NovelToon NovelToon

Dokter Cantik, Pelakor

Penawaran Dari Pria Asing

Adinda langsung menuju ke Herquina Hospital begitu mendapat kabar dari salah satu tetangganya jika mamah di larikan ke sana.

Dengan perasaan takut dan debaran jantung yang kian tak menentu, dia terus mengayunkan kaki menyusuri lorong rumah sakit menuju kamar Meta. Pikiran Dinda tak kalah kalut memikirkan hal buruk terjadi pada mamahnya.

Setelah berlari cukup kencang, akhirnya Dinda sampai di depan bangsal milik Meta. Baru saja akan menyentuh handle pintu, tahu-tahu pintu itu justru terbuka. Sepasang matanya langsung bertemu pandang dengan dokter Zaskia yang menangani Meta. Dan kebetulan, dokter Zaskia adalah dokter pembimbing ketika Dinda menjadi dokter koas di rumah sakit ini.

"Dokter Kia" ucapnya reflek.

"Dokter Adinda?"

Namanya Adinda Sofiana, calon dokter yang sebentar lagi akan mengucapkan sumpah. Demi mewujudkan cita-cita, Dinda rela melakukan pekerjaan apapun asalkan halal. Selain itu, wanita itu juga kerap sekali meminjam uang pada sahabatnya jika membutuhkan secara mendadak untuk kepentingan praktek.

"Dok, bagaimana mamah saya?"

Dokter Zaskia lantas membawanya duduk di kursi tunggu depan ruangan Meta.

Sebelum menjawab pertanyaannya, dokter Zaskia menarik napas panjang dengan bibir menekan kedalam.

Kedua wanita itu sempat mengalihkan perhatian sejenak pada suster yang permisi masuk ke kamar untuk mengecek kondisi Meta. Begitu suster masuk, wanita berpakaian snelli itu kembali memusatkan perhatiannya pada Dinda.

Sejujurnya, Dinda menjadi was-was ketika melihat raut wajah dokter yang memiliki satu anak itu. Ekspresinya benar-benar tak bisa terbaca dan detik itu juga jantung Dinda rasanya berhenti berdetak untuk sesaat.

"Bu Meta harus segera melakukan pemasangan ring" Katanya yang membuat Dinda persekian detik langsung menahan napas. "Jika tidak, jantungnya tidak bisa bekerja dengan baik dan akibatnya akan fatal"

Setelah dokter Kia menyelesaikan kalimatnya, Tubuh Dinda bergetar dan lemas secara bersamaan.

"Kira-kira berapa biayanya dok?" Tanya Dinda agak sedikit was-was.

"Biaya untuk perawatan tersebut berkisar antara delapan puluh juta hingga seratus lima puluh jutaan untuk satu ring saja"

"Seratus lima puluh juta?" dokter Kia mengangguk meski pelan.

Sementara Dinda menghirup napas dalam-dalam, berusaha menetralkan perasaan bingung yang merongrong setelah mendengar jumlah angka fantastis keluar dari mulut dokter Kia.

Di satu sisi, dia tidak mau kehilangan mamahnya, tapi disisi lain, bagaimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu sedangkan dia baru saja akan mulai bekerja di rumah sakit ini?

"Apa tidak bisa menunggu satu atau dua bulan dok?  Saya butuh waktu untuk mencari uang itu"

"Ini sangat urgent dokter Dinda, kondisi beliau semakin hari semakin lemah, kita tidak bisa menunggu terlalu lama"

"Apa tidak ada cara lain selain pemasangan ring jantung?"

"Tidak ada dokter"

Wanita cantik itu menghembuskan napas pasrah. Tak ada pilihan lain, sepertinya Dinda memang harus berusaha mencari uang itu secepatnya. Apapun caranya, akan ia lakukan demi kesembuhan sang mamah.

Jika seorang ibu berani berkorban untuk anaknya, lalu apa salahnya jika aku juga berkorban untuk mama.

"Dokter dinda?"

Panggilan dokter Zaskia menyadarkannya dari lamunan.

"Maaf dokter"

"Saya tahu anda pasti kesulitan melalui ini, tapi yakinlah, semua ada solusinya, semua ada jalan keluarnya. Saya yakin dokter Dinda akan mendapatkan kemudahan"

"Terimakasih dokter Kia"

Dokter cantik itu tersenyum tipis. "Kalau begitu, saya permisi"

"Ya dokter, silakan!"

Begitu sosok dokter Kia bangkit dan melangkah meninggalkan Dinda, dia kembali termangu dengan sekelumit masalah yang kian menjeratnya.

Mencari cara bagaimana dan dimana bisa mendapatkan uang itu. Pinjam ke Fino sepertinya juga tidak mungkin, hutangnya sudah cukup banyak padanya. Tapi jika harus mencari, mau mencari kemana?

