Menjadi orang ketiga

Waktu seakan berjalan begitu cepat. Baru saja memejamkan mata, tahu-tahu sudah terdengar adzan subuh berkumandang. Itu artinya, matahari akan segera muncul dari ufuk timur memancarkan sinarnya.

Dinda bergegas bangun untuk menunaikan kewajiban sebagai umat muslim.

Usai sholat, dia duduk sejenak sampai waktu menunjukkan pukul enam pagi. Beranjak menuju kamar mandi, Dinda berdiri di depan wastafle kemudian mematut diri di balik cermin.

Menghela napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya secara kasar sembari memejamkan mata.

Katakan saja aku bodoh, dan si bodoh ini mengambil langkah demi untuk menyelamatkan mamahnya.

Tak ingin berlama-lama merenungi kebodohannya, Dinda bergegas masuk ke dalam bathtub, mengguyur tubuh dari atas kepala, berharap kebodohannya akan hanyut seiring dengan air yang mengalir di seluruh tubuh.

Selepas mandi, wanita itu membalut tubuhnya menggunakan bathrobe, membungkus rambut dengan handuk yang dililitkan di atas kepala, kemudian keluar dari kamar mandi dan langsung melangkahkan kaki menuju lemari.

Sembari meraih pakaian, pikirannya masih acak-acakan dan ruwet sebenarnya, Dinda membayangkan merayu seorang pria, menjadi wanita penggoda untuk merebut kekasih orang.

Selesai mengenakan pakaian, ia mengecek penampilannya sekali lagi melalui pantulan cermin. Menyapu wajah dengan bedak dan sedikit mengoleskan lipstik, setelah dirasa cukup, ia segera keluar dari kamar. Langkahnya tertuju ke arah dapur berniat membuat sarapan untuk dirinya sendiri.

Usai sarapan, Dinda langsung menuju rumah Adam. Karena kebetulan ini hari sabtu, Birawa bilang Adam tidak pergi ke kantor.

****

Setibanya di area dekat kontrakan Adam, dari kejauhan, netra Dinda mendapati mobil terparkir di halaman rumah. Rumah itu kecil, tapi bangunannya lumayan mewah. Dan meski hanya karyawan biasa, ternyata Adam memiliki mobil, bukan mobil mewah seperti mobil milik orang kaya, tapi cukup luar biasa bagi seorang karyawan.

Sedikit ragu, wanita itu mengetuk pintu rumah Adam pelan sembari mengucapkan salam.

Hingga pada salam ketiga, barulah pria itu menjawab seraya membuka pintu.

"Wa'alaikumsalam"

Sosok pria berpostur tinggi dengan kulit putih, menampilkan raut bingung di wajahnya.

Adinda terpaku menatapnya.

Entahlah, aku tidak bisa mendiskripsikan pria tampan seperti apa, Seperti inikah devinisinya? Dia begitu tampan di mataku.

"Mbak, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya lembut dan ramah.

"M-maaf mengganggu"

Tampak Adam mengangkat sebelah alisnya usai Dinda mengatakan itu.

"Iya ada apa ya?"

Dia begitu lembut, begitu ramah, tapi pak Birawa bilang dia playboy dan urak-urakan? Ah mungkin saja yang tampak di depanku ini hanyalah covernya saja. Sifat aslinya mana tahu, iya kan?

"Hmm, mas, motor saya kehabisan bensin, ban motor juga bocor, mas bisa menolong saya?"

Mendengar ucapan Dinda, pandangan adam langsung beralih ke sepeda motor yang terparkir di samping mobilnya.

"Bisa mbak, kebetulan saya bisa menambal ban dan punya alat sendiri"

"Oh ya? kebetulan sekali ya"

"Iya, kadang ada tetangga yang minta tolong, jadi sekalian saya beli alatnya"

Dinda manggut saja merespon kalimatnya. "Makasih sebelumnya"

"Mbak bisa duduk dulu"

Setelah mempersilahkan Dinda duduk di kursi teras, pria itu langsung masuk ke dalam. Selang hampir lima menit, ia keluar dengan membawa alat tambal ban.

