Benci Jadi Cinta

Benci Jadi Cinta

Pingsan

Seorang gadis berparas cantik tengah berjalan menyusuri koridor sekolah dengan langkah panjang yang sudah mulai sepi. Rambutnya yang terurai terlihat indah saat tiupan kecil angin menerpanya.

"Berhenti!" Suara seseorang yang dia kenal menghentikan langkahnya yang ia percepat tadi. Elea memutar badannya sekilas kearah belakang, di saat dia sudah melihat orang yang menyuruhnya untuk berhenti, gadis itu memutar bola matanya, berniat untuk melanjutkan langkahnya dan tidak memperdulikan seseorang yang kini tengah menatapnya tajam.

"Elea! Lo ga denger tadi, Rai nyuruh Lo berhenti." Suara itu mampu membuat Elea menghentikan langkahnya kembali.

"Ada apa sih? Gue buru-buru tau," tanya Elea kesal. Namun Raihan masih menatapnya tajam tanpa berkata apapun.

"Cepetan mau ngomong apa?" Ujar Elea lantang seraya mengangkat dagunya.

"Lo ikut gue ke ruang osis!"

Raihan berjalan memimpin. Sebenarnya Elea malas mengikuti Raihan, karena dia merasa laki-laki itu memanfaatkan kekuasaan untuk terus menindasnya.

Elea duduk di hadapan Raihan dan Bima. Bima menatap sekilas pada Raihan yang duduk di sebelahnya, kemudian kembali menatap Elea seperti yang di lakukan temannya itu.

Elea tidak takut dengan tatapan tajam yang menyudutkannya. Dia pun bersandar di kursi dan menyilangkan kakinya di hadapan kedua laki-laki itu.

"Kalo lo-lo pada nyuruh gue Dateng kesini cuma buat natap gue, gue balik ke kelas. Ga ada gunanya gue lama-lama di sini. Malahan gue jadi enek rasanya." Ujar Elea menyambar tasnya, kemudian bangkit dari duduknya.

"Woy, Lo gak tau kesalahan Lo apa, hah?" Tanya Bima seraya mencegah Elea yang hendak pergi.

"Jelas gue ga tau, lo-lo pada malah diem aja. Kek orang bisu."

Perkataan Elea membuat Bima memanas. Ingin rasanya dia menghajar Elea, hanya saja dia tidak mau, bukan karena takut, tapi karena Elea adalah seorang perempuan.

"Lo tuh ya, kalo bukan cewe udah gue hajar." Ujar Bima menunjuk wajah Elea kesal.

Raihan yang sedari tadi memilih diam, kini bangkit dan menatap Elea datar.

"Lo telat. Hukuman Lo, lari 50 kali keliling lapangan basket."

Sontak saja Elea terkejut, dia mana kuat harus mengelilingi lapangan basket sebanyak itu, satu putaran saja dirinya sudah kelelahan dan kehabisan tenaga. Namun Bima yang sedari tadi sudah kesal di buat oleh Elea, kini tersenyum puas ketika mendengar ucapan dari Raihan, sang ketua osis.

Setelah itu Raihan dan Bima pergi meninggalkan Elea yang masih berdiri di tempat. Elea tidak benar-benar akan menjalani hukuman yang diberikan oleh laki-laki yang menurutnya sangat menyebalkan itu. Dia memilih melanjutkan langkahnya menuju ruangan kelas. Di sana sudah ada kedua temannya yang tengah menunggunya datang.

"Lo telat lagi, untung Bu Siska belum kesini," ujar Mia yang satu bangku dengan Elea.

"Yaelah, gue telat cuma beberapa menit doang. Itu juga tadi di cegat dulu sama ketua osis sialan." Umpat Elea dengan wajah masam.

"Terus dia ngasih hukuman apa buat Lo?" Tanya Ulfi yang duduk di bangku depan sambil memainkan ponselnya.

"Lari keliling lapangan 50 kali. Tapi gue ga mau, ya kali cape gue," ujar Elea tersenyum puas. Dia merasa puas karena tidak menjalankan hukumannya, masa bodo bagi dirinya.

____

Bel istirahat berbunyi, ketiga gadis itu berjalan menyusuri koridor menuju ke tempat di mana bisa mengisi perutnya sampai kenyang.

"Kalian tunggu sini, biar gue yang pesenin," ujar Mia berlalu menuju antrian bakso langganan.

"Antusias banget sih dia, mentang-mentang ada cowo ganteng."

"Siapa emangnya Fi?" Tanya Elea. Dia tidak tahu saja kalau penjual bakso itu masih muda dan tampan.

"Si Mia lagi gencar ngedeketin anaknya tukang bakso, ganteng sih."

Elea hanya menganggukkan kepalanya. Dia beranjak berniat untuk memesankan minuman untuk merek bertiga, "Lo minumnya kaya biasa kan, Fi?"

"Iya."

