Bab 4

"Bagaimana, apa kamu berhasil meminta tanda tangan Keenan?" tanya Theo sesaat setelah Zetta masuk ke dalam mobil.

"lya." Zetta memberikan berkas perjanjian perceraian yang dibawanya pada Theo. Lelaki itu menerimanya dan memeriksa isinya sejenak, kemudian mengembalikannya lagi pada Zetta.

"Baguslah, meskipun belum resmi, tapi sekarang bisa dibilang kamu sudah terlepas dari suami tak bergunamu itu," ujar Theo sambil menyalakan mesin mobilnya dan mulai melajukan kendaraan tersebut.

Zetta hanya bisa meringis mendengar kata-kata sahabatnya itu. Sejak awal, Theo memang tidak terlalu menyukai Keenan karena sikap Keenan yang tak pernah baik padanya. Dia saja yang selama ini terlalu cinta buta hingga tak terlalu mempermasalahkan semua itu.

Ah, kalau dipikir-pikir, selama ini Zetta memang benar-benar bodoh. Bagaimana bisa dia tak pernah protes sedikit pun atas semua tindakan Keenan yang seringkali tak menganggapnya sebagai manusia, apalagi istri. Padahal selama enam tahun menjadi istrinya, Zetta telah berjuang sekuat tenaga untuk meraih hati Keenan.

"Yah, sudahlah. Meskipun sebenarnya kesadaranmu datang masih agak terlambat, tapi setidaknya sekarang kamu bisa membuka mata dan menyadari jika dirimu terlalu berharga untuk disia-siakan oleh Keenan serta keluarganya. Lebih baik sedikit terlambat daripada tidak sadar sama sekali sampai akhir," tambah Theo lagi.

Zetta hanya menanggapi ucapan sahabatnya itu dengan senyuman tipis. Dia tak mengatakan apapun untuk membela diri karena perkataan Theo memang benar adanya. Dia sendiri juga tidak tahu kenapa bisa bertahan selama enam tahun sebagai istri Keenan meskipun selalu diabaikan dan disia-siakan. Kekuatan cinta itu memang luar biasa, bisa membuat orang menjadi kuat sekaligus tolol, seperti Zetta selama ini.

Mereka pun hening dan tak saling berbicara selama beberapa saat. Theo sendiri tak membawa Zetta pulang, namun malah mengajaknya berjalan-jalan menikmati pemandangan kota. Mereka kemudian makan siang di sebuah restoran yang cukup mewah, lalu melanjutkan jalan-jalan lagi.

Theo menemani sahabatnya itu seharian sebagai ucapan selamat karena telah terbebas dari tali kekang yang membelenggunya selama ini, meski belenggu itu juga datang karena keinginan Zetta sendiri. Hingga tak terasa, waktu pun telah berajak malam. Sekali lagi, Theo mengajak Zetta makan malam di sebuah restoran mewah dan memesan menu istimewa untuk sahabatnya itu.

"Kita pergi ke bar dulu, bagaimana? Kamu perlu sedikit bersantai setelah selama ini harus menjalani kehidupan keras di sarang penyamun," ajak Theo setelah mereka selesai makan malam.

Zetta tertawa kecil mendengar istilah sarang penyamun yang Theo sematkan untuk kediaman keluarga Keenan.

"Tidak ah, aku sedang tidak mau pergi ke mana-mana lagi. Langsung antarkan aku pulang ke rumah ayahku," tolaknya kemudian.

"Ayolah, hitung-hitung merayakan kebebasanmu," pinta Theo lagi.

Zetta menggeleng, tetap menolak ajakan sahabatnya itu.

"Hish, kamu ini benar-benar tidak asyik." Theo sedikit menggerutu. "Sebenarnya aku bukannya mau mengajakmu bersenang-senang, tapi ada yang ingin bertemu denganmu di sana."

"Ada yang ingin bertemu denganku?" Zetta terlihat sedikit menautkan kedua alisnya.

Theo mengangguk.