"Saya cek dulu ban motornya mbak, nanti untuk bensin, bisa ambil dari mobil saya"

"Iya, makasih sekali lagi, mas"

Selagi Adam menambal ban yang memang sengaja Dinda tusukkan paku di ban motor, pandangan Dinda tak lepas darinya barang sejenak. Pria yang sangat maskulin itu benar-benar membuatnya kagum. Tapi kekagumannya itu segera ia tepis setelah ingatannya jatuh pada ucapan-ucapan Birawa, apalagi jika teringat bahwa pendekatan ini hanyalah sebuah misi yang sudah dibayar lunas, rasanya Dinda ingin sekali merutuki dirinya sendiri.

Hampir lima belas menit Adam berkutat dengan ban motor matic milik Dinda, akhirnya selesai juga dan motor sudah kembali normal. Dia mengemasi semua peralatan lalu meraih selang kecil berwarna putih bening yang akan ia gunakan untuk menyedot bensin di mobilnya seperti yang di katakan sebelumnya.

Sementara Dinda, terdiam sambil menatap langit yang tiba-tiba tampak gelap karena awan hitam.

Dinda sangat berharap hujan segera turun supaya bisa lebih lama berada di sini untuk memperdalam perkenalan mereka.

Dan .... Sepertinya alam pun mendukung misi Dinda. Hujan benar-benar turun tapat ketika dia hendak menstarter motor. Dinda langsung turun dari motor dan setengah berlari menuju teras rumah Adam.

"Mbak, hujannya langsung lebat, mbak bisa singgah dulu di sini sambil menunggu hujan berhenti"

"Boleh?" Dinda bertanya.

"Tentu saja boleh"

Nah kan, dia sudah mulai menunjukkan sifat playboynya. Dia pikir pasti ini kesempatan dia untuk merayuku.

"Ayo duduk!" Adam kembali mempersilakannya duduk di kursi yang tadi sempat ia duduki.

Mereka duduk berdampingan dengan dibatasi meja.

"Mbak dari mana mau kemana?" tanyanya sedikit canggung.

"Saya dari rumah, mau ke rumah sakit"

"Ada yang sakit?"

"Mamah saya" sahut Dinda sambil mencuri pandang. "Siapa nama mas?"

"Saya Adam, mbak"

"Panggil saya Dinda" Dia menjulurkan tangan seraya tersenyum.

Adam menyambut dan menyalaminya masih dengan keramah-tamahannya.

"Boleh saya tahu mamahnya sakit apa, mbak Dinda?"

"Dinda saja, tak usah pakai 'mbak'. Apa aku terlihat lebih tua dari mas Adam?"

Sekali lagi Dinda mengoreksi caranya memanggil. Pria yang mengenakan kaos berwarna navi itu menjadi agak kikuk.

Sekalipun cukup canggung dia menyesuaikan diri.

"Ngomong-ngomong, sakit apa mamahnya, Dinda?"

"Nah gitu dong, kan jadi terasa lebih akrab.

Setelah puas dengan keakraban yang terjalin, Dinda pun mulai menjawab pertanyaannya.

"Ada masalah pada jantung mamahku"

Sorot mata Adam penuh menatap Dinda.

"Mamah harus segera dipasang ring jantung, karena kalau tidak, bisa berakibat fatal pada jantungnya"

"Semoga mamahnya mbak Din, maaf Dinda, lekas sembuh, dan segera diangkat penyakitnya"

"Aamiin, makasih" Dinda membalas tatapannya dengan agak sedikit genit. "Kalau boleh tahu, mas kerja dimana?"

"Saya karyawan di perusahaan konveksi"

"Mbak Dinda sendi,,,"

Adam berhenti berkata begitu melihat Dinda memberi bahasa tubuh yang keberatan dengan panggilannya barusan.

"Eh, maaf Dinda, kamu sendiri kerja dimana?"

Bagi Dinda, dengan berulang kalinya Adam menyesuaikan diri dan mengoreksi cara memanggil, itu sudah menunjukan satu poin kemenangannya. Setidaknya Adam sudah mau menuruti satu kemauan Dinda, sementara Dinda mulai bisa mengendalikannya.