Diam selama beberapa detik, Dinda mengusap wajahnya lembut. Ia merasakan hembusan nafasnya yang kian frustasi. Apalagi di saat-saat seperti ini, Dinda sudah tidak punya siapa-siapa untuk mencurahkan segala permasalahan yang membelitnya.

Pandangan Dinda tertunduk menatap lantai, sementara jemarinya saling bertaut di atas pangkuan.

Tiba-tiba, netranya menangkap sepasang sepatu tepat berhadapan dengan sepatu yang ia kenakan.

Dinda tidak tahu siapa pemilik sepasang sepatu itu, dan untuk menjawab rasa penasarannya, Dinda mendongakkan kepala secara perlahan.

Detik itu juga, Dinda berdiri ketika melihat pria paruh baya berdiri tepat di hadapannya.

Ada dua orang pengawal mengenakan kemeja hitam berdiri di belakangnya. Dinda pikir mereka adalah sekelompok pria jahat karena tidak mengenal siapa mereka.

Dari penampilannya, sepertinya pria paruh baya yang berdiri di hadapannya saat ini bukanlah pria sembarangan. Pakaian yang melekat pada tubuhnya, jam tangan dan sepatu mengkilat, jelas ia berasal dari kelas mapan.

"Bisa kita bicara?"

Tak langsung menjawab, Dinda berusaha menatap wajahnya dalam, mencoba mengingat siapa pria di depannya. Tapi sepertinya, ia tak bisa mengingat siapa pria itu sebab ini memang pertama kali Dinda melihat wajahnya.

"Ah iya, nama saya Birawa" Ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Wanita itu menyambut uluran tangannya meski hatinya merasa ragu dan heran campur takut.

"Maaf, tadi saya sempat mendengar pembicaraan anda dengan dokter yang merawat mamah anda"

Mendengar ucapannya, Dinda mengerutkan kening.

"Akan lebih baik jika kita bicara di kantin, bagaimana?" Tambahnya dengan sangat hati-hati.

"Maaf, saya tidak ada waktu, saya harus menemui mamah saya" Dinda menolak dengan ramah.

Usai mengatakan itu, dia menghadap ke kiri dan langsung melangkah memasuki kamar Meta.

Dinda sama sekali tidak tahu apa maksud dari kalimatnya. Karena tidak mengenal pria itu, dia tak segan menolak ajakannya itu.

"Saya tahu anda butuh uang"

Dinda berhenti, memegang knop pintu tanpa menoleh padanya.

"Bukankah mamah anda membutuhkan biaya untuk pemasangan ring jantung? Saya bisa membantumu"

Otaknya berusaha keras mencerna kalimat pria bernama Birawa barusan.

Apakah dia menawarkan uang agar aku mau tidur dengannya, lelaki tua yang justru pantas menjadi ayahku?

Dalam hati Adinda berdecih

Ckk dia bahkan rela membayarku demi sebuah naf*su liarnya.

"Maaf, saya tidak bisa menerima bantuan dari sembarang orang" jawab Dinda tanpa melihatnya.

"Jika anda bisa membantu saya, maka saya akan bayar mahal untuk jasamu" Suara itu kembali terdengar dari balik punggung Dinda.

"Anda tidak akan mendapatkan uang itu dalam waktu singkat, kecuali_"

Dinda yang tadinya enggan menerima bantuannya, seketika teringat mamahnya yang kondisinya kian memburuk.

Apa salahnya jika aku mendengar lebih jauh apa maksud dari setiap ucapannya.

Dinda berbalik dan langsung mempertemukan pandangan lalu menyoroti manik hitamnya.

"Kecuali apa?" tanyanya penuh intimidasi.

"Kecuali anda mau membantu saya"

Alis Dinda menukik tajam, menunggu pria itu kembali berucap.

"Saya ingin membeli kecantikan anda untuk menggoda seorang pria. Saya akan membayar anda dengan jumlah yang besar, dan tentu saja bisa untuk membiayai pemasangan ring jantung mamah anda"

"Maksud anda?"

"Bisa kita membicarakan ini di kantin atau di taman samping rumah sakit?"

Sempat ragu, akhirnya Dinda menerima tawarannya.

"Kita bicara di kantin" ucap Dinda terpaksa.

Sembari terus melangkah mengekor di belakang pria paruh baya itu, wanita berhijab itu berusaha menormalkan perasaannya yang kian

risau.

Dua pria yang mengenakan kemeja warna hitam melangkah tepat di belakang Dinda, tepatnya mengikuti majikannya yang melangkah penuh wibawa.

