Bab 2

Hari-hari berlalu, tak terasa sudah satu minggu Bu Diana pergi dari rumah. Zulfa sudah tak sedih seperti biasanya akan tetapi, kini dia berubah menjadi sosok pendiam dan irit bicara.

Namun, ketika di rumah dia akan menjadi Zulfa yang periang dan ceria. Dia tak ingin kakaknya terlalu memikirkan dirinya sebab dia sudah bertekad dalam hati, dia akan membuktikan pada ibunya kelak bahwa dia bisa menjadi wanita yang mandiri dan sukses walau tanpa ada seorang ibu yang mendampinginya.

"Kak, aku berangkat sekolah dulu," pamit Zulfa pada Zahra yang sedang membuat dagangan untuk jualan sore nanti.

"Iya, hati-hati di jalan! Sekolah yang rajin, biar kelak apa yang kamu impikan bisa terwujud," pesan Zahra.

"Iya Kak, aku akan berikan yang terbaik."

Setelah berpamitan Zulfa bergegas berangkat sekolah, dia menempuh perjalanan selama 20 menit untuk sampai sekolah karena dia hanya berjalan kaki.

Sesampainya di sekolah, Zulfa langsung masuk ke kelasnya dan meletakkan tas. Sembari menunggu jam pelajaran dimulai, dia membaca buku yang akan dipelajari nanti.

Ketika sedang fokus belajar, tiba-tiba datang dua orang siswi yang sering mengganggu bahkan membully Zulfa.

"Eh, anak kampung udah datang. Sok rajin banget sih, percuma juga loe belajar nggak bakalan bisa merubah nasib," hina Rosa salah satu siswi yang memang suka membully siapapun yang menurutnya adalah saingan.

"Oh ya, denger-denger ibu loe pergi dari rumah. Loe tahu nggak ke mana ibu loe sebenarnya?" Lalu Rosa membisikkan sesuatu ke telinga Zulfa.

"Ibu loe sekarang jadi p*lacur yang suka melayani pria hidung belang."

Deg

Zulfa mengepalkan kedua tangannya menahan gemuruh di dadanya. Karena sudah tak bisa menahan rasa amarah di hati, dia pun menggebrak meja di hadapannya.

Brakkk

"Silakan kamu hina aku sepuasmu! Tapi jangan pernah sekalipun kamu menghina ibuku!" ketus Zulfa sambil menunjuk ke arah Rosa.

"Kenapa, nggak terima? Emang itu kenyataannya kalau ibu loe seorang p*lacur." Setelah mengucapkan itu Rosa dan temannya meninggalkan Zulfa yang masih emosi.

Setelah dia tenang, Zulfa kembali duduk di bangkunya. Air matanya perlahan menetes, memikirkan semua perkataan Rosa barusan.

"Apa iya ibu pergi karena bekerja sebagai p*lacur? Aku harus cari tau kebenarannya," batin Zulfa.

Tet tet tet

Bel sekolah sudah berbunyi pertanda jam pelajaran akan dimulai.

-

-

-

Sepulang sekolah, Zulfa mengurung diri di kamar. Hal itu membuat Zahra heran karena tak biasanya adiknya mengurung diri.

Dia pun berinisiatif memanggil Zulfa untuk makan siang. "Dek, kamu lagi ngapain? Kok nggak makan dulu."

Zulfa yang semula memandangi buku lantas menoleh ke arah kakaknya, "Nanti aja Kak, masih nanggung mau ngerjain tugas biar cepet selesai."

"Kan tugasnya bisa dilanjut nanti, yang penting makan dulu tadi Kakak udah buatin sayur sop kesukaan kamu," ucap Zahra sambil mengelus rambut adiknya.

"Ya udah aku makan dulu kalau gitu."

"Kakak udah makan?" lanjut Zulfa.

"Belum, makanya Kakak ajak kamu makan sekalian," balas Zahra.

Akhirnya, mereka ke dapur untuk makan siang bersama. Walau hanya lauk sayur dan tempe, itu sudah cukup nikmat bagi Zahra dan Zulfa.

"Kak!" panggil Zulfa disela-sela membantu kakaknya menyiapkan dagangan.

"Iya, Dek. Ada apa?"

"Ibu sebenernya kerja di mana sih?"

"Kalau kata ibu sih jadi TKW. Kenapa emangnya?"

"Enggak apa-apa cuma pengen tahu aja, kok udah seminggu nggak ada kabar," alibi Zulfa, dia hanya ingin memastikan perkataan Rosa tadi pagi.

"Mungkin ibu sibuk kerja, makanya nggak kasih kabar. Do'akan ibu baik-baik aja biar bisa kumpul bareng kita lagi."

"Iya, Kak."

