“Masyaallaah, terima kasih banyak Ayah Ali. Sampai dibawakan lengkap bahan-bahannya. Padahal untuk alat peraga, saya bisa ‘kok mengajukan untuk dibelikan komite sekolah” kata Ustadzah Intan sambil menerima kardus dari Ayah Ali.
“Enggak apa-apa kok Ustadzah. Biar bisa lebih cepat anak-anak belajarnya. Ini santannya sudah saya siapkan dalam botol-botol kecil untuk setiap anak. Ragi tempenya juga sudah ada. Nanti anak-anak tinggal menambahkan raginya ke santan. Satu sendok kecil saja. Sendoknya sudah ada dalam wadah raginya. Insyaallaah gampang ustadzah. Persis seperti yang sudah saya jelaskan dalam pesan. Kalau sudah selesai tinggal tunggu sampai besok, lalu bisa diamati akan ada lapisan minyak kelapa yang terbentuk” kata Ayah Ali mengulang kembali prosedur percobaannya.
Ali sebenarnya tidak setuju dengan apa yang ayahnya lakukan. Dia langsung masuk ke kelas. Ali percaya teman-temannya sudah melupakan kejadian minggu lalu. Setiap lewat akhir pekan adalah awal baru buat anak-anak. Tapi Ayah percaya dia harus melakukan sesuatu agar anaknya tidak jadi bahan cacian sampai dia lulus.
Ustadzah Intan menyetujui ide Ayah Ali. Dia merasa ikut bersalah dengan apa yang telah terjadi empat hari yang lalu. Andai dia bisa menuntaskan perdebatan, menjawab semua pertanyaan muridnya di dalam kelas, maka tidak ada sisa masalah yang terbawa ke luar kelas. Masalah yang sampai harus diselesaikan sendiri oleh murid-muridnya, dengan cara yang mereka bisa. Saat Ustadzah Intan meletakkan kardusnya di atas meja, para murid sudah penasaran dengan isinya. Beberapa ada yang dengan berani bertanya pada Ustadzah Intan. Namun tidak digubris sebelum syaratnya dilakukan oleh para murid. Mereka harus duduk tenang di kursi masing-masing.
“Siapa yang tahu apa yang terjadi kalau kita campurkan air dan minyak goreng dalam satu botol”
“Enggak bercampur Ustadzah” jawab salah satu murid yang diiyakan oleh teman-temannya yang lain, sahut-menyahut. Ustadzah Intan mengeluarkan satu botol santan. “Kali ini yang mau jawab angkat tangan dulu ya.. siapa yang pernah lihat santan”
Hampir semua murid mengangkat tangan sambil teriak “pernah...” Beberapa murid perempuan malah menambahkan jawaban mereka dengan kalimat semisal, ibu mereka pernah pakai buat masak. Pernah bantu ibu beli santan di supermarket. Pernah diajak ibunya beli santan, melihat langsung bagaimana mesin parut kelapa bekerja.
“Berarti semua sudah tahu ya.. santan itu dari kelapa. Terus kalau santan dimasak dalam sayur, jadinya gimana” tanya Ustadzah Intan.
“Jadi kayak ada minyaknya ustadzah” kata Queena.
“Iya.. Bener. Kuahnya jadi berminyak. Minyaknya itu keluar dari santan. Berarti ‘kan di dalam santan, minyak sama air bisa bercampur” kata Ustadzah lntan sambil mengguncang-guncang botol santan yang dipegangnya. “Tadi ‘kan kalian bilang minyak sama air kalau dimasukkan dalam botol yang sama enggak bercampur. Kok bisa ya, dalam santan mereka bercampur” tanya Ustadzah Intan memancing rasa ingin tahu muridnya. Dan berhasil! Sejenak kericuhan kelas mereda. Sepertinya setiap otak manusia kecil dalam ruangan itu mencoba memikirkan alasannya.
“Coba, Disha sama Faiz bantuin ustadzah. Bagikan santannya untuk teman-teman ya.” Kata Ustadzah sambil mengeluarkan botol-botol berisi santan satu per satu ke atas meja. Disha dan Faiz bergegas ke meja Ustadzah dan mulai hilir mudik membagikan botol. “Satu orang bakal dapat satu botol. Jadi enggak usah rebutan. Yang lain tetap di kursi masing-masing. Tunggu Disha sama Faiz datang ke meja kalian.” Teriak Ustadah Intan.