Bersambung

REGARD,

Ane

Kesepakatan

"Saya tahu ini tidak adil untukmu, tapi saya berharap banyak padamu"

Adinda terdiam, menatap gelas berisi minuman di atas meja. Minuman berwarna orange yang sangat menggoda, rasanya Dinda ingin sekali meneguknya hingga tandas agar tenggorokannya yang kering agak sedikit basah.

"Kesepakatan apa yang ingin anda buat dengan saya?"

"Begini" Pria itu menegakkan duduknya, mungkin supaya lebih nyaman dan lebih rileks. "Putri saya satu-satunya telah di tipu oleh seorang pria playboy. Dia benar-benar sudah di butakan oleh cintanya, bahkan percaya bahwa laki-laki itu tidak akan pernah mengkhianatinya"

Dia sudah mengutarakan apa tujuannya, tetapi Dinda masih di buat bingung sekaligus heran sebab Birawa baru mengatakan sebagian dari maksudnya.

"Saya tidak bisa menyetujui hubungan mereka karena selain mendapat wasiat dari istri saya untuk menikahkan putri kami dengan salah satu anak dari sahabatnya, pria itu juga bukan pria yang baik, bahkan terkesan playboy dan urak-urakan"

"Maaf, apa istri bapak sudah meninggal?" tanya Dinda hati-hati, sambil lekat menatapnya. Sorot matanya sangat tajam, memancarkan aura yang membuat lawan bicaranya merasa segan.

Pria yang mengaku bernama Birawa itu menganggukkan kepala, sementara Dinda langsung terdiam kemudian meraih gelas dan menyesap isinya.

"Saya akan memberikan uang padamu, tapi bantu saya memisahkan putri saya dengan laki-laki playboy itu"

"Apa yang harus saya lakukan?" tanya Dinda akhirnya.

"Dekati pria itu dan rayu dia! buat supaya putri saya putus dengannya" Birawa menjeda kalimatnya sejenak sebelum kemudian kembali berkata. "Anda harus bisa membuat putri saya melihat bahwa pria yang dia cintai tidak sebaik yang dia kira, buat agar putri saya percaya jika pria itu suka mempermainkan wanita. Setelah melihat sifat aslinya, saya yakin putri saya akan memutuskan hubungan dengannya"

"Hanya itu?"

"Tidak" jawabnya cepat membuat garis samar di kening Dinda mendadak muncul.

"Saya ingin anda tidur dengannya"

Tertegun, Dinda mendengar perkatan terakhirnya.

"Kalau untuk tidur dengannya, saya tidak bisa. Maaf!"

"Pikirkan mamahmu"

"Tapi_"

"Anda tidak harus tidur sungguhan" potongnya kilat. "Anda bisa menjebak lalu pura-pura tidur dengannya, setelah itu minta pertanggung jawaban dari pria itu untuk menikahimu"

"Anda menyelamatkan putri anda dari pria buruk seperti dia, tapi malah menjerumuskan saya agar menikahi pria buruk itu?"

"Ini hanya pura-pura" sahutnya tegas. "Anda hanya membuat putri saya seyakin mungkin dengan sifat aslinya, supaya putri saya meninggalkan pria playboy itu secepatnya, dan saya yakin anda bisa melakukannya"

Hening, Dinda kembali menyesap jus jeruk yang tinggal tersisa setengahnya.

"Maaf" ujarnya yang langsung memantik sepasang mata Dinda untuk kembali menatapnya.

"Siapa nama anda?"

"Saya Adinda"

"Apa anda juga seorang dokter?"

"Calon dokter" jawabnya sedikit ragu, karena Dinda memang baru akan bekerja sebagai dokter pada bulan depan setelah melakukan sumpah dokter seminggu lagi.

"Okey, selain saya membayarmu, saya akan membantumu untuk bekerja di rumah sakit Herquina"

Dinda mengernyit dengan sorot bingung. Seolah mengerti dengan ekspresi wajahnya, Birawa kembali bersuara.

"Herquina Hospital, adalah milik Atmajaya, ayah dari pria yang akan saya jodohkan dengan putri saya, istrinya bernama Indah yang tak lain adalah sahabat dari almarhumah istri saya"

Jadi, Herquina adalah rumah sakit milik calon besannya? Jika aku menolak kesepakatan ini, apakah dia akan meminta pak Atmajaya supaya mengurungkan niat untuk mempekerjakanku di rumah sakitnya?

"Tapi jika anda menolaknya" lanjutnya yang persekian detik membuat Dinda mempertemukan netranya.

"Anda tidak akan bisa bekerja di rumah sakit itu dan rumah sakit rumah sakit lainnya di kota ini. Selain itu" tambahnya dengan nada mengerikan. "Anda tidak akan bisa membuat mamah anda bernafas lebih lama. Jadi bantu saya, atau anda akan kesulitan"

Mendengar pilihan yang terselipkan ancaman, akhirnya Dinda memilih menyetujui kesepakatan itu.

"Baiklah, saya akan melakukan apa yang anda perintahkan?"

"Bagus" sahutnya. "Anda hanya merayu pria itu dan pura-pura menjalin hubungan dengannya, jebak dia agar seolah-olah kalian sudah tidur bersama"

"Saya tahu apa yang harus saya lakukan"

Tampak pria itu bergerak sesaat setelah mengangguk merespon kalimat Dinda. Dia meraih ponsel di saku celana lalu mengetikkan sesuatu, jarinya dengan lincah bergerak di atas touchscreen benda pipih miliknya. Selang sekitar sepuluh detik, ia menyerahkan ponselnya pada wanita di depannya seraya berkata. "Silahkan isi nomor rekening anda, saya akan membayar anda sekarang juga"

Adinda menelan ludah dengan gugup.

Secepat inikah aku mendapatkan uang sebanyak itu?

Menarik nafas pelan, sejujurnya Dinda masih tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Dia yang tengah bingung memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang itu, tapi dengan mudahnya uang itu justru menghampiri tanpa dia mencarinya.

Benar kata dokter Zaskia...

Ada siang, ada malam. Ada penyakit, ada obatnya, ada masalah, pasti juga ada solusi. Mungkin ini adalah jalan keluar dari permasalahan yang menimpaku dan mamah.

"Dokter Dinda?"

"I-ya" Panggilannya membuat Dinda tersentak, detik berikutnya ia menatap wajah Birawa yang menampilkan gestur santai. Berbeda dengan Dinda yang justru gugup campur gelisah.

"Isi nomor rekening anda di ponsel saya" titahnya dengan sedikit mengangkat dagu, tanda agar Dinda segera menerima uluran ponselnya dan menuliskan nomor rekening.

Ragu-ragu Dinda menerimanya.

Entahlah, ini uang haram atau halal, yang jelas semua ku lakukan demi mamah. Aku ingin mamah bisa hidup lebih lama, menikmati kesuksesan putrinya yang sebentar lagi akan menyandang gelar dokter. Aku ingin mamah merasa bangga terhadapku.

Meski aku tahu cara ini salah, tapi keputusanku sudah final, aku bersedia menerima pekerjaan dari pak Birawa menjadi pelakor untuk putrinya.

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Dengan tangan bergetar, Dinda mulai menyentuh angka-angka yang berjejer rapi di keyboard ponsel mewah milik pria yang terlihat bersahaja.

"Ini pak"

Dinda menyerahkan kembali ponselnya.

Birawa menerima dengan seulas senyum.

Satu detik, dua detik, tiga detik, tiba-tiba ponsel di dalam tas Dinda bergetar. Sudah bisa di pastikan kalau pesan itu adalah pemberitahuan tentang penambahan saldo yang masuk ke rekeningnya.

"Sudah saya transfer dua ratus juta, tapi ingat!  lakukan semua perintah saya. Buat agar pria itu jatuh cinta padamu"

Dinda menarik napas panjang.

"Pastikan anak saya membenci pria itu lalu memutuskan hubungannya. Setelah berhasil memisahkan anak saya, dan anak saya bisa menikah dengan Zidan, saya akan memberi bonus untuk anda"

"Baik, saya akan melakukannya"

"Okay, deal?" Birawa mengulurkan tangan kali ini untuk berjabat dan memastikan bahwa kesepakatan disetujui.

"Deal" balasnya mengangguk, sambil menerima jabatan tangannya, tampak pria itu tersenyum senang.

****

Setelah pertemuannya dengan Birawa sore tadi, besoknya Dinda akan langsung melancarkan rencana awal yaitu perkenalan, setelah itu baru dia merayunya dan perlahan akan menjadikan Adam kekasihnya.

Birawa sudah memberikan alamat tempat tinggal pria yang bernama Adam Naizar.

Namanya cukup bagus, tapi tidak dengan kelakuan yang sangat berlawanan dengan namanya.

Birawa bilang, Adam bekerja di sebuah perusahaan sebagai karyawan biasa, dia memiliki orang tua dan satu kakak perempuan. Birawa juga bilang jika pria itu kerap sekali memoroti putrinya dengan dalih meminjam uang, lalu uang itu akan ia gunakan untuk bersenang-senang dengan para wanita.

Itulah sebagian informasi yang Dinda dengar dari Birawa.

Membaringkan badan, mata Dinda mulai mengabur dan tak lama kemudian alam mimpi mulai mengambil alih kesadarannya.