Kini tinggal menaklukan agar Adam jatuh ke dalam perangkapnya

"Saat ini aku nggak ada pekerjaan, aku baru lulus, dan minggu depan baru mau di sumpah dokter"

"Wah, hebat ya mbak. Dinda maksud saya, masih muda tapi sudah menjadi dokter"

"Masih bulan depan aku baru mulai bekerja sebagai dokter" ralat Dinda cepat.

Menyadari Adam masih menggunakan bahasa 'saya' Dinda sengaja menggunakan 'aku' dan akan menggunakan daya tariknya supaya Adam semakin penasaran dengannya. Meskipun menggoda atau merayu itu sangat sulit bagi Dinda, tapi dia harus berusaha menarik hatinya.

Hhmm,,, aku memiliki waktu sekitar tujuh belas hari untuk merayunya sebelum aku benar-benar sibuk bekerja di Herquina sebagai dokter. Dan dalam waktu tujuh belas hari juga, aku harus bisa menjadikan dia kekasihku.

"Sepertinya mas belum menikah ya?"

"Belum"

"Punya pacar, atau kekasih, atau tunangan gitu"

"Teman dekat ada, tunangan belum"

"Teman dekat seperti apa maksud mas Adam, apakah pacar?"

"Iya" Pria itu menjawab sembari mengangguk.

"Bisa kita berteman mas, dan bolehkah aku minta nomor ponsel mas?"

"Untuk apa?"

"Ya, sebagai teman aja, siapa tahu mas atau keluarga mas sakit, aku bisa bantu"

Adam menatap Dinda penuh intens.

"Maksudku, mas kan sudah menolongku, aku juga mau dong membalas kebaikan mas ini, mas bisa datang ke aku kalau misalnya mas demam, atau sakit, begitu"

"Oh, begitu" jawabnya setelah terbengong hampir tiga detik.

"Mana ponselmu?"

Yes, tanda-tanda misiku akan berhasil.

****

Hujan telah reda, Dinda langsung berpamitan karena harus ke rumah sakit untuk menjenguk Meta sekalian bertemu dengan dokter Zaskia. Dia ingin membicarakan sesuatu mengenai pemasangan ring jantung buat sang mamah.

Karena Dinda sudah mendapatkan uang untuk biayanya, Dinda mau operasi Meta segera dilakukan._____

Sampai dua minggu berlalu, dan selama dua minggu itu Dinda terus menghubungi Adam dan sesekali bertemu.

Seiring berjalannya waktu, Adam mulai terbiasa dengan hubungan pertemanan mereka, itu ditandai dengan sikapnya yang tidak lagi canggung dan justru malah terkesan jauh lebih friendly dari sebelumnya.

Selain itu, Adam juga kerap sekali bercerita pada Dinda jika dia dan Prilly sedang berusaha keras mendapatkan restu Birawa yang hingga detik ini belum mereka dapatkan.

Sementara Dinda, terus memberikan sinyal sensual yang mampu membuat semua pria bertekuk lutut. Rayuan dan gombalan, serta perhatiannya, seolah mampu membuat Adam hanyut ke dalam permainan Adinda.______

Karena operasi Meta sudah berhasil dilakukan satu minggu yang lalu, dan sudah diperbolehkan pulang besok, Dinda sengaja meminta Adam untuk menemuinya. Di samping itu, Adam juga pernah menawarkan diri akan menjemput Meta jika keluar dari rumah sakit.

Dan saat ini, mereka sedang duduk di sebuah restoran cepat saji. Dinda sengaja berpenampilan cantik dan elegan agar Adam tertarik padanya.

"Jadi besok mau dijemput jam berapa?" tanya Adam dengan pandangan sepenuhnya terarah ke wajah lawan bicaranya.

"Belum tahu juga, tapi aku minta sore si ke dokter Zaskia, nunggu mas pulang kantor"

"Sorean berarti?"

"Hmm" sahut Dinda sambil menyesap minuman menggunakan sedotan.

"Ya udah, besok setelah pulang kantor aku langsung ke rumah sakit"

"Makasih ya mas, selalu ada buatku"

Benar-benar mas Adam tidak menunjukan sikap seperti yang Birawa tuduhkan. Atau bisa jadi dia hanya berpura-pura baik di depanku, agar aku semakin kagum padanya.

