Thank You Captain
..."Wilayahnya manusia itu hanya ada pada harapan dan usaha saja. Selebihnya Allah yang akan menentukan. Maka dari itu, jangan lupa untuk melibatkan Allah dalam setiap urusan kita. Agar hasilnya nanti tidak mengecewakan, pun jika tidak sesuai, maka kita akan lebih mudah menerima. Karena sudah yakin bahwa takdir Allah pasti yang terbaik."...
...Thank You Captain...
...Karya Alfia Ramadhani...
"Congratulation Abang." Zia bertepuk tangan saat melihat abangnya maju ke depan untuk menerima penghargaan.
Hari ini adalah hari wisuda Arfan di Internasional Pilot Academy. Setelah 3 tahun menempuh pendidikan, hari ini ia resmi lulus dari salah satu sekolah penerbangan terbaik di Indonesia. Mimpinya sedari kecil sudah terwujud, sejak berusia sepuluh tahun, ia sudah mengagumi profesi yang sudah Babanya jalani sejak muda. Sejak itu juga Arfan banyak bertanya pada Azril, Babanya, terkait dengan persiapan apa yang harus dilakukan untuk menjadi seorang pilot.
Selanjutnya yang menjadi panutannya adalah Om Ariq, kakak Ummanya yang berprofesi sebagai TNI AD, walaupun begitu Om Ariq sering menceritakan tentang pengalamannya menaiki pesawat tempur dan membantu pengangkutan menggunakan pesawat angkut TNI AU. Hingga disitulah muncul ketertarikan Arfan untuk menjadi pilot pesawat tempur TNI AU. Dengan begitu, ia bisa mengikuti jejak Baba dan Omnya secara bersamaan.
Alhasil, dengan izin Allah dan restu Umma Babanya, kini Arfan sudah menyelesaikan pendidikannya. Tinggal menunggu kabar baik dari pihak maskapai, apakah ia diterima atau tidak menjadi bagian dari pilot di maskapai tersebut.
"Arfan Rafassya Al-Ghifari, putra dari Captain Azril Al-Ghifari dinyatakan sebagai lulusan terbaik angkatan 6 Internasional Pilot Academy," seiring dengan suara yang menggema di lapangan pagi hari ini, sambutan tepuk tangan dari para hadirin terdengar riuh.
Yang dimaksud segera maju, Arfan mengambil ancang-ancang untuk baris berbaris menuju ke tengah lapangan. Ia disambut oleh Komandan Komando Pendidikan Angkatan Udara, Marsda TNI Andika. Dan juga beberapa jajarannya yang sudah membawa tropi, sertifikat, dan lencana wings.
"Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya selaku Komandan Komando Pendidikan Angkatan Udara, mempersilahkan kepada yang terhormat Captain Azril Al-Ghifari untuk menyematkan lencana wings pada putra kebanggaannya, Ananda Arfan Rafassya Al-Ghifari," ujar Marsda TNI.
Azril yang sedang asyik memperhatikan Arfan dari kejauhan tiba-tiba kaget saat dipanggil oleh Marsda TNI Andika. Ia benar-benar tak menyangka, bisa diberikan kesempatan berharga ini. Bagaimana tidak, sebagai seorang ayah dan Captain pilot, tentunya ia sangat bangga kepada Arfan, putranya. Namun yang lebih membanggakan lagi, ia diberikan kesempatan untuk menyematkan lencana wings kepadanya, yang bahkan tidak semua orang bisa melakukan.
Tak berbeda dengan Azril, sang ayah. Arfan pun juga sama bangganya. Dihari kelulusan yang sudah ia nantikan, tiba-tiba mendapatkan sebuah kejutan berharga lagi. Secara ekslusif, sang ayah sebagai Captain Pilot panutannya sejak kecil, pada hari ini diberi kesempatan untuk menyematkan lencana wings untuknya. Mungkin kesempatan ini hanya ia seorang diri yang bisa merasakan.
Azril maju kedepan, memberikan hormat kepada Marsda TNI Andika. Kemudian ia mengambil lencana wings pada baki dan menyematkannya di jas kiri Arfan. Semua orang dapat menyaksikan senyum bahagia Arfan saat lencana itu sudah benar-benar tersemat padanya. Ditambah tepukan tangan Azril pada pundak kiri Arfan, disana juga terlihat senyum kebanggaan seorang ayah atas keberhasilan putranya.