"Kamu mesti datang ke sana kalau ingin tahu orangnya. Dia sudah menunggu di sebuah bar tak jauh dari sini. Aku yakin, kamu pasti akan sangat senang bertemu orang itu."

"Siapa?"

"Kamu mesti datang ke sana kalau ingin tahu orangnya. Dia sudah menunggu di sebuah bar tak jauh dari sini. Aku yakin, kamu pasti akan sangat senang bertemu dengan orang itu."

Zetta menatap Theo beberapa saat sambil agak memicingkan matanya, sebelum kemudian menghela nafas dalam. Sebenarnya dia ingin segera pulang, tapi karena merasa penasaran dengan sosok yang yang katanya ingin bertemu dengannya itu, dia pun akhirnya menyetujui ajakan Theo.

Mereka berdua kemudian mendatangi sebuah bar yang terletak tak jauh dari restoran tempat mereka makan malam.

"Kamu masih ingat dia, kan?" tanya Theo sambil menunjuk dari kejauhan seorang lelaki muda yang tengah duduk menghadap ke arah bartender.

Sontak mata Zetta langsung membeliak melihat lelaki itu.

"Alex? Dia yang ingin bertemu denganku?" tanya Zetta.

Theo mengiyakan.

Lelaki bernama Alex atau yang lebih dikenal orang-orang dengan nama Alexander adalah seorang model papan atas yang sedang naik daun akhir-akhir ini. Lelaki itu mengawali karirnya sebagai seorang model amatiran, namun berkat bantuan seseorang, dia bisa menjadi sukses seperti sekarang ini. Dan orang yang membawanya pada kesuksesan tak lain adalah Zetta.

Di masa lalu, Alex adalah seorang anak miskin yang diselamatkan oleh Zetta dan ayahnya. Mereka menyekolahkan Alex dan menyokongnya masuk ke dunia hiburan sampai kemudian sosok Alex diterima dan mendapatkan tempat di sana. Dan sekarang, Alex telah menjelma menjadi model papan atas yang cukup sukses.

"Kak Zetta." Alex langsung melambaikan tangannya saat menoleh dan menyadari kehadiran Zetta.

Zetta pun tersenyum dan mendekati lelaki itu, diiringi oleh Theo. Mereka akhirnya duduk di dekat Alex dan masing-masing memesan segelas minuman.

"Apa kabar, Kak Zetta?" tanya Alex pada Zetta. Raut wajahnya terlihat sangat senang saat mengajak Zetta bicara.

"Baik. Kamu sendiri bagaimana?" Zetta balik bertanya.

"Aku juga baik. Tentu saja ini karena kebaikan Kak Zetta dan juga Tuan Lian." Alex menjawab dengan agak emosional. Dia memang selalu seperti itu setiap kali ingat tentang masa lalunya yang bisa dibilang pahit. Zetta dan ayahnya adalah penyelamat Alex di masa lalu.

"Kamu masih seperti dulu, ya, masih suka mewek dan cengeng," ujar Zetta sambil terkekeh pelan.

"Mana ada? Aku sudah banyak berubah, kok," sangkal Alex dengan raut wajah serius.

"Iya, iya. Sekarang kamu sudah menjadi orang sukses."

Zetta kembali terkekeh hingga mereka bertiga pun akhirnya tertawa bersama.

Ketiganya berbincang-bincang sejenak, sebelum kemudian memutuskan untuk mengakhiri pertemuan itu karena hari sudah cukup malam. Mereka pun bersama-sama keluar dari bar. Namun, saat melewati sebuah kolam renang yang ada di halaman samping bar, tiba-tiba saja datang seseorang yang hendak memukul Zetta dengan menggunakan botol minuman. Untung saja langsung dihalau oleh Alex.

"Hei, apa-apaan ini?" sergah Alex pada orang tersebut.

Zetta agak terkejut saat melihat orang yang tadi hampir saja berhasil memukulnya. Dia seorang lelaki yang berusia hampir sebaya dengannya. Roan, adik lelaki Keenan.

"Roan?"