Bersambung

Regards,

Ane

Menjadi orang ketiga

Waktu seakan berjalan begitu cepat. Baru saja memejamkan mata, tahu-tahu sudah terdengar adzan subuh berkumandang. Itu artinya, matahari akan segera muncul dari ufuk timur memancarkan sinarnya.

Dinda bergegas bangun untuk menunaikan kewajiban sebagai umat muslim.

Usai sholat, dia duduk sejenak sampai waktu menunjukkan pukul enam pagi. Beranjak menuju kamar mandi, Dinda berdiri di depan wastafle kemudian mematut diri di balik cermin.

Menghela napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya secara kasar sembari memejamkan mata.

Katakan saja aku bodoh, dan si bodoh ini mengambil langkah demi untuk menyelamatkan mamahnya.

Tak ingin berlama-lama merenungi kebodohannya, Dinda bergegas masuk ke dalam bathtub, mengguyur tubuh dari atas kepala, berharap kebodohannya akan hanyut seiring dengan air yang mengalir di seluruh tubuh.

Selepas mandi, wanita itu membalut tubuhnya menggunakan bathrobe, membungkus rambut dengan handuk yang dililitkan di atas kepala, kemudian keluar dari kamar mandi dan langsung melangkahkan kaki menuju lemari.

Sembari meraih pakaian, pikirannya masih acak-acakan dan ruwet sebenarnya, Dinda membayangkan merayu seorang pria, menjadi wanita penggoda untuk merebut kekasih orang.

Selesai mengenakan pakaian, ia mengecek penampilannya sekali lagi melalui pantulan cermin. Menyapu wajah dengan bedak dan sedikit mengoleskan lipstik, setelah dirasa cukup, ia segera keluar dari kamar. Langkahnya tertuju ke arah dapur berniat membuat sarapan untuk dirinya sendiri.

Usai sarapan, Dinda langsung menuju rumah Adam. Karena kebetulan ini hari sabtu, Birawa bilang Adam tidak pergi ke kantor.

****

Setibanya di area dekat kontrakan Adam, dari kejauhan, netra Dinda mendapati mobil terparkir di halaman rumah. Rumah itu kecil, tapi bangunannya lumayan mewah. Dan meski hanya karyawan biasa, ternyata Adam memiliki mobil, bukan mobil mewah seperti mobil milik orang kaya, tapi cukup luar biasa bagi seorang karyawan.

Sedikit ragu, wanita itu mengetuk pintu rumah Adam pelan sembari mengucapkan salam.

Hingga pada salam ketiga, barulah pria itu menjawab seraya membuka pintu.

"Wa'alaikumsalam"

Sosok pria berpostur tinggi dengan kulit putih, menampilkan raut bingung di wajahnya.

Adinda terpaku menatapnya.

Entahlah, aku tidak bisa mendiskripsikan pria tampan seperti apa, Seperti inikah devinisinya? Dia begitu tampan di mataku.

"Mbak, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya lembut dan ramah.

"M-maaf mengganggu"

Tampak Adam mengangkat sebelah alisnya usai Dinda mengatakan itu.

"Iya ada apa ya?"

Dia begitu lembut, begitu ramah, tapi pak Birawa bilang dia playboy dan urak-urakan? Ah mungkin saja yang tampak di depanku ini hanyalah covernya saja. Sifat aslinya mana tahu, iya kan?

"Hmm, mas, motor saya kehabisan bensin, ban motor juga bocor, mas bisa menolong saya?"

Mendengar ucapan Dinda, pandangan adam langsung beralih ke sepeda motor yang terparkir di samping mobilnya.

"Bisa mbak, kebetulan saya bisa menambal ban dan punya alat sendiri"

"Oh ya? kebetulan sekali ya"

"Iya, kadang ada tetangga yang minta tolong, jadi sekalian saya beli alatnya"

Dinda manggut saja merespon kalimatnya. "Makasih sebelumnya"

"Mbak bisa duduk dulu"

Setelah mempersilahkan Dinda duduk di kursi teras, pria itu langsung masuk ke dalam. Selang hampir lima menit, ia keluar dengan membawa alat tambal ban.

"Saya cek dulu ban motornya mbak, nanti untuk bensin, bisa ambil dari mobil saya"

"Iya, makasih sekali lagi, mas"

Selagi Adam menambal ban yang memang sengaja Dinda tusukkan paku di ban motor, pandangan Dinda tak lepas darinya barang sejenak. Pria yang sangat maskulin itu benar-benar membuatnya kagum. Tapi kekagumannya itu segera ia tepis setelah ingatannya jatuh pada ucapan-ucapan Birawa, apalagi jika teringat bahwa pendekatan ini hanyalah sebuah misi yang sudah dibayar lunas, rasanya Dinda ingin sekali merutuki dirinya sendiri.

Hampir lima belas menit Adam berkutat dengan ban motor matic milik Dinda, akhirnya selesai juga dan motor sudah kembali normal. Dia mengemasi semua peralatan lalu meraih selang kecil berwarna putih bening yang akan ia gunakan untuk menyedot bensin di mobilnya seperti yang di katakan sebelumnya.

Sementara Dinda, terdiam sambil menatap langit yang tiba-tiba tampak gelap karena awan hitam.

Dinda sangat berharap hujan segera turun supaya bisa lebih lama berada di sini untuk memperdalam perkenalan mereka.

Dan .... Sepertinya alam pun mendukung misi Dinda. Hujan benar-benar turun tapat ketika dia hendak menstarter motor. Dinda langsung turun dari motor dan setengah berlari menuju teras rumah Adam.

"Mbak, hujannya langsung lebat, mbak bisa singgah dulu di sini sambil menunggu hujan berhenti"

"Boleh?" Dinda bertanya.

"Tentu saja boleh"

Nah kan, dia sudah mulai menunjukkan sifat playboynya. Dia pikir pasti ini kesempatan dia untuk merayuku.

"Ayo duduk!" Adam kembali mempersilakannya duduk di kursi yang tadi sempat ia duduki.

Mereka duduk berdampingan dengan dibatasi meja.

"Mbak dari mana mau kemana?" tanyanya sedikit canggung.

"Saya dari rumah, mau ke rumah sakit"

"Ada yang sakit?"

"Mamah saya" sahut Dinda sambil mencuri pandang. "Siapa nama mas?"

"Saya Adam, mbak"

"Panggil saya Dinda" Dia menjulurkan tangan seraya tersenyum.

Adam menyambut dan menyalaminya masih dengan keramah-tamahannya.

"Boleh saya tahu mamahnya sakit apa, mbak Dinda?"

"Dinda saja, tak usah pakai 'mbak'. Apa aku terlihat lebih tua dari mas Adam?"

Sekali lagi Dinda mengoreksi caranya memanggil. Pria yang mengenakan kaos berwarna navi itu menjadi agak kikuk.

Sekalipun cukup canggung dia menyesuaikan diri.

"Ngomong-ngomong, sakit apa mamahnya, Dinda?"

"Nah gitu dong, kan jadi terasa lebih akrab.

Setelah puas dengan keakraban yang terjalin, Dinda pun mulai menjawab pertanyaannya.

"Ada masalah pada jantung mamahku"

Sorot mata Adam penuh menatap Dinda.

"Mamah harus segera dipasang ring jantung, karena kalau tidak, bisa berakibat fatal pada jantungnya"

"Semoga mamahnya mbak Din, maaf Dinda, lekas sembuh, dan segera diangkat penyakitnya"

"Aamiin, makasih" Dinda membalas tatapannya dengan agak sedikit genit. "Kalau boleh tahu, mas kerja dimana?"

"Saya karyawan di perusahaan konveksi"

"Mbak Dinda sendi,,,"

Adam berhenti berkata begitu melihat Dinda memberi bahasa tubuh yang keberatan dengan panggilannya barusan.

"Eh, maaf Dinda, kamu sendiri kerja dimana?"

Bagi Dinda, dengan berulang kalinya Adam menyesuaikan diri dan mengoreksi cara memanggil, itu sudah menunjukan satu poin kemenangannya. Setidaknya Adam sudah mau menuruti satu kemauan Dinda, sementara Dinda mulai bisa mengendalikannya.

Kini tinggal menaklukan agar Adam jatuh ke dalam perangkapnya

"Saat ini aku nggak ada pekerjaan, aku baru lulus, dan minggu depan baru mau di sumpah dokter"

"Wah, hebat ya mbak. Dinda maksud saya, masih muda tapi sudah menjadi dokter"

"Masih bulan depan aku baru mulai bekerja sebagai dokter" ralat Dinda cepat.

Menyadari Adam masih menggunakan bahasa 'saya' Dinda sengaja menggunakan 'aku' dan akan menggunakan daya tariknya supaya Adam semakin penasaran dengannya. Meskipun menggoda atau merayu itu sangat sulit bagi Dinda, tapi dia harus berusaha menarik hatinya.

Hhmm,,, aku memiliki waktu sekitar tujuh belas hari untuk merayunya sebelum aku benar-benar sibuk bekerja di Herquina sebagai dokter. Dan dalam waktu tujuh belas hari juga, aku harus bisa menjadikan dia kekasihku.

"Sepertinya mas belum menikah ya?"

"Belum"

"Punya pacar, atau kekasih, atau tunangan gitu"

"Teman dekat ada, tunangan belum"

"Teman dekat seperti apa maksud mas Adam, apakah pacar?"

"Iya" Pria itu menjawab sembari mengangguk.