Saat Elea tengah mengantri untuk memesan minuman untuk mereka, tiba-tiba saja suara seseorang mengagetkannya, "Bukannya Lo harus keliling lapangan kan?"

Suara Bima begitu lantang terdengar jelas oleh Elea di tengah-tengah hiruk-pikuk suara teman-temannya yang lain. Elea menatap sekilas ke arah samping, dimana Bima tengah berdiri lalu kembali fokus pada pesanannya tanpa menghiraukan ucapan Bima tadi.

Bima kesal di buat Elea. Pasalnya gadis cantik itu selalu mampu membuatnya hilang harga diri. Namun kini dia senang, karena di depan sana Raihan tengah mencegat Elea dengan tatapan tajamnya. Sudah di pastikan Raihan akan menambah hukumannya buat Elea, pikir Bima.

"Lo kenapa ga ngelakuin hukuman Lo?" Tanya Raihan membuat Elea memutar bola matanya.

"Penting banget apa gue ngejalanin hukuman yang ga masuk akal itu? Gue ga ada waktu buat buang-buang waktu ngejalanin hukuman dari Lo, dan ga penting juga buat gue!"

Mendengar jawaban itu, Raihan menghela nafasnya dalam. Dia tahu sifat Elea yang keras kepala. Ingin marah? Tentu tidak, dia tahu Elea, gadis yang kini menatapnya dengan malas itu memiliki sisi lembutnya dan dia akan membuktikannya.

"Heh Elea, Lo tuh ya ga ada takut-takutnya apa, kita ini anggota osis. Kita bisa aja masukin Lo ke buku merah, dan Lo bisa di panggil pak Harto." Ancam Bima membuat Elea menatapnya sinis lalu pergi dari kantin.

Senakal-nakalnya Elea, dia tidak mau jika masuk ke ruang BK dan bertemu pak Harto. Jika itu terjadi, bisa saja kedua orang tuanya mendapat surat panggilan atas ulahnya yang tidak seberapa. Elea hanya tidak ingin membuat orang tuanya bertambah memikul beban karena itu.

Elea berlari mengelilingi lapangan basket, tampak seseorang dengan tatapan datar memperhatikannya dari pinggir lapangan. Keringat sudah bercucuran di sekujur tubuhnya, Elea masih berusaha berlari dengan tenaga yang kini sudah mulai berkurang. Sesekali ia berhenti untuk mengatur napasnya kembali.

Bruk....

Elea terjatuh sebelum bisa menyelesaikan hukumannya. Seseorang yang sedari tadi memperhatikannya berlari ke arahnya, "Lo ga papa?" Suara itu mampu membuat Elea mengangkat kepalanya yang terasa berat. Dengan pandangan yang kian samar, Elea hendak bersuara dan....

Bruk....

Kini Elea benar-benar terbaring di lapangan, dia pingsan karena kelelahan. Dengan sigap pemuda yang kini berada di sampingnya menggendongnya untuk membawa Elea ke UKS.

Pasang mata menyoroti keduanya. Terlihat semua siswi berbisik saat mereka melewati mereka. Tapi pandangan Raihan masih lurus ke depan, dia tidak memperdulikan gibahan teman-temannya itu.

Setelah pemuda itu membaringkan Elea di kasur kecil di ruangan itu, Raihan menatap Elea dengan tatapan yang berbeda. Nanarnya menyiratkan keteduhan, tidak seperti tadi yang berapi-api.

"Gue janji, gue bakal jagain Lo Ar," gumam Raihan.

_____

"Gila, tadi ka Raihan gendong si Elea, keren banget tau gak sih," ujar salah satu siswi yang tadi melihat Raihan.

"Gue juga jadi pengen pingsan rasanya kalo yang gendong ka Raihan."

"Baik banget ya ka Raihan, padahal si Elea suka nyari gara-gara sama ka Raihan."

"Pokoknya dia itu pacar idaman deh."

Semua siswi heboh dengan kejadian yang mereka lihat tadi. Tidak terkecuali dengan kedua sahabat Elea, Mia dan Ulfi. Mereka berdua bergegas pergi ke UKS, dimana Elea kini beristirahat.

"Ayo Mi, kita harus liat keadaan si Elea." Ajak Ulfi seraya menarik tangan Mia.

Mia dan Ulfi menghampiri Elea yang sudah tersadar namun masih enggan meninggalkan tempat peristirahatannya. Rasa lelah itu masih saja memeluk tubuhnya, termasuk kakinya yang kini ia rasa membengkak.

"El, Lo ga papa kan?" Tanya Mia khawatir, begitupun dengan Ulfi yang menatapnya iba.

"Lo ngapain sih mau-mau aja di suruh lari, udah tau badan Lo ga bisa kalo kecapean." Sambung Ulfi.

"Gue kepaksa. Brengsek emang tuh ketua osis, najis banget gue liat mukanya, sok kegantengan." Umpat Elea yang masih lemah, tapi tidak dengan mulutnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!