Mereka melanjutkan pekerjaan dengan diselingi obrolan ringan. Setelah satu jam lebih berkutat di dapur, kini Zulfa sedang menata gorengan yang akan dijual.

"Aku ikut Kakak, ya!" pinta Zulfa.

"Enggak usah, kamu di rumah aja. Dagangannya juga nggak terlalu banyak, jadi biar Kakak sendiri aja yang keliling."

"Ya udah kalau gitu. Aku lanjut belajar lagi di kamar."

"Iya, belajar yang rajin! Kakak berangkat dulu ya! Jangan lupa pintunya dikunci!" pesan Zahra.

"Iya, Kak. Hati-hati, semoga dagangannya cepet habis!"

"Aamiin."

Zahra pun berangkat berjualan gorengan keliling kampung. Dengan berjalan kaki sambil menenteng keranjang yang berisi dagangannya.

"Gorengan, gorengan." teriak Zahra menawarkan dagangannya.

Dengan sabar dan telaten, Zahra menjajakan gorengan dari kampung satu ke kampung lainnya.

"Neng Zahra, beli gorengannya," panggil seorang ibu yang sedang duduk di teras rumah.

"Iya, Bu." Zahra mendekat ke arah ibu itu lalu membuka keranjang dagangannya.

"Mau gorengan apa, Bu?"

"Ada apa aja?"

"Ada pisang, tempe, tahu dan bakwan."

"Saya mau pisang dan bakwan aja 10 ribu," pinta ibu itu.

"Baik, Bu." Zahra pun mengambilkan pisang dan bakwan sesuai yang diminta ibu itu.

"Ini, Bu."

"Iya, ini uangnya." Ibu itu menyerahkan selembar uang sepuluh ribuan.

"Terima kasih, Bu."

"Sama-sama, Neng. Semoga dagangannya laris ya."

"Aamiin, saya permisi lanjut keliling lagi."

"Iya, silakan!"

Kini Zahra kembali keliling ke kampung sebelah, berharap dagangannya cepat habis.

Tak terasa sudah tiga jam Zahra menjajakan gorengan, dia pun bisa pulang lebih cepat karena tadi ada yang membeli sisa dagangannya untuk camilan jaga pos kamling.

"Alhamdulillah, hari ini bisa pulang cepat," syukur Zahra. Dia segera bergegas pulang untuk membuatkan lauk adiknya.

Di tengah perjalanan pulang, ada seseorang yang memanggil Zahra. "Zahra!"

"Mas Amir. Ada apa Mas?" tanya Zahra.

"Lusa kamu di rumah nggak?"

"Setiap hari aku di rumah kok, Mas. Tapi kalau sore ya jualan. Ada apa emangnya?"

"Bapak dan ibu mau ketemu kamu. Katanya ada yang mau disampaikan ke kamu," jelas Amir.

Zahra mengerutkan keningnya karena bingung apa yang ingin disampaikan orang tua Amir. "Oh gitu ya, kalau aku ke sana siang nggak apa-apa kan? Soalnya nunggu Zulfa pulang sekolah dulu."

"Iya, nggak apa-apa. Nanti aku bilang bapak dan ibu. Ya sudah kalau begitu aku pulang dulu."

"Iya, Mas."

Setelah Amir pergi, Zahra kembali melanjutkan perjalanannya ke rumah.

"Assalamualaikum, Dek buka pintunya!" ucap Zahra ketika sudah di depan rumah.

"Waalaikumsalam, sebentar Kak!"

Ceklek

Pintu rumah sudah dibuka, Zulfa langsung mencium tangan kakaknya lalu mengambil alih keranjang bawaannya.

"Tumben udah pulang, Kak?"

"Iya, alhamdulillah tadi masih ada sisa gorengan 50 ribu diborong sama orang kampung sebelah. Jadi, Kakak bisa pulang cepet," jawab Zahra ketika sudah masuk rumah.

"Alhamdulillah," syukur Zulfa.

"Diminum dulu tehnya, Kak!" Zulfa menyodorkan segelas teh hangat pada kakaknya.

"Makasih ya, Dek." Zahra segera meminum teh buatan adiknya untuk melepas dahaga setelah berjalan jauh.

"Oh, ya Dek. Lusa Kakak mau ke rumah Mas Amir, kamu mau ikut apa di rumah aja?"

"Kakak mau ngapain ke sana?"

"Tadi pas di jalan Kakak ketemu Mas Amir, katanya bapak dan ibunya mau ngomong sesuatu ke Kakak."

"Aku di rumah aja, Kak. Takut ganggu nanti."

"Enggak kok, jadi gimana?"

"Terserah Kakak aja, kalau boleh ikut aku ya ikut."

"Ok kalau gitu, sepulang kamu sekolah kita ke sana."

"Iya, Kak."

Siang semuanya, jangan lupa untuk like dan komen ya 😘😘😘

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!