Takdir Untuk Chessy (Ketika Cinta Mengalahkan Dendam)
"Devano Dirgantara …. Apa lu bener-bener nggak waras? Rara butuh lu sesegera mungkin untuk melakukan transplantasi tulang sumsum. Nyawanya sekarang terancam, dia darah daging lu, anak kita satu-satunya, tapi lu main gila dengan sahabat gue? Wah ... kalian sungguh keren ... sangat hebat ...." Chessy benar-benar hampir gila saat memergoki suami serta sahabatnya tidur satu ranjang.
"Chessy ... maaf ... aku ... aku butuh belaian karena udah lama nggak ...." Sylia hendak membela diri tetapi Chessy semakin muak.
"Cukup .... Lu sahabat berhati iblis ...." sela Chessy.
"Tapi dulu lu janji mau berbagi apa pun, jadi salah gue dimana?" Sylia benar-benar tidak merasa bersalah sama sekali.
"Salah lu dimana? Apa lu nggak punya otak buat mikir? Wanita mana yang tega berbagi suami, Syl? Coba lu pikir ada di posisi gue? dasar jallang ...." Chessy pun mengumpat.
"Chessy Manohara Putri Ginanjar .…" Teriak Devan tak mau kalah dengan Chessy. "Cukup ... lu harus sadar diri bagaimana lu sekarang. Lu selalu sibuk ngurus anak sedangkan suami lu? Gue dan Sylia saling mencintai. Sylia juga sedang hamil." Jawab Devan seraya memeluk Sylia.
"Dasar wanita iblis … biadab lu Syl … Gue nggak sudi punya sahabat kayak lu, gue nggak sudi … najiss lu Syl … najiss …." Chessy mendorong tubuh Devan agar menjauh dari Sylia, kemudian Chessy menamparnya dengan sekuat tenaga.
Plak!
"Chessy … jaga sikap lu. Dia sedang hamil," Devan segera menghampiri Chessy dan menamparnya untuk pertama kalinya selama mereka berdua menikah.
Plak!
"Lu bukan manusia Dev. Demi wanita itu lu nampar gue? Dan kalian sudah punya anak dalam perut? Jadi sudah berapa lama kalian bermain di belakang gue? Oh ... ya ... gue tahu kenapa akhir-akhir ini lu nggak pernah sentuh gue. Jadi karena udah ada penggantinya. Gue pikir karena lu capek kerja, nggak tahunya capek main wanita. Dasar brengseek ...." Chessy menyentuh pipi yang ditampar oleh suaminya Devan. Baginya pipi itu tak seberapa sakit dibandingkan hatinya yang benar-benar hancur seketika.
"Cukup Ches, gue cinta Sylia. Gue kepala rumah tangga, jadi apa pun keputusan gue, lu harus terima itu," bentak Devan menatap Chessy tajam.
"Ches, lu janji'kan apa pun yang lu punya, gue juga berhak atas itu. Lo mau jadi orang munafik ya? Lagian Rara sekarang baik-baik aja, Ches. Kak Devan udah kasih Dokter terbaik. Kita juga bulan madu cuma tiga hari doang. Oiya, kita mau ke Paris sore ini. Sebelum kita pulang, lu harus keluar dari rumah ini ya karena rumah ini udah atas nama gue sebagai mahar pernikahan gue nanti. Inget ya rumah ini atas nama Sylia Agustina." kata Sylia dengan sangat lembut tetapi sangat menusuk hati Chessy.
"Hah? Apa lu bilang Syl? Wah … ini sungguh surprise yang sangat indah Dev. Gue bener-bener terkejut. Sumpah gue nyesel anggep lu sahabat, Syl. Dan lu Dev ... Gue yang menemani lu dari nol hingga sekarang. Bahkan gue ngebela lu mati-matian di depan bokap nyokap gue, kakak gue yang modalin bisnis kita, tapi apa? Apa yang lu lakukan Dev?" Chessy sangat ingin membunuh kedua sejoli di hadapannya itu.
Rumah yang sudah Chessy tempati selama empat tahun dengan hasil kerja keras dan desainnya sendiri sekarang direbut oleh wanita yang mengaku seorang sahabat itu. "Kalau gitu kita jangan jauh-jauh Yang bulan madunya. Nggak usah ke Paris dulu nggak pa-pa deh, kita ke Bali aja yang deket biar Chessy nggak khawatir, gimana Yang?" Tanya Sylia merayu Devan.
"Lu denger'kan kata Sylia? Dia masih belain lu padahal lu udah nampar dia. Dia masih khawatir sama lu, Ches. Sudahlah lu jaga dulu Rara, gue sama Sylia mau siap-siap dulu. Kalau ada apa-apa telpon aja. Inget juga apa yang dikatakan Sylia, lu pindah aja ke rumah lama kita."
