Impian Gadis Yang Malang

Impian Gadis Yang Malang

Bab 1

"Ibu, jangan tinggalin aku! Aku nggak mau pisah dengan Ibu! Aku mohon Ibu jangan pergi!" pinta Zulfa dengan tangisan yang menyayat hati.

"Maafin Ibu, Fa. Ibu harus pergi demi masa depan kalian juga, mau sampai kapan kita akan hidup seperti ini. Ibu udah capek jadi hinaan dan gunjingan semua orang," tutur Ibu Zulfa, sedangkan Zahra yang merupakan kakak dari Zulfa hanya bisa menangis sambil memeluk adiknya.

"Ra, jaga Fafa dengan baik! Ibu harus pergi sekarang, suatu saat kita pasti akan bertemu lagi. Tentunya dengan kehidupan yang lebih baik."

"Kenapa Ibu tega ninggalin aku dan Fafa? Apa kami menjadi beban untuk Ibu? Di mana Ibu yang selalu sabar dalam menghadapi segala cobaan yang bertubi-tubi, Ibu yang selalu mengajarkan agar kita tidak menyalahkan takdir karena hidup pas-pasan?" cecar Zahra.

"Bukannya Ibu tega dan nggak sayang kalian, tapi Ibu harus pergi demi membuktikan pada semua orang bahwa kita juga bisa hidup layak."

"Ibu pergi sekarang, jaga diri kalian baik-baik!" pamit ibunya lalu melangkahkan kaki keluar dari rumah.

"Ibu!" teriak Zulfa yang melihat ibunya sudah diambang pintu. "Aku ikut, Ibu! Jangan tinggalin Fafa, Bu! Ibu tolong kembali!" Zahra tak kuasa menahan air matanya melihat sang adik yang histeris karena ibunya memaksa pergi untuk menjadi seorang TKW.

"Fafa nggak boleh nangis! Masih ada Kakak yang nemenin Fafa. Kita akan selalu bersama dalam keadaan apapun, Fafa harus jadi anak yang kuat," ucap Zahra menenangkan adiknya.

"Ibu udah nggak sayang kita, Kak. Ibu tega ninggalin kita sendiri di sini. Aku benci Ibu."

"Ssttt, nggak boleh ngomong gitu. Do'akan yang terbaik untuk ibu, supaya dilancarkan segala urusannya."

Zulfa semakin sesegukan mendengar ucapan kakaknya, sedangkan Zahra hanya dapat menahan air matanya agar terlihat kuat di hadapan adiknya. Dia juga tidak boleh terpuruk dalam kesedihan, dia harus kuat demi adiknya saat ini.

"Ya Allah, berikan kekuatan dan ketabahan untuk kami. Mudahkanlah segala urusan kami. Aamiin," batin Zahra.

-

-

-

Keesokan harinya, seperti biasa Zahra bangun pagi lalu pergi ke pasar membeli bahan untuk dagangannya. Ya, keseharian Zahra adalah berjualan gorengan keliling kampung bahkan Zulfa sering ikut membantu berjualan ketika sore hari. Walaupun hanya berjualan gorengan, setidaknya bisa membantu perekonomian mereka untuk kebutuhan sehari-hari.

Sepulang dari pasar, Zahra meletakkan belanjaannya di dapur lalu dia masuk ke kamar Zulfa. "Fa, bangun yuk! Udah pagi lho, kamu kan harus sekolah."

Namun, yang dipanggil tak kunjung menjawab. "Fa, bangun!" Zahra menepuk lembut pipi Zulfa agar segera bangun, tapi dia terkejut sebab suhu tubuh Zulfa sangat panas.

"Astaghfirullah Fafa, badan kamu demam tinggi," ucap Zahra dengan panik, lalu dia berlari ke arah dapur mengambil baskom yang berisi air hangat serta handuk kecil untuk mengompres Zulfa.

Zahra kembali ke kamar Zulfa dengan langkah tergesa-gesa, setibanya di kamar dia langsung meletakkan handuk yang sudah dibasahi air hangat di kening Zulfa.

"Fa, buka mata kamu! Jangan bikin Kakak khawatir!" Zahra memijat lembut tangan Zulfa.

"Ibu! Jangan pergi!" gumam Zulfa dengan mata yang terpejam.