Ya bisa jadi seperti itu. Bukankah pria playboy memang manis di awal, tapi ujung-ujungnya akan menunjukan sifat aslinya?

Sedikit banyak, begitulah gambaran badboy menurut pengetahuanku.

Saat mereka tengah menikmati makanan, tiba-tiba datang seorang wanita dengan tatapan marah. Wanita itu langsung mencaci maki Adam dan juga Dinda.

Adam terperangah dengan kemunculan kekasihnya yang tiba-tiba.

Sementara Dinda hanya diam karena itu artinya, kesalahpahaman yang dia buat sudah berhasil memporak-porandakan hati wanita  yang tidak hanya cantik, tapi terkesan glamour dan juga pintar.

"Jadi benar apa yang ayahku katakan? Kamu memang pria bejat, kamu selingkuh di belakangku dengan wanita ini" ucapnya garang, lengkap dengan tatapan yang menyorot penuh amarah.

"Kamu tahu kan aku berusaha keras meminta restu ayah? lalu apa yang kamu lakukan di belakangku? kamu asik berselingkuh dengan dia"

"Prilly, kamu salah paham, Aku tidak ada hubungan apapun dengan Dinda"

"Apa aku harus percaya dengan semua ucapanmu?"

"Tentu saja Prilly"

"Kalau memang iya, bisa kamu jelaskan semua tentang foto-foto ini?" Prilly melempar beberapa lembar foto.

Tunggu, bukan hanya beberapa, tapi banyak, foto itu menunjukan kedekatan Dinda dengan Adam selama dua minggu ini.

Dinda sangat yakin jika foto-foto itu adalah ulah dari Birawa. Sudah pasti karena Birawa selalu mengawasi setiap gerak-gerik Dinda.

Sedetik kemudian, Adam memunguti foto-foto yang menampilkan sosok dirinya dan Dinda. Tangan Dinda tak mau kalah menyomot foto yang berserakan di meja.

"Prilly, kamu salah paham, aku dan Dinda hanya berteman"

Alih-alih merespon ucapan Adam, Prilly justru tersenyum sinis, kemudian melempar pandangan ke arah Dinda.

"Hey kamu!" Prilly mendorong kening Dinda sedikit kasar menggunakan tangannya, jelas kepala Dinda terhuyung ke belakang. "Ini hijab buat apa? buat nutupin kebusukanmu doang? kamu jangan jadi wanita murahan ya, malu sama hijabmu, masih banyak pria diluar sana, kenapa merayu kekasih orang? kenapa merayu tunangan orang? kenapa harus jadi pelakor? kenapa merusak hubungan orang?"

Dinda bergeming sambil menurunkan pandangan, sama sekali tak berniat merespon rentetan pertanyaan yang jelas menyudutkannya.

Fokus Dinda terus menatap foto yang menampilkan Adam tengah memayungi Dinda. Dimana tangan Dinda melingkar di pinggang Adam. Foto yang tampak dari arah belakang, tangan Adam juga melingkar di pinggang Dinda.

Foto itu diambil usai Dinda melakukan sumpah dokter. Karena harus ada perwakilan dari keluarga, Dinda meminta bantuan Adam menggantikan Meta yang memang saat itu tidak bisa hadir karena baru saja melakukan operasi pemasangan ring, dan pulangnya hujan turun dengan sangat lebat.

"Sejak kapan kamu menjalin hubungan dengan tunangan orang?"

Tak berani menyerukan suara, sebab Dinda terkejut dengan dirinya yang menyebutkan bahwa Adam adalah tunangannya.

"Aku tanya sama kamu, kamu tuli atau bisu hah?" Sentaknya dengan intonasi tinggi.

"Prillya!"

"Apa?!" tatapan Prilly kini beralih ke Adam. "Kamu mau mengelak? kamu bilang akan segera meresmikan pertunangan kita setelah mendapat restu ayah, tapi ini apa? bukannya membantuku merayu ayahku, tapi malah sibuk dengan wanita lain,"

"Kamu sa_"

"Semua foto itu sudah menunjukan kalian ada hubungan spesial, jadi tidak usah mengelak, Adam" potongnya cepat.