Tanpa basa-basi lagi Devan dan Sylia keluar dari rumah untuk melakukan perjalanan bulan madu sesuai rencana mereka. Tubuh Chessy tiba-tiba lemas. Tulang-tulangnya seakan remuk dan tak kuat untuk menopang badan yang memang sedikit berubah sejak melahirkan Rara. Chessy akui dia jarang merawat diri karena sibuk mengurus Rara yang sakit leukimia sejak lahir. Bisa saja itulah kenapa Devan memilih Sylia yang parasnya cukup cantik dari dirinya sekarang. Chessy ambruk di lantai. Chessy hanya bisa meringkuk meratapi takdirnya.
"Ini gila … sungguh gue bisa gila dengan semua ini. Tuhan … apa yang harus hamba lakukan sekarang? Apa ini hukuman karena melawan kedua orang tua hamba dulu hiks .…"
"Pah … Mah … maafin Chessy. Andai Chessy dengerin perkataan kalian. Andai saat itu Chessy nggak kawin lari dengan bajingann itu, pasti hati Chessy nggak akan sehancur ini'kan? Hiks hiks .…"
Kring!
Telepon rumah berdering. Chessy yang ambruk di lantai mencoba untuk bangun. Air mata yang entah sudah menetes berapa banyak di pipinya itu di usap halus oleh jarinya. Chessy melangkah dengan lemas dan mengangkat panggilan telepon itu.
"Apa Sus? Anak saya kritis?" Begitulah teriakan Chessy. Baru saja dirinya dihancurkan oleh orang yang dianggap paling penting dan paling diandalkan dalam segala hal. Namun, kini kehancuran itu semakin bertambah karena kabar Rara yang kondisinya semakin memburuk. Tanpa pikir panjang lagi, Chessy langsung tancap gas menuju rumah sakit tempat anaknya anaknya dirawat.
Langkah kaki yang tergopoh-gopoh, Chessy berjalan menuju ruang rawat Rara. Berbagai alat telah terpasang di tubuh anak yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke lima tahun.
"Rara Sayang, ini Bunda Nak. Rara anak yang kuat'kan? Rara harus sabar ya Sayang," Chessy mencium tangan Rara dan membasahinya dengan air mata. Rara pun membuka matanya perlahan.
"Bunda .…" Terdengar suara berat Rara dibalik alat bantu pernapasannya.
"Iya Sayang, ini Bunda Nak. Rara harus kuat ya Nak." Chessy menggenggam erat tangan Rara kemudian mencium keningnya.
"Ayah mana Bunda? Rara mau bicara sama Ayah." Chessy segera mengambil ponselnya dan melakukan panggilan video pada Devan. Harusnya, Devan belum berangkat bulan madu saat ini.
"Ini Bunda vidio call ya Sayang. Tunggu sebentar!" Namun, sudah yang ketiga kalinya panggilan itu terhubung, tetapi tak diangkat.
"Mungkin Ayah lagi sibuk kerja atau lagi meeting Sayang. Rara mau bicara apa sama Ayah? Bunda sampein ke Ayah nanti ya?" Chessy menatap mata Rara yang untuk berkedip saja sudah sangat berat.
"Rara mau bilang kalau Ayah harus jaga Bunda dengan baik. Rara udah nggak kuat nahan sakit ini Bunda."
"Nggak Nak enggak … Rara anak hebat, Rara kuat ... Rara harus bertahan demi Bunda, Sayang." Beberapa kali Chessy mencium tangan Rara untuk memberikan semangat pada anaknya.
"Bunda … Rara harus pergi. Bunda nggak boleh nangis lama-lama ya? Bunda harus kuat demi Rara." Kalimat terakhir itu ditutup dengan bunyi Elektrokardiograf (EKG) yang panjang.
"Rara …! Bangun Sayang. Buka matamu Nak!" Chessy menggoyangkan tubuh Rara, tetapi tak mendapatkan hasil yang dia mau. Dokter yang menangani segera memeriksa kondisi Rara, tetapi raut wajahnya berubah penuh penyesalan.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin Buk, tapi Allah berkehendak lain. Allah lebih sayang pada anak Ibu." Wajah Rara yang telah memucat itu pun ditutup dengan selimut yang menandakan Rara telah meninggal dunia.
"Tidak .... Bangun Rara … bangun Nak … ini Bunda .… Jangan tinggalin Bunda Nak, Bunda mohon ayo buka matamu. Bangun Rara bangun …." Chessy yang tak kuasa menerima kondisi itu pun pingsan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Araaa
/Panic/
2024-12-22
0
IndraAsya
jejak 🐾
2023-07-01
0
Makiyah
mampir kak 😁
oiya mau tanya.. retensi itu efeknya gimana kak? jelasin doonk
2023-03-10
0