“Sama saja Ya..! Sama saja semuanya. Jadi enggak usah pilih-pilih. Semuanya sama!” lanjut Ustadzah Intan di ujung kesabaran. Alhamdulillah kesabarannya tidak habis sampai botol santan terbagi habis. Beberapa anak sudah mulia mengocok-ngocok botol santan. Ada yang memelototi santan di dalam botol, entah keajaiban apa yang dia tunggu.
“Sudah lihat ‘kan. Minyak sama air di dalam santan bercampur sempurna. Ada yang tahu kenapa” tanya Ustadzah Intan. Dia berharap Ali akan memberi tanggapan. Tapi yang diharap malah melihat botolnya dengan bosan. Seperti orang yang dipaksa menonton film yang sudah berulang kali dia lihat.
“Jadi di dalam santan ada zat yang namanya protein. Protein ini punya dua tangan. Tangan yang satu memegang air, yang satunya lagi menggandeng minyak. Makanya semuanya bisa bercampur. Ada protein yang menjaga air dan minyak tetap akur” jelas Ustadzah Intan.
“Tadi kata Queena, sayur kuah santan akan berminyak saat dimasak, atau dipanaskan berkali-kali. Itu karena proteinnya jadi rusak karena panas. Saat protein sudah rusak, tidak ada lagi yang menjaga minyak sama air tetap akur, maka terpisahlah minyak dari santan. Hari ini kita akan coba pisahkan minyak dari santan dengan cara yang beda. Kita akan tambahkan ini.” Kata Ustadzah Intan sambil mengeluarkan wadah berisi tepung dari kardus.
“Ini adalah ragi tempe. Ustadzah akan keliling ke meja kalian untuk bagi-bagi ragi tempenya. Tapi sebelumnya, tulis nama masing-masing di botol santannya ya.. botol yang dikasih ragi Cuma yang sudah ada namanya” sambung Ustadzah. Anak-anak bergegas menuliskan namanya pada botol. Dengan begitu anak-anak tidak berebutan untuk segera menambahkan ragi ke botol mereka.
“Nah... urusan menambahkan ragi sudah selesai. Sekarang bagian paling pentingnya” kata Ustadzah Intan setelah semua botol di tangan anak-anak sudah ditambahkan ragi. Anak-anak menunggu kalimat selanjutnya dari Ustadzah Intan. Kelas sempat senyap sebentar. Sampai akhirnya Disha berkomentar “Iih... Bagian paling pentingnya apa Ustadzah..,”
“Ya.. itu dia bagian paling pentingnya. Kita menunggu ragi tempenya bekerja. Sampai besok. Jadi botol kalian simpan di loker. Besok kita lihat bakal jadi apa. Ingat ya.. besok walaupun ada yang sudah datang duluan, jangan ada yang ambil botolnya. Biar di situ sampai Ustadzah bilang ambil. Mengerti! Jadi kalian sekalian belajar sabar, dan belajar patuh sama perintah. Ingat ‘kan, apa balasan untuk orang yang bersabar” tanya Ustadzah.
“Orang sabar disayang Allaah” jawab anak-anak serempak. Lalu satu persatu menyimpan botol santan mereka di loker masing-masing. “Sekarang kita lanjut ke pelajaran berikutnya ya.. Coba buka buku matematikanya” kata Ustadzah Intan memberi perintah.
Keesokan harinya semua teman-teman sekelas Ali menghadapi cobaan yang sama. Mereka penasaran dengan botol santan. Masing-masing Cuma mengamati botolnya tanpa berani menyentuh. Alhamdulillah, ternyata murid di sekolah Ali adalah anak-anak yang patuh.
“Ustadzah..! pisah jadi tiga”
“Iya ustadzah, punya aku juga”
“Iya aku juga..” teriak anak-anak saat Ustadzah Intan masuk ruangan kelas.
“Iya... Alhamdulillah. Berarti semuanya berhasil ya.. itu karena kalian patuh sama Ustadzah. Botolnya enggak digoyang goyang. Jadi raginya bisa bekerja dengan nyaman. Hebat-hebat anak Ustadzah” ujar Ustadzah Intan bangga. “Sekarang ambil botol kalian dan bawa ke meja masing-masing. Tapi pelan-pelan. Jangan sampai isinya terguncang ya.”