"Faktanya, aku tidak ada hubungan apapun dengannya, Prilly"

"Foto-foto itu buktinya Dam"

"Foto itu nggak seperti yang kamu lihat"

"Lantas apa?" pekiknya dengan lantang.

Dinda melirik sekitar ruangan, ada banyak pengunjung restoran yang menyaksikan drama mereka.

"Nona, pak Birawa menyuruh nona agar tidak mendebatkan soal pria busuk ini, beliau meminta nona segera ke kantor saat ini juga" Sambar pria yang perutnya sedikit buncit.

"Urusan kita belum selesai Adam, kamu harus menjelaskan semua foto itu padaku"

Usai mengatakan itu, Prilly berbalik kemudian melangkah, sementara Dinda menghela nafas lega usai kepergiannya seraya duduk kembali.

"Maaf atas sikap Prilly"

"Apa benar mas sudah bertunangan dengannya?"

"Secara pribadi si iya, aku memang pernah memintanya menjadi istriku, dan rencananya kami akan meresmikan pertunangan kami setelah mendapat restu dari ayahnya"

"Itu artinya, aku sudah menjadi orang ketiga dalam hubungan kalian?"

"Kamu jangan khawatir Din, aku akan menjelaskan semuanya pada Prilly nanti"

"Maaf, kalau pada akhirnya hubungan mas dan Prilly hancur"

"Stop! jangan merasa kamu sudah merusak hubunganku dengan prilly, hubungan kami sering sekali ada salah paham seperti ini, ini hal biasa Din"

Dinda mendongak menatapnya "Biasa?"

"Foto-foto itu pasti ulah pak Birawa, dia pasti sudah meracuni otak Prilly agar percaya dengan semua itu"

"Apa mas akan terus berusaha mendapatkan restu ayahnya?"

"Aku sudah berusaha sangat keras, dan aku akan terus berusaha, tapi kalau pak Birawa tetap pada pendiriannya, terpaksa mungkin aku mundur"

Kurasa mas Adam benar-benar pria baik, pria yang berkompeten di segala aspek, dia sama sekali tak menunjukkan gelagat bahwa dia pria playboy yang urak-urakan, dan aku sepertinya sudah salah paham dengannya.

Adinda membatin dengan sorot lekat menatap Adam.

Bersambung

Regards,

Ane

Terpopuler

Comments

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

waduh bahaya tah...... kl bener tidak seperti yg dikatakan pk birawa.... salah sasaran dinda

2023-11-21

0

Demi sya

Demi sya

lanjut

2022-08-28

1

sryharty

sryharty

pasti karena Adam bukan orang kaya,,dan Birawa ingin Prilly nikah sama Zidan karena pasti Zidan pewaris tunggal keluarganya,,
agar kekayaannya bisa di kuasai sama dia,,
apakah seperti itu ka ane,,,

2022-07-25

2

lihat semua
Episodes
1 Penawaran Dari Pria Asing
2 Kesepakatan
3 Menjadi orang ketiga
4 Hubungan yang kembali membaik
5 Usaha dan penolakan
6 Di permalukan
7 Kesempatan ke dua
8 Rencana dengan obat tidur
9 Kamu main-main denganku, jelas aku pemenangnya. (Birawa)
10 Jebakan
11 Begitu lihainya takdir mempermainkannya.
12 Membujuk Pasien
13 Rencana bertemu
14 Setuju untuk menikah
15 Terus meyakinkan diri saat di ajak berkenalan dengan orang tuanya.
16 Perkenalan manis Vs Tatapan tak suka
17 Ancaman
18 Hari pertunangan CEO Herquina
19 Nggak mau ngaku?
20 Ada syaratnya
21 Di permalukan dengan fitnah
22 Di pecat
23 Rahasia yang terkuak.
24 Transaksi rekening
25 Rencana Prilly
26 Panggilan kerja (family care)
27 Patah Hati
28 Pernikahan dan Rahasia tentang janinnya
29 Rekaman video dan ajakan menikah
30 Kau rebut calon suamiku, ku nikahi suamimu
31 Malam yang manis.
32 Cuti hampir habis
33 Mulai berurusan dengan Prilly
34 Teh buatan istri pertama
35 Apartemen mewah milik siapa?
36 Masih tetap mencurigainya
37 Suami Sialan
38 Hubungan apa yang kalian miliki??
39 Buku nikah
40 Kamu pikir aku sebodoh itu?
41 Kembalikan suamiku, pelakor!
42 Kedatangan Prilly
43 Ternyata mengenggam duri
44 Papan Karangan bunga
45 Satu persatu keluarga tahu.
46 Adam, Dinda, Zidan
47 Bersitegang
48 Kesediaan Birawa dan pemecatan
49 Alasan di Sepucuk Surat
50 Setuju berpisah
51 Perkataan yang menusuk hati
52 Surat perceraian
53 Presidential suite
54 Dokter cantik, pelakor
55 Noda merah
56 Ghibah
57 Masalah pasti selesai
58 Anak kandung?
59 Saudara yang saling bermusuhan
60 Shock
61 Melembutkan singa betina
62 Karma Pelakor?
63 Julukan Baru selain Pelakor.
64 Kemarahan Birawa
65 Ancaman
66 Ikhlas
67 Jatuh
68 Pendarahan hebat
69 Kepanikan semua orang
70 Bayi laki-laki
71 Keretakan tulang panggul
72 Kekesalan Dinda
73 Mengakhiri perselisihan
74 Permintaan maaf
75 Memaafkan
76 Author ada di rumah baru dengan cerita baru
77 Melamar
78 Diskusi
79 Deal
80 Epilog
81 Ekstra part
Episodes