"Bisa kita berteman mas, dan bolehkah aku minta nomor ponsel mas?"

"Untuk apa?"

"Ya, sebagai teman aja, siapa tahu mas atau keluarga mas sakit, aku bisa bantu"

Adam menatap Dinda penuh intens.

"Maksudku, mas kan sudah menolongku, aku juga mau dong membalas kebaikan mas ini, mas bisa datang ke aku kalau misalnya mas demam, atau sakit, begitu"

"Oh, begitu" jawabnya setelah terbengong hampir tiga detik.

"Mana ponselmu?"

Yes, tanda-tanda misiku akan berhasil.

****

Hujan telah reda, Dinda langsung berpamitan karena harus ke rumah sakit untuk menjenguk Meta sekalian bertemu dengan dokter Zaskia. Dia ingin membicarakan sesuatu mengenai pemasangan ring jantung buat sang mamah.

Karena Dinda sudah mendapatkan uang untuk biayanya, Dinda mau operasi Meta segera dilakukan._____

Sampai dua minggu berlalu, dan selama dua minggu itu Dinda terus menghubungi Adam dan sesekali bertemu.

Seiring berjalannya waktu, Adam mulai terbiasa dengan hubungan pertemanan mereka, itu ditandai dengan sikapnya yang tidak lagi canggung dan justru malah terkesan jauh lebih friendly dari sebelumnya.

Selain itu, Adam juga kerap sekali bercerita pada Dinda jika dia dan Prilly sedang berusaha keras mendapatkan restu Birawa yang hingga detik ini belum mereka dapatkan.

Sementara Dinda, terus memberikan sinyal sensual yang mampu membuat semua pria bertekuk lutut. Rayuan dan gombalan, serta perhatiannya, seolah mampu membuat Adam hanyut ke dalam permainan Adinda.______

Karena operasi Meta sudah berhasil dilakukan satu minggu yang lalu, dan sudah diperbolehkan pulang besok, Dinda sengaja meminta Adam untuk menemuinya. Di samping itu, Adam juga pernah menawarkan diri akan menjemput Meta jika keluar dari rumah sakit.

Dan saat ini, mereka sedang duduk di sebuah restoran cepat saji. Dinda sengaja berpenampilan cantik dan elegan agar Adam tertarik padanya.

"Jadi besok mau dijemput jam berapa?" tanya Adam dengan pandangan sepenuhnya terarah ke wajah lawan bicaranya.

"Belum tahu juga, tapi aku minta sore si ke dokter Zaskia, nunggu mas pulang kantor"

"Sorean berarti?"

"Hmm" sahut Dinda sambil menyesap minuman menggunakan sedotan.

"Ya udah, besok setelah pulang kantor aku langsung ke rumah sakit"

"Makasih ya mas, selalu ada buatku"

Benar-benar mas Adam tidak menunjukan sikap seperti yang Birawa tuduhkan. Atau bisa jadi dia hanya berpura-pura baik di depanku, agar aku semakin kagum padanya.

Ya bisa jadi seperti itu. Bukankah pria playboy memang manis di awal, tapi ujung-ujungnya akan menunjukan sifat aslinya?

Sedikit banyak, begitulah gambaran badboy menurut pengetahuanku.

Saat mereka tengah menikmati makanan, tiba-tiba datang seorang wanita dengan tatapan marah. Wanita itu langsung mencaci maki Adam dan juga Dinda.

Adam terperangah dengan kemunculan kekasihnya yang tiba-tiba.

Sementara Dinda hanya diam karena itu artinya, kesalahpahaman yang dia buat sudah berhasil memporak-porandakan hati wanita  yang tidak hanya cantik, tapi terkesan glamour dan juga pintar.

"Jadi benar apa yang ayahku katakan? Kamu memang pria bejat, kamu selingkuh di belakangku dengan wanita ini" ucapnya garang, lengkap dengan tatapan yang menyorot penuh amarah.

"Kamu tahu kan aku berusaha keras meminta restu ayah? lalu apa yang kamu lakukan di belakangku? kamu asik berselingkuh dengan dia"

"Prilly, kamu salah paham, Aku tidak ada hubungan apapun dengan Dinda"

"Apa aku harus percaya dengan semua ucapanmu?"

"Tentu saja Prilly"

"Kalau memang iya, bisa kamu jelaskan semua tentang foto-foto ini?" Prilly melempar beberapa lembar foto.

Tunggu, bukan hanya beberapa, tapi banyak, foto itu menunjukan kedekatan Dinda dengan Adam selama dua minggu ini.

Dinda sangat yakin jika foto-foto itu adalah ulah dari Birawa. Sudah pasti karena Birawa selalu mengawasi setiap gerak-gerik Dinda.

Sedetik kemudian, Adam memunguti foto-foto yang menampilkan sosok dirinya dan Dinda. Tangan Dinda tak mau kalah menyomot foto yang berserakan di meja.

"Prilly, kamu salah paham, aku dan Dinda hanya berteman"

Alih-alih merespon ucapan Adam, Prilly justru tersenyum sinis, kemudian melempar pandangan ke arah Dinda.

"Hey kamu!" Prilly mendorong kening Dinda sedikit kasar menggunakan tangannya, jelas kepala Dinda terhuyung ke belakang. "Ini hijab buat apa? buat nutupin kebusukanmu doang? kamu jangan jadi wanita murahan ya, malu sama hijabmu, masih banyak pria diluar sana, kenapa merayu kekasih orang? kenapa merayu tunangan orang? kenapa harus jadi pelakor? kenapa merusak hubungan orang?"

Dinda bergeming sambil menurunkan pandangan, sama sekali tak berniat merespon rentetan pertanyaan yang jelas menyudutkannya.

Fokus Dinda terus menatap foto yang menampilkan Adam tengah memayungi Dinda. Dimana tangan Dinda melingkar di pinggang Adam. Foto yang tampak dari arah belakang, tangan Adam juga melingkar di pinggang Dinda.

Foto itu diambil usai Dinda melakukan sumpah dokter. Karena harus ada perwakilan dari keluarga, Dinda meminta bantuan Adam menggantikan Meta yang memang saat itu tidak bisa hadir karena baru saja melakukan operasi pemasangan ring, dan pulangnya hujan turun dengan sangat lebat.

"Sejak kapan kamu menjalin hubungan dengan tunangan orang?"

Tak berani menyerukan suara, sebab Dinda terkejut dengan dirinya yang menyebutkan bahwa Adam adalah tunangannya.

"Aku tanya sama kamu, kamu tuli atau bisu hah?" Sentaknya dengan intonasi tinggi.

"Prillya!"

"Apa?!" tatapan Prilly kini beralih ke Adam. "Kamu mau mengelak? kamu bilang akan segera meresmikan pertunangan kita setelah mendapat restu ayah, tapi ini apa? bukannya membantuku merayu ayahku, tapi malah sibuk dengan wanita lain,"

"Kamu sa_"

"Semua foto itu sudah menunjukan kalian ada hubungan spesial, jadi tidak usah mengelak, Adam" potongnya cepat.

"Faktanya, aku tidak ada hubungan apapun dengannya, Prilly"

"Foto-foto itu buktinya Dam"

"Foto itu nggak seperti yang kamu lihat"

"Lantas apa?" pekiknya dengan lantang.

Dinda melirik sekitar ruangan, ada banyak pengunjung restoran yang menyaksikan drama mereka.

"Nona, pak Birawa menyuruh nona agar tidak mendebatkan soal pria busuk ini, beliau meminta nona segera ke kantor saat ini juga" Sambar pria yang perutnya sedikit buncit.

"Urusan kita belum selesai Adam, kamu harus menjelaskan semua foto itu padaku"

Usai mengatakan itu, Prilly berbalik kemudian melangkah, sementara Dinda menghela nafas lega usai kepergiannya seraya duduk kembali.

"Maaf atas sikap Prilly"

"Apa benar mas sudah bertunangan dengannya?"

"Secara pribadi si iya, aku memang pernah memintanya menjadi istriku, dan rencananya kami akan meresmikan pertunangan kami setelah mendapat restu dari ayahnya"

"Itu artinya, aku sudah menjadi orang ketiga dalam hubungan kalian?"

"Kamu jangan khawatir Din, aku akan menjelaskan semuanya pada Prilly nanti"

"Maaf, kalau pada akhirnya hubungan mas dan Prilly hancur"

"Stop! jangan merasa kamu sudah merusak hubunganku dengan prilly, hubungan kami sering sekali ada salah paham seperti ini, ini hal biasa Din"

Dinda mendongak menatapnya "Biasa?"

"Foto-foto itu pasti ulah pak Birawa, dia pasti sudah meracuni otak Prilly agar percaya dengan semua itu"

"Apa mas akan terus berusaha mendapatkan restu ayahnya?"

"Aku sudah berusaha sangat keras, dan aku akan terus berusaha, tapi kalau pak Birawa tetap pada pendiriannya, terpaksa mungkin aku mundur"

Kurasa mas Adam benar-benar pria baik, pria yang berkompeten di segala aspek, dia sama sekali tak menunjukkan gelagat bahwa dia pria playboy yang urak-urakan, dan aku sepertinya sudah salah paham dengannya.

Adinda membatin dengan sorot lekat menatap Adam.

Bersambung

Regards,

Ane

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!