"Fa, ini Kakak. Bangun sayang, jangan buat Kakak takut!" Karena tak juga membuka mata, Zahra bergegas membeli obat penurun panas di warung. Setelah membeli obat, dia langsung ke dapur untuk membuat bubur dan teh hangat.

Setelah 45 menit, bubur yang dibuat Zahra sudah jadi. Dia lalu menuangkan bubur panas tersebut ke dalam mangkok. Sembari menunggu bubur hangat, dia membuat teh juga untuk Zulfa agar saat bangun nanti bisa langsung diminum.

-

-

-

"Cepat, kamu layani tamu yang ada di sana! Jangan sampai kamu membuat masalah!" ucap Zack sambil menunjuk seorang pria tambun yang duduk di sofa.

"Baik, Tuan," jawab Diana yang tak lain ibu dari Zahra dan Zulfa. Beliau sekarang bekerja di sebuah club malam yang berada di pusat kota, menjadi TKW hanyalah alibinya agar anak-anaknya tak mengetahui pekerjaan yang sedang dia lakukan.

Bu Diana lantas menghampiri pria tambun itu, "Akhirnya, kamu datang juga," sapa pria itu.

"Layani aku sekarang! Berapapun yang kamu minta akan aku beri asalkan kamu bisa memuaskanku," tawar pria itu.

"Baiklah, saya akan melayani Anda dengan baik."

Bu Diana dan pria tambun itupun meninggalkan club dan pergi menuju sebuah hotel untuk memuaskan nafsu birahinya.

Menjadi pewaris utama di sebuah keluarga kaya membuat Hendra menjadi sosok yang suka hidup berfoya-foya. Ya, pria tambun itu adalah Hendra. Pria beristri yang sudah mempunyai dua orang anak.

Namun, hal itu tak membuat Hendra fokus pada keluarga melainkan mencari kepuasan sendiri diluar sana. Istri yang sudah menemaninya selama 25 tahun hanya dianggap sebagai pajangan, ketika tak berselera berhubungan dengan sang istri maka dia akan mencari wanita di sebuah club.

-

-

-

"Makan dulu ya, Fa. Habis itu diminum obatnya," ucap Zahra yang menemani Zulfa di kamar, setelah demamnya turun Zulfa langsung terbangun.

"Fafa nggak lapar, Kak," lirih Zulfa. Dia bagaikan mayat hidup, wajah pucat serta pandangan yang kosong membuat Zahra ikut sakit melihat perubahan adiknya.

"Tapi kamu harus makan biar cepet sembuh! Atau kamu mau sesuatu biar Kakak buatin?" bujuk Zahra.

"Aku cuma mau Ibu!" Runtuh sudah pertahanan Zahra, air matanya tak bisa terbendung lagi. Dia pun langsung memeluk tubuh adiknya dengan air mata yang mengalir deras.

"Kamu yang sabar, ya. Ibu pasti pulang dan berkumpul lagi bersama kita. Kamu nggak boleh sedih terus, hati Kakak juga ikut sakit lihat kamu kayak gini."

"Fafa mau kan kita kumpul bareng ibu lagi? Jadi, Fafa nggak boleh sedih apalagi nangis terus. Fafa harus bisa jadi anak yang pintar biar suatu saat menjadi orang yang sukses dan membanggakan semua orang, terutama ibu dan Kakak," lanjut Zahra. Zulfa pun menganggukkan kepalanya tanda mengerti, dia membenarkan apa yang dikatakan kakaknya barusan.

"Maafin Fafa ya, Kak. Udah buat Kakak sedih dan khawatir. Fafa janji akan menjadi anak yang kuat agar apa yang menjadi impian Fafa bisa terwujud," ucap Zulfa sambil melerai pelukan kakaknya.

"Iya, Sayang. Kakak akan selalu berdo'a agar adik Kakak yang cantik ini menjadi orang sukses suatu saat nanti," harap Zahra.

Kedua kakak beradik itupun saling berpelukan memberikan semangat.

Selamat datang di karya kedua ku, semoga kalian suka dengan cerita ini. Jangan lupa untuk like dan komen ya 😘😘😘.

Jangan lupa juga untuk baca novel pertamaku Cinta Untuk Tiara, yang pastinya juga nggak kalah seru dengan cerita ini.

Terpopuler

Comments

Mak Aul

Mak Aul

what! Ibu kenapa kau jadi perempuan gak bener. masih banyak pekerjaan yang lainnya. Mending kerja jadi ART Bu. Halal

2022-11-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!