Updated 81 Episodes

1
Penawaran Dari Pria Asing
2
Kesepakatan
3
Menjadi orang ketiga
4
Hubungan yang kembali membaik
5
Usaha dan penolakan
6
Di permalukan
7
Kesempatan ke dua
8
Rencana dengan obat tidur
9
Kamu main-main denganku, jelas aku pemenangnya. (Birawa)
10
Jebakan
11
Begitu lihainya takdir mempermainkannya.
12
Membujuk Pasien
13
Rencana bertemu
14
Setuju untuk menikah
15
Terus meyakinkan diri saat di ajak berkenalan dengan orang tuanya.
16
Perkenalan manis Vs Tatapan tak suka
17
Ancaman
18
Hari pertunangan CEO Herquina
19
Nggak mau ngaku?
20
Ada syaratnya
21
Di permalukan dengan fitnah
22
Di pecat
23
Rahasia yang terkuak.
24
Transaksi rekening
25
Rencana Prilly
26
Panggilan kerja (family care)
27
Patah Hati
28
Pernikahan dan Rahasia tentang janinnya
29
Rekaman video dan ajakan menikah
30
Kau rebut calon suamiku, ku nikahi suamimu
31
Malam yang manis.
32
Cuti hampir habis
33
Mulai berurusan dengan Prilly
34
Teh buatan istri pertama
35
Apartemen mewah milik siapa?
36
Masih tetap mencurigainya
37
Suami Sialan
38
Hubungan apa yang kalian miliki??
39
Buku nikah
40
Kamu pikir aku sebodoh itu?
41
Kembalikan suamiku, pelakor!
42
Kedatangan Prilly
43
Ternyata mengenggam duri
44
Papan Karangan bunga
45
Satu persatu keluarga tahu.
46
Adam, Dinda, Zidan
47
Bersitegang
48
Kesediaan Birawa dan pemecatan
49
Alasan di Sepucuk Surat
50
Setuju berpisah
51
Perkataan yang menusuk hati
52
Surat perceraian
53
Presidential suite
54
Dokter cantik, pelakor
55
Noda merah
56
Ghibah
57
Masalah pasti selesai
58
Anak kandung?
59
Saudara yang saling bermusuhan
60
Shock
61
Melembutkan singa betina
62
Karma Pelakor?
63
Julukan Baru selain Pelakor.
64
Kemarahan Birawa
65
Ancaman
66
Ikhlas
67
Jatuh
68
Pendarahan hebat
69
Kepanikan semua orang
70
Bayi laki-laki
71
Keretakan tulang panggul
72
Kekesalan Dinda
73
Mengakhiri perselisihan
74
Permintaan maaf
75
Memaafkan
76
Author ada di rumah baru dengan cerita baru
77
Melamar
78
Diskusi
79
Deal
80
Epilog
81
Ekstra part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!