinda sudah tidak punya siapa-siapa untuk mencurahkan segala permasalahan yang membelitnya.
Pandangan Dinda tertunduk menatap lantai, sementara jemarinya saling bertaut di atas pangkuan.
Tiba-tiba, netranya menangkap sepasang sepatu tepat berhadapan dengan sepatu yang ia kenakan.
Dinda tidak tahu siapa pemilik sepasang sepatu itu, dan untuk menjawab rasa penasarannya, Dinda mendongakkan kepala secara perlahan.
Detik itu juga, Dinda berdiri ketika melihat pria paruh baya berdiri tepat di hadapannya.
Ada dua orang pengawal mengenakan kemeja hitam berdiri di belakangnya. Dinda pikir mereka adalah sekelompok pria jahat karena tidak mengenal siapa mereka.
Dari penampilannya, sepertinya pria paruh baya yang berdiri di hadapannya saat ini bukanlah pria sembarangan. Pakaian yang melekat pada tubuhnya, jam tangan dan sepatu mengkilat, jelas ia berasal dari kelas mapan.
"Bisa kita bicara?"
Tak langsung menjawab, Dinda berusaha menatap wajahnya dalam, mencoba mengingat siapa pria di depannya. Tapi sepertinya, ia tak bisa mengingat siapa pria itu sebab ini memang pertama kali Dinda melihat wajahnya.
"Ah iya, nama saya Birawa" Ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Wanita itu menyambut uluran tangannya meski hatinya merasa ragu dan heran campur takut.
"Maaf, tadi saya sempat mendengar pembicaraan anda dengan dokter yang merawat mamah anda"
Mendengar ucapannya, Dinda mengerutkan kening.
"Akan lebih baik jika kita bicara di kantin, bagaimana?" Tambahnya dengan sangat hati-hati.
"Maaf, saya tidak ada waktu, saya harus menemui mamah saya" Dinda menolak dengan ramah.
Usai mengatakan itu, dia menghadap ke kiri dan langsung melangkah memasuki kamar Meta.
Dinda sama sekali tidak tahu apa maksud dari kalimatnya. Karena tidak mengenal pria itu, dia tak segan menolak ajakannya itu.
"Saya tahu anda butuh uang"
Dinda berhenti, memegang knop pintu tanpa menoleh padanya.
"Bukankah mamah anda membutuhkan biaya untuk pemasangan ring jantung? Saya bisa membantumu"
Otaknya berusaha keras mencerna kalimat pria bernama Birawa barusan.
Apakah dia menawarkan uang agar aku mau tidur dengannya, lelaki tua yang justru pantas menjadi ayahku?
Dalam hati Adinda berdecih
Ckk dia bahkan rela membayarku demi sebuah naf*su liarnya.
"Maaf, saya tidak bisa menerima bantuan dari sembarang orang" jawab Dinda tanpa melihatnya.
"Jika anda bisa membantu saya, maka saya akan bayar mahal untuk jasamu" Suara itu kembali terdengar dari balik punggung Dinda.
"Anda tidak akan mendapatkan uang itu dalam waktu singkat, kecuali_"
Dinda yang tadinya enggan menerima bantuannya, seketika teringat mamahnya yang kondisinya kian memburuk.
Apa salahnya jika aku mendengar lebih jauh apa maksud dari setiap ucapannya.
Dinda berbalik dan langsung mempertemukan pandangan lalu menyoroti manik hitamnya.
"Kecuali apa?" tanyanya penuh intimidasi.
"Kecuali anda mau membantu saya"
Alis Dinda menukik tajam, menunggu pria itu kembali berucap.
"Saya ingin membeli kecantikan anda untuk menggoda seorang pria. Saya akan membayar anda dengan jumlah yang besar, dan tentu saja bisa untuk membiayai pemasangan ring jantung mamah anda"
"Maksud anda?"
"Bisa kita membicarakan ini di kantin atau di taman samping rumah sakit?"
Sempat ragu, akhirnya Dinda menerima tawarannya.
"Kita bicara di kantin" ucap Dinda terpaksa.
Sembari terus melangkah mengekor di belakang pria paruh baya itu, wanita berhijab itu berusaha menormalkan perasaannya yang kian
risau.
Dua pria yang mengenakan kemeja warna hitam melangkah tepat di belakang Dinda, tepatnya mengikuti majikannya yang melangkah penuh wibawa.
Bersambung
REGARD,
Ane
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
hadir kembali
2023-11-21
0
Hartaty
masih nyimak Thor
2023-07-16
0
Ria dardiri
mampir kk
2023-03-13
0