"Dasar perempuan murahan!" maki Roan dengan tatapan nyalang.

Terang saja raut wajah Zetta mengeras mendengar itu.

"Jadi ini kelakuanmu saat sedang berada di luar rumah? Bersenang-senang dengan lelaki lain seperti ini? Benar-benar memalukan!"

Zetta masih diam sambil menatap tajam mantan adik iparnya itu. Tentu saja Roan tidak tahu kalau sekarang dirinya dan Keenan sudah bercerai meski belum resmi.

"Kakakku bekerja keras siang dan malam untuk menghidupimu, kamu malah melakukan sesuatu yang membuat harga dirinya jatuh seperti ini. Dasar perempuan tidak tahu terima kasih!"

"Jaga mulutmu!" Theo yang tidak tahan mendengar hinaan Roan pada Zetta langsung menarik kerah baju pemuda itu dan bersiap hendak memberinya sebuah bogem mentah. Tapi dengan sigap Zetta menahan tangan Theo, sehingga pukulan menyakitkan itu tak sampai mengenai sasaran.

"Theo, please ...." Zetta menggelengkan kepalanya, meminta agar Theo tak mengotori tangannya untuk memberikan Roan pelajaran.

Meski masih tersulut emosi, Theo menurunkan tangannya dan mundur selangkah ke belakang, sedikit menjauh dari Roan.

Pemuda itu tampak membenahi kerah bajunya dengan pongah dan menatap Zetta sembari berdecih. Zetta pun kali ini balas memberikan tatapan mengejek pada sang mantan adik ipar.

"Apa katamu tadi? Kakakmu bekerja keras siang dan malam untuk menghidupiku? Tidak salah?" tanya Zetta pada Roan.

"Dengar baik-baik. Selama enam tahu aku menjadi istri kakakmu, tidak ada sepeser pun kakakmu itu memberi nafkah padaku. Aku bisa hidup sampai sekarang, itu karena diriku sendiri, bukan karena dihidupi oleh orang lain. Dia bekerja siang dan malam demi untuk menghidupi seluruh anggota keluarganya yang tahunya hanya makan dan melakukan hal tak berguna saja, termasuk kamu!. Jika ada yang pantas disebut benalu dalam hidup Keenan, itu adalah kalian sendiri, ibu dan adik-adiknya yang tak tahu malu."

Mata Roan membeliak mendengar kata-kata Zetta, antara marah, tak terima tapi juga tak menyangka Zetta bisa berbicara seperti itu.

"Dan untuk urusan harga diri, aku rasa bukan aku yang menjatuhkan harga diri kakakmu, tapi dia sendiri. Mana ada lelaki terhormat yang setiap hari menghabiskan waktunya untuk mengurus perempuan yang tidak memiliki ikatan apa-apa dengannya, sedangkan pada istrinya sendiri dia lepas tanggung jawab. Ingat, harga diri seorang lelaki ada pada tanggung jawabnya. Jadi jangan mengatakan tentang harga diri kakakmu itu di depanku, karena selama aku menjadi istrinya, tak pernah sekali pun dia bertanggung jawab padaku. Yang artinya, di mataku dia adalah lelaki yang sama sekali tak memiliki harga diri!"

Zetta mengucapkan kata-katanya dengan tenang namun penuh dengan penekanan. Setelah itu, dia melenggang pergi dari hadapan Roan diikuti oleh Theo dan Alex, sedangkan Roan sendiri hanya bisa terpaku melihat punggung Zetta yang kian menjauh tanpa bisa mengatakan apa-apa.

Terpopuler

Comments

Nadia

Nadia

iya bener tegas dikit, jgn lemah karna cinta dan jgn JD bodoh jg Krn cinta. aku gak tau ya, dinovel atau didunia nyata paling benci kalo ada perempuan ngejar atau memaksakan cinta.

2024-05-05

0

sherly

sherly

gitu donk jgn mau di sakiti

2024-04-19

0

Paijo 2018

Paijo 2018

nah,...ngah ngoh kan jadinya lo Ron 😏😒

2023-02-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!