"Congratulation putra kebanggan Baba. Sukses untuk nanti berkarir di dunia penerbangan ya nak. Tunjukkan pada semua orang, bahwa putra kebanggaan Captain Azril bisa menjadi pilot terhebat dari semua yang terhebat." Azril menepuk pundak kiri Arfan.
Dibarisan kursi kedua, senyum bangga dua orang wanita berhijab juga tertangkap netra Arfan. Dia adalah Azifa, Ummanya dan Azia, adik perempuannya. Dua wanita itu tampak memberikan tepuk tangan kebanggaan mereka untuk Arfan. Arfan juga melemparkan senyuman tanda terimakasihnya.
"Umma, ini benar-benar double kejutan yang gak terduga buat abang," ujar Zia pada ummanya.
"Iya sayang, Abang Arfan mungkin satu-satunya orang yang beruntung bisa disematkan lencana wings oleh Captain Pilot panutannya sejak kecil, yaitu Baba." Umma meraih tangan Zia.
Serangkaian acara wisuda sudah dilakukan, kini saatnya pembacaan do'a yang dipimpin oleh Arfan. Pasalnya selama Arfan belajar di sini, ia selalu disebut sebagai yang paling alim. Hal itu karena Arfan tak pernah melewatkan sholat lima waktu, mengaji, dan juga puasa sunnah. Padahal sebenarnya itu bukan ukuran seseorang dinyatakan alim atau tidak, karena pada dasarnya itu semua memang seharusnya dilakukan oleh umat muslim. Arfan hanya melakukan sebagaimana yang ia lakukan setiap harinya, sesuai dengan perintah Allah dan ajaran dari Umma Babanya sejak kecil.
Beberapa teman Arfan juga sampai kagum padanya, bahkan dari mereka juga ada yang mengikuti kebiasaan itu. Arfan malah semakin senang, jadi sekarang ia memiliki banyak teman untuk beribadah bersama-sama. Dan apa yang diajarkan oleh umma dan babanya tak hanya ia manfaatkan sendiri, tapi juga teman-temannya.
Acara wisuda sudah resmi selesai, kini lapangan dipenuhi dengan para keluarga yang menghampiri putra-putra mereka. Termasuk Arfan, kini ia sedang berkumpul bersama keluarganya.
"Congratulation Abang, umma bangga banget sama abang." Azifa memeluk putra sulungnya itu. Air mata haru juga sudah tak bisa ia tahan, rasa bangga dan bahagia bercampur menjadi satu disana.
"Terimakasih Umma, Abang bisa seperti ini sekarang karena do'a dari Umma, Baba, juga Zia," begitupun dengan Azifa, air mata Arfan juga lolos dari sudut netranya.
"Ba, terimakasih ya. Abang bener-bener seneng banget, tadi baba sudah sematkan lencana wings untuk Abang. Thank you Captain panutanku." Arfan beralih memeluk Babanya.
"You're welcome nak, kita disini selalu mendoakan Abang agar bisa menjadi captain pilot terbaik sejagad raya," Azril membalas pelukan putra kebanggaannya.
"Dek, abang juga berterimakasih karena selama ini Zia selalu support Abang." Kini Arfan beralih memeluk adiknya.
"Sama-sama, we love you Abang," ujar Zia.
"Love you more, 'usratiy,"
"Yaudah, yuk foto-foto, Zia sudah bawa kameranya." Zia mengeluarkan kamera dari dalam tasnya.
Setelah itu mereka berswafoto bersama, mulai dari foto keluarga, foto resmi, sampai foto-foto bermacam gaya. Bagi Zia yang senang sekali dengan foto, ini adalah kesempatan yang harus diabadikan. Karena ini tak akan terulang untuk yang kedua kalinya. Jadi harus dimaksimalkan sebanyak mungkin.
"Arfan," suara dari Om Ariq terdengar.
"Om Ariq, aunty Fidya." Zia yang malah berlari menghampiri mereka.