Setelah anak-anak sudah di meja masing-masing. Ustadzah menyiapkan komputernya untuk dihubungkan ke televisi yang ada di kelas. Anak-anak langsung duduk tertib. Mereka selalu suka apabila ustadzah memutarkan film. Tidak ada yang berani gaduh, karena takut acara menontonnya akan dihentikan. Dan mereka harus kembali belajar dari buku.
“Ada yang tahu apa sebenarnya yang terjadi selama santan kalian ditinggal semalaman” tanya Ustadzah. Tidak ada yang menjawab. Termasuk Ali. “Naah.. jawabannya ada di tayangan ini” kata Ustadzah sambil mulai memutarkan rekaman siaran TV.
“Waah... itu ‘kan Ayahnya Ali.” Kata Faiz.
“Iya.. ayahnya Ali”
“Waah.. hebat Ayahnya Ali masuk TV” Komentar teman-teman Ali saat tayangan mulai diputar. Beberapa menonton sambil sekali-sekali melirik Ali. Aira salah satunya. Karena dia ingin memastikan Ali sudah kembali ceria. Tidak malu lagi karena pekerjaan ayahnya.
Dalam tayangan itu Ayah Ali menerangkan alasan mengapa minyaknya terpisah. Itu karena ragi tempe telah memakan protein yang menjaga minyak dan air tetap tercampur. Pada tayangan ditampilkan hasil yang sudah terpisah jadi tiga lapisan, serupa dengan yang anak-anak sudah lakukan. Anak-anak senang sekali karena hasil mereka sama dengan yang ada di TV. Kemudian ditampilkan bahwa ketiga lapisan dipisahkan. Minyak yang berada di tengah kemudian dipanaskan lalu disaring. Dengan begitu minyak kelapa sebening air bisa diperoleh.
“Jadi begitu ya anak-anak. Salah satu cara kita membuat minyak kelapa. Ayah Ali yang mempelajari cara tersebut, lalu mengajarkan ke semua orang yang mau mempelajarinya. Itu juga salah satu pekerjaan peneliti” jelas Ustadzah Intan. Ada kelegaan besar dalam dada ustadzah Intan setelah dia mengucapkan kalimat tersebut. Dia merasa sudah berhasil memperbaiki salah persepsi yang kemarin sempat muncul di murid-muridnya.
Beberapa teman sekelas Ali ada yang langsung mengatakan pada Ali kalau Ayahnya hebat. Sebagian hanya melihat sambil tersenyum. Ada yang sambil mengacungkan jempol. Ali pun merasa lega. Tidak ada lagi teman sekelasnya yang menuduhnya anak pendosa.
“Aku masih enggak habis pikir Li. Waktu minggu lalu kita harus menjelaskan pekerjaan orang tua di depan kelas. Kenapa kamu tidak bilang saja kalau Ayah kamu kerjanya mempelajari cara baru dalam membuat sesuatu. Lalu ambil contohnya minyak kelapa ini. Kenapa malah ambil contohnya bikin alkohol” tanya Zia di saat istirahat.
“Aku pikir bakal lebih keren, Zia. Kamu lihat sendiri ‘kan, waktu aku bilang ayahku bisa bikin bensin dari kayu. Teman-teman langsung jadi penasaran” sahut Ali.
“Itu dia masalahnya. Kamu Cuma berpikir gimana caranya kelihatan keren. Aku cerita sama Ibuku waktu kamu berantem sama Javin. Ibuku bilang, itu sebabnya pemerintah bikin badan khusus untuk mengkaji bagaimana menerapkan teknologi. Termasuk dari bagaimana cara memperkenalkan teknologi. Kalo caranya salah, jangan harap teknologinya bakal digunakan, malah penelitinya yang dimusuhi” kata Zia.
“Yang begitu pekerjaan ibuku. Mencari cara yang tepat agar teknologi di bermanfaat bagi Ummat dan bermaslahat” sambung Zia lagi dengan bangga.
“Memangnya kamu bisa menjelaskan seperti itu kalo minggu lalu ditanya apa sebenarnya pekerjaan ibu kamu”
“He he he.. enggak juga sih. Aku beruntung saja enggak ada yang tanya” sahut Zia. “Tapi Ibuku benar ‘kan ,Li! Memperkenalkan teknologi pada suatu kaum, pada suatu budaya, memang perlu pengamatan, kajian dan cara yang cocok.” Pungkas Zia untuk menegaskan perdebatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments