Kala Ezra keluar dari ruangan, rupanya tengah terjadi sebuah kericuhan kecil. Eldo dan Jhonson tengah menahan wanita yang sedang ia gugat cerai, berusaha memaksa masuk menemuinya.
"Ezra ... honey, dengarkan aku dulu please," pinta Cheryl dengan sorot mata memohon.
"Bicara saja dengan lawyerku. Aku tak lagi ingin berurusan denganmu," jawab Ezra jengah.
"Ezra! berhenti atau aku akan berteriak jika kau adalah seorang suami yang dingin dan pernah memukulku," Cheryl berseru lantang.
Sreg.
Ezra menghentikan langkahnya, berbalik badan menghampiri wanita yang lengannya di cekal oleh Jhonson.
"Dua tahun mengenalmu lalu memutuskan menikah, dalam kurun waktu satu tahun pernikahan kita, hanya satu kali aku menamparmu. Saat kau pulang ke rumah dalam keadaan mabuk diantar oleh seorang pria, dia menjamah tubuh terbukamu leluasa akibat pakaian kurang bahan yang kau kenakan ... oh, jangan lupakan bahwa kalian ber-cum-bu didepan mataku," bisik sang suami ditelinga wanita yang masih menjadi istrinya itu.
"I-itu aku ... A-ku dalam keadaan tidak sadar." Cheryl mencoba berkilah.
"Mengabaikan laranganku, menuju pub lalu minum, turun ke floor adalah pilihan saat sadar, Cheryl. Siapkan alibimu agar bisa menghalau gugatanku lusa ... jangan ganggu aku lagi, bukankah pacarmu lebih tampan dan kaya dari aku?" Ezra menepuk pipi wanita itu lembut, rasa hati tak tega meski ingin menyakiti fisiknya karena dia pernah mencintai wanita itu.
Dengan tangan mengepal geram, Ezra meninggalkan wanita yang masih meneriakkan namanya. Jemarinya menekan angka didepan lift menuju basement khusus pimpinan dimana mobilnya berada.
"Si-al, nampaknya tak mudah melepaskan diri dari ular itu," keluh Ezra sembari memijat pelipis.
Ting.
Lift terbuka dan kaki panjang terbalut setelan jas mahal itu keluar dari kotak besi menuju mobilnya.
Tangan kiri sang CEO merogoh kunci disaku celana belakang lalu menekan tombol alarm. Porsche boxters metalik silver itupun berbunyi, menyilakan sang empunya masuk kedalam mobil dengan interior custom luxury.
"Bismillah...." Ezra lirih mengucap doa, melajukan mobil sporty meninggalkan gedung miliknya.
...***...
Harapan Hospital.
Tiga puluh menit waktu tempuh dari kantor menuju rumah sakit dimana sang ayah berada tak serta merta membuat duda tampan ini mudah untuk menuju ke sana.
Beberapa pasang mata yang mengenali Ezra El Qavi, meski dia telah berusaha abai pada sekitar tetap saja tak dapat dihindari.
Dengan sopan, Ezra menolak wawancara beberapa awak media dan mengatakan bahwa dia hanya ingin menjenguk seorang kawan nyatanya tak mudah membuat ia lolos. Hingga Rolex datang membantu membebaskan dirinya dari sana.
Kedua pria perlente lalu menggunakan jalur khusus kunjungan vvip menuju lantai lima rumah sakit itu.
"Ayah Anda telah sadar, Bos. Namun sepertinya mengigau, beberapa kali menyebut nama seorang gadis," ucap Rolex.
"Tahu darimana jika itu nama perempuan?" tanya Ezra menduga.
"Dilara, apakah ada pria yang memakai nama itu? yah, mungkin ada apabila saat ayah Anda ditemukan tadi bertemu mahluk sejenis Eldo. Kurasa nama ini adalah milik seorang gadis yang menolong beliau," Rolex menjelaskan panjang lebar.
"Akan kupastikan sendiri jika begitu, kau bisa mulai menyelidiki siapa dia dari sekarang, Lex," pungkas sang Bos bersamaan dengan suara lift yang terbuka.
Rolex melangkah didepan Ezra, membuka pintu vvip kamar pimpinan EQ Building.
"Pa," sapa Ezra saat sang ayah duduk diatas brangkarnya.
"Ezra," lirihnya menahan sakit.
"Pa, maafkan kecerobohan ku. Tadi membereskan dulu kericuhan di kantor. Rupanya kita sudah diincar sejak jauh hari," sesal Ezra yang tak peka.
"Sejak keterlibatan kita dalam mega proyek itu Za," Emery meringis.
"Aku telah memulai penyelidikan di kantor kita. Ku harap bukan orang kepercayaan yang terlibat seperti dugaanku." Ezra menghampiri ranjang ayahnya, melihat berbagai luka tertoreh ditubuh renta itu darahnya kian mendidih.
"Jangan emosi, lawan kita tahu bahwa kamu gegabah karena mengedepankan emosi ... sudah berkali aku katakan belajarlah meredam emosi Za, agar tak mudah terpancing oleh lawan," Emery lirih menasehati putranya.