"Congratulation Abang, Om sama Aunty bangga banget sama kamu." Om Ariq memeluk keponakannya.
"Makasih Om, Aunty. Tapi Arfan minta maaf soalnya belum bisa jadi kayak impian Om sama Baba, pilot TNI AU," Arfan tampak lesu.
"Gapapa Arfan, yang namanya manusia itu kuasanya hanya bisa berharap, selebihnya Allah yang menentukan."
"Bener nak, yang penting Arfan sudah berusaha semaksimal mungkin. Baba, Umma, Om dan semuanya jadi saksi perjuangan kamu," Azril ikut menimpali.
"Berarti rezeki abang memang bukan disana, jadi abang harus menerima ya." Umma mengelus lengan putranya.
"Gini loh Arfan, Aunty pernah denger dari Om, katanya semua pilot itu adalah cadangan pilot TNI AU, iya kan Mas?" Aunty Fidya mengalihkan pandangan pada Om Ariq.
"Iya bener, jadi sewaktu-waktu para pilot bisa saja dibutuhkan dalam membantu misi TNI AU, entah itu untuk pesawat tempur, angkut, atau helikopter. Jadi Abang harus siap-siap," ujar Om Ariq untuk mengembalikan semangat keponakannya.
"MasyaAllah, semoga Arfan diberikan kesempatan untuk itu," harap Arfan sungguh-sungguh.
Arfan tersenyum lega, orang-orang disekitarnya memang positif vibes. Mereka selalu mempunyai solusi dari semua permasalahan yang Arfan lewati. Termasuk kejadian 3 tahun lalu yang membuatnya down saat dinyatakan tidak diterima dalam seleksi menjadi bagian dari pilot TNI AU. Padahal itu adalah impian terbesar Arfan selain ingin menjadi pilot komersial. Namun karena dukungan dari orang-orang sekitarnya, ia bisa kembali bangkit dan semangat untuk menempuh pendidikan hingga saat ini bisa lulus menjadi lulusan terbaik.
Memang benar, wilayahnya manusia itu hanya ada pada harapan dan usaha saja. Selebihnya Allah yang akan menentukan, apakah hasilnya sesuai atau tidak dengan keinginan kita. Maka dari itu, sebaiknya dalam berusaha agar kita selalu melibatkan Allah. Mengapa? Supaya ketika nanti hasilnya tak sesuai dengan harapan, kita bisa lekas menerimanya dengan lapang dada. Karena kita percaya, bahwa Allah tau yang terbaik untuk hambanya.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS Al-Baqarah: 216).
"Ya Allah, terimakasih sudah menganugerahi hamba keluarga yang sempurna," gumam Arfan dalam hatinya.
Mereka melanjutkan perbincangan di sebuah gazebo yang ada di sekitar lapangan. Beruntungnya ada penjual es dan camilan yang bisa menemani obrolan santai mereka. Banyak yang mereka bicarakan, mulai dari hal yang penting sampai tidak terlalu penting. Arfan juga menyempatkan waktu untuk video call dengan nenek kakek dan oma opanya, biar bagaimanapun mereka juga harus merasakan kebahagiaan yang cucunya rasakan sekarang.
"Zia gimana kuliahnya sayang?" Tanya Aunty Fidya.
"Alhamdulillah lancar aunty, cuma ya gitu tugasnya seabrek, bikin pusing. Zia ngerasa tua, karena starpack-nya sekarang sudah freshcare, antangin, minyak kayu putih, koyo, bahkan balsem. Serasa jadi remaja jompo," keluh Zia mengundang kekehan keluarganya yang lain.
"Sabar Dek, sabar." Arfan merangkul adiknya.
"Alhamdulillah, disyukuri aja ya sayang. Dibalik banyaknya keluhan kamu itu, mungkin juga banyak yang menginginkan di posisi kamu sekarang. Kak Asyifa juga gitu kok. Syukurnya di asrama banyak temen, coba kalau tinggal sama Om dan Aunty di rumah dinas, dijamin gaada temennya," yang lain terkekeh.
"Jadi sekarang Kak Nchip gak ikut karena di asrama ya Aunty." Nchip adalah panggilan sayang Zia untuk Kakak sepupunya, anak dari Om Ariq dan Aunty Fidya.
"Iya Zi, katanya lagi banyak tugas."
"Tuh Dek, dengerin makanya kamu di asrama aja biar banyak temen," bujuk Arfan.
"Loh memang gak mau Zia?" Tanya Aunty Fidya.
"Sama sekali nggak mau Kak, katanya mau nemenin aku kalau babanya lagi terbang, apalagi berhari-hari," jawab Umma.
"Anak Umma banget ya Zi." Aunty Fidya mencubit pipi Zia.
"Yaudah, Om sama Aunty harus segera ke kantor sekarang, soalnya harus ikut rapat persit Aunty-nya nak," pamit Om Ariq.
"Oke, Om Aunty, hati-hati dijalan ya." Arfan dan Zia mencium punggung tangan keduanya. Begitupun dengan Azril dan Azifa.
"Kalau gitu kakak pamit Zif, Ril. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam." Kemudian Om Ariq dan Aunty Fidya berlalu dari hadapan mereka.
Hari sudah semakin siang, udara juga semakin panas. Sudah sejak satu jam yang lalu mereka meninggalkan tempat wisuda, saat ini sedang berada di masjid untuk menunaikan sholat dzhuru. Kebetulan masjid terletak tak jauh dari tempat itu. Selesai sholat dzuhur, mereka memutuskan untuk makan siang di salah satu restoran Jepang, sesuai permintaan Arfan.
Setelah satu jam perjalanan dari masjid tadi, kini mereka sudah sampai di restoran Jepang yang dimaksud. Tadi, baba dan umma memberikan kebebasan pada Arfan untuk meminta apa yang dia mau, karena hari ini adalah hari spesialnya. Tak ingin egois dengan dirinya sendiri, maka Arfan meminta agar mereka makan bersama-sama di restoran Jepang langganannya selama berada di kota ini.
Sejak Arfan turun dan memasuki restoran, semua mata tampak tertuju padanya. Awalnya Arfan kebingungan, namun akhirnya ia sadar. Mungkin karena dirinya masih memakai jas pilot, jadi orang-orang memperhatikan. Arfan memilih tak menggubris, karena jujur ia sendiri tak punya pakaian lain. Baju-baju yang ada di asrama semuanya masih ada di tempat laundry. Jadi tak ada pilihan lain, ia tetap memakai seragam pilotnya.
"Ganteng."
"Wah keren."
"MasyaAllah pilot."
Kira-kira begitulah suara yang terdengar di telinga Zia saat ini. Seketika itu juga terlintas sebuah ide dalam pikirannya. Zia yang awalnya berada jauh dibelakang abangnya tiba-tiba berlari dan menggandeng tangan Arfan. Dan berjalan beriringan dengannya sembari senyum-senyum sendiri.
"Yah, tapi sudah pacar," kecewa mereka saat melihat Zia tiba-tiba menggandeng tangan Arfan.
"Eh, itu pacarnya ya," sahut yang lain.
"Sudah dikenalin ke orang tuanya juga," mereka semakin patah hati.
Terdengar juga riuh kekecewaan dari para wanita yang memuji-muji Arfan tadi. Zia tersenyum kegirangan dan semakin memperat pegangannya pada Arfan.
Sebenarnya Arfan juga bingung dengan tingkah aneh adiknya yang tiba-tiba menggandeng tangannya dan senyum-senyum tidak jelas. Saat mencoba bertanya, Zia hanya membalas dengan kedipan mata. Terpaksa ia ikuti saja kemauan adiknya.
"Zia kenapa?" Azifa ikut heran dengan tingkah putrinya.
"Ngerjain Mbak-Mbak disana," ia terkekeh dengan suara pelan.
"Emang kenapa?" Tanya Azril.
"Jadi, tadi itu mereka muji-muji Abang gitu Ba. Yaudah Zia kerjain aja, dengan nempel-nempel ke Abang. Terus mereka pada kecewa, dikira Zia pacarnya," jelas Zia pelan dan hal itu mengundang tawa Baba, Umma, dan Abangnya.
"Sayang, kamu mau makan apa?" Ujar Arfan bersikap manis pada Zia.
"Aku mau sushi yang," Zia yang mengerti maksud abangnya ikut melancarkan aksi.
Semakin jelas terdengar kekecewaan para wanita yang tak berada jauh dari tempat mereka sekarang. Alhasil keduanya terkekeh merasa berhasil.
"Kalian itu ada-ada aja ya," Azifa dan Azril geleng-geleng kepala dengan sandiwara mereka.
Beberapa menit kemudian waitress datang dengan membawa makanan yang sudah Azril pesan tadi, saat anak-anaknya sedang melancarkan sandiwara mereka. Pasalnya tadi di mobil Arfan dan Zia sudah menyebutkan apa yang mereka inginkan, jadi Azril sudah tau harus memesan apa.
"Abang, ayo suap-suapan, kita kan pacaran." Zia menepuk pundak abangnya.
"Siap, kamu yang suapin abang dulu," Arfan tersenyum licik.
"Aaaa sayang."
"Hmm, makasih sayang. Sushinya enak banget."
"Mas, liat anak-anak Mas Azril," Azifa terkekeh geli.
"Anak kamu juga sayang, biarlah mereka berkreasi. Asalkan jangan sampai pacaran beneran, kalau nggak Baba coret dari kartu keluarga," ujar Azril.
"Kalem Ba, insyaAllah Abang sama Zia ngga akan sekali-kali melakukan perbuatan mendekati zina itu," ujar Arfan meyakinkan.
"Bagus, anak-anak Umma sama Baba kalau udah ada rasa ketertarikan sama lawan jenis langsung bilang sama kita, nanti kita cari solusinya sama-sama. Dengan menikah misalnya," timpal Azifa.
"Abang itu Umma, katanya kagum sama se-." Mulut Zia dibekap oleh abangnya.
"Abang?" Azifa seperti akan mengintrogasi.
"Nggak Umma, nggak usah dengerin Zia. Dia anaknya memang asal ceplas-ceplos," Arfan mencoba meyakinkan ummanya.
"Baru aja Umma bilang,"
"Yaudah Umma, nanti abang ceritain di rumah," kalau sudah tampak raut kekecewaan di wajah Umanya, Arfan tidak bisa berbuat apa-apa selain jujur.
"Sekarang lanjutin makannya, biar kita bisa cepet pulang," titah Azril menengahi istri dan anaknya.
****
Hari sudah malam, perjalanan dari Bandung ke Jakarta selama dua jam sudah dilewati. Saat ini mereka sudah sampai dirumah, tentunya dengan barang-barang Arfan yang diangkut dari asrama.
Saat ini ia dan Babanya sedang mengangkat-angkat barang-barang itu. Sementara Zia sedang membantu Umma untuk menyiapkan makan malam.
Tepat saat barang terakhir selesai diangkut, masakan untuk makan malam sudah tersaji di meja makan. Arfan dan Baba yang sudah kelaparan segera menuju dapur saat mencium aroma-aroma masakan Umma. Seperti biasa, disaat seperti ini Azifa harus mengeluarkan jurus marahnya, bagaimana tidak, disaat kelaparan seperti ini pasti keduanya langsung menyomot makanan yang ada, tanpa menunggu yang lain.
"Baba, Arfan, coba liat adiknya masih siapin piring, jangan asal nyomot dulu ya," awalnya kalem, namun lama kelamaan emosi juga.
Setelah semuanya siap, barulah makan malam dimulai. Ditengah-tengah makan malam, tiba-tiba Azifa teringat akan ucapan Zia siang tadi di restoran. Dan janji Arfan yang katanya akan menceritakan setelah sampai rumah. Namun melihat saat ini masih makan malam, Azifa menunda sampai selesai makan malam.
"Ekhm, jadi Abang lagi naksir siapa?" tanya Umma tiba-tiba.
"Uhuk..uhuk.."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
rani85
semoga ceritanya bukan sad ending. . gamon sama cerita2 mu bun
2022-11-29
2
༄᩿🄰🅉🆁🅸🅴🄻🄻🄰༄᩿
semangat buna aku selalu ngikuti buna hehehe
2022-11-18
0
manda_
lanjut thor semangat buat up lagi ya ditunggu
2022-10-17
1