Nasehat sang ayah ada benarnya juga, meskipun menurutnya telah banyak berubah, tetap saja bagi sang ayah maupun lawan, sosok Ezra telah melekat dengan predikat pemimpin yang temperamental.
"Mana gelang giok milik Papa?" selidik Ezra saat tak mendapati giok warisan leluhur sebagai identitas keluarganya.
"Oh itu, Papa titipkan pada dia agar kau mencarinya Za, gadis yang menolongku, jika tak ada dia entahlah bagaimana nasib ayahmu ini ... bagaimana nasib EQ building serta Ermita adikmu," Emery Qavi menerawang jauh.
"Aku sudah meminta Rolex mencari dan memberikannya imbalan serta mengambil semua yang Papa titipkan padanya," jawab Ezra lugas.
"No Za, bawa dia kemari. Papa ingin bertemu lagi dengannya," pinta sang ayah.
"Mau apalagi sih Pa? biarkan saja, mungkin dia merupakan bagian dari komplotan itu. Kita tidak bisa menerima seseorang masuk begitu saja disaat seperti ini. Banyak nasib karyawan jadi taruhan loh Pa, jika saja media mengetahui bahwa Papa diserang, saham kita bisa turun," Ezra menolak saran ayahnya.
"Tidak, dia bukan bagian dari mereka. Ikuti saja keinginan ayahmu ini, Za," desak Papanya lagi.
"Baiklah, aku akan meminta Rolex membawanya kesini ... aku sudah siapkan parameter bagi Papa, besok jika memungkinkan kita akan pindah ke mansion agar aku lebih tenang." Keputusan Ezra sudah bulat.
"Terserah kamu saja. Bagaimana perceraianmu? sudah selesai?" tanya Emery lagi.
"Baiknya fokus pada kesehatan Papa dulu, aku bisa menangani ini." Ezra menolak ayahnya mencampuri hal pribadi.
Ia lalu mengambil buah kesukaan Papanya diatas meja nakas, mengupas hati-hati sebelum dikonsumsi sebagai bentuk perhatian kecil darinya.
...***...
Sementara di tempat lainnya.
Siang ini Ibu Ruhama melihat anak gadisnya pulang sekolah dengan penampilan mengkhawatirkan. Roknya sobek serta terdapat noda bercak darah disana.
"Dila, kenapa Nak?" tanya Ibu cemas.
"Aku tak apa," ujarnya dengan intonasi kurang tegas, lalu menuliskan dengan lengkap kronologi kejadian yang sebenarnya pada sang Bunda.
"Ya Allah, istirahat dulu. Biar Ibu sendiri yang ke rumah Kyai Said, minggu ini setrikaannya ga begitu banyak. Ada khidmah juga yang bantuin," ujar Ruhama saat akan pergi ke rumah Kyai terpandang guna membantu urusan dapur disana.
"Ikut," Dila menulis lagi sambil tangannya menarik ujung hijab Ibu.
"Ga apa?" tanya Ibu.
Dilara menggeleng kepala perlahan merespon pertanyaan Ibunya. Dia hanya berkomunikasi dengan bahasa isyarat sebisanya dan sedikit mempelajari gerakan bibir lawan bicara agar ia mengerti apa yang disampaikan.
"Ya sudah, Ibu tunggu," ujar Ruhama pada Dila.
Anak gadis itu bersorak riang. Bergegas mengganti pakaiannya, serta tak lupa membawa kitab fathul qorib dalam tas kain yang terlihat usang.
Meski statusnya hanyalah anak dari asisten rumah tangga, namun Dilara tak ingin melewatkan begitu saja kesempatan baik yang diberikan oleh Nyai Syuria bahwa dirinya diizinkan belajar dengan para santri disana.
"Bismillah, jangan lelah belajar ya Nak. Ibu sayang kamu apapun keadaanmu," kecup Ibu di kening anak gadisnya itu.
Kamu cantik Dila, tak sepertiku si gadis perawan tua. Mungkin Tuhan ingin agar dalam kesendirianku dapat mengumpulkan banyak ganjaran dengan merawatmu sebagai bekalku kembali nanti.
Dila, sesungguhnya aku khawatir akan masa depanmu nanti. Putri siapakah kau ini? begitu cantik alami...
Kedua wanita yang baru saja meninggalkan rumah sederhana khas pedesaan, tak menyadari bahwa ada sepasang mata yang mengintai mereka.
"Bos, aku menemukannya...." lirih suara pria melaporkan pada seseorang diujung sana lewat ponselnya.
.
.
...___________________________...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Ersa
Teka tekipun dimulai
2023-05-14
1
𝐀⃝🥀𝐑𝐚𝐧 ℘ṧ㊍㊍👏
Duh siapa nih yang nemuin Dilara, Rolex or suruhan Akbar tdi ya,, 🤔😔
Ternyata Dilara bukan anak kandung ibunya yaa, 🥺
2023-01-19
1
Agustino Kurniawan
Analisa nya begitu tajam
2022-10-21
2