Seperti biasa, Elea dibawa ke ruangan OSIS. Kali ini Raihan masih menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Gadis itu sedikit gelisah dengan tatapan aneh yang di berikan oleh pemuda yang kini tengah duduk sambil menyandarkan punggungnya.
Sementara kedua temannya, Bima dan Gilvin tengah memperhatikan Raihan. Mereka hanya menebak saja dalam hati hukuman apa yang akan di terima oleh Elea kali ini, rasanya hampir semua hukuman sudah gadis itu cicipi, tapi belum saja kapok dan mengulangi kesalahannya kembali.
"Lo mau ngasih gue hukuman ga sih? Kalo cuma bengong gitu, mending gue pergi." Elea tidak mau kalah, ia balik menatap tajam pemuda yang ada di hadapannya.
"Lo sabar dulu napa, dia lagi mikir mau ngasih hukuman apa lagi buat Lo. Rasanya semua hukuman udah Lo cicipi, dan Lo tetep aja ga ada kapoknya," ujar Bima membuat Elea mendengus sebal dan mengalihkan pandangan.
"Coba kamu jelaskan dulu El, kenapa kamu sampe narik rambut Nina," ujar Gilvin.
"Percuma gue jelasin, pasti yang salah tetep gue," jawab Elea ketus. Dia tidak peduli seberapa ketusnya dia dihadapkan Gilvin, karena amarahnya lebih besar daripada rasa sukanya.
"Lo kesini!" Raihan bersuara dan menyuruh Elea beralih ke sampingnya. Gadis itu pun menurut.
"Pegang kuping, angkat satu kaki!" Ujarnya kembali setelah Elea berdiri di sampingnya. Lagi-lagi Elea tidak menolak, dia menurut dan menjalani hukuman yang Raihan berikan. Karena pasti saja jika dirinya menolak, pemuda itu akan mengancamnya melaporkan ke pak Harto, dan dirinya sudah pasti akan dipanggil ke ruang BK.
Bima terkejut melihat sikap Elea yang tenang, pemuda itu tertawa kecil untuk mengejeknya, "tumben nih belatung nangka ga berontak." Sontak saja ucapannya membuat Elea melayangkan tendangannya pada kaki Bima yang telat berdiri di hadapannya.
"Aww...." Bima memegangi kakinya yang terkena tendangan tadi, lumayan sakit sampe ia meringis kesakitan.
"Jangan berisik! Gue lagi fokus," ujar Elea membuat Gilvin tersenyum lalu menghampiri Elea kemudian mengacak rambut depannya, "cewe kuat."
Sontak saja perlakuan Gilvin pada Elea membuat Raihan menautkan kedua alisnya.
"Lo berdiri di sini sampe jam istirahat!" Ujarnya lalu pergi. Sementara Bima mengawasi Elea dengan seksama.
"Woy Elea, tumben Lo diem. Gue khawatir Lo kerasukan setan," ujar Bima lagi-lagi menganggu Elea.
Elea menanggapi ucapan Bima dengan senyum ketusnya, lalu berkata, "Lo diem atau gue pites tuh mulut. Laki lambe banget mulutnya."
____
Bel istirahat berbunyi. Elea selesai menjalani hukuman tanpa berontak. Ia kini kembali ke kelasnya menemui kedua temannya. Dengan langkah gontai, Elea di sambut dengan kehebohan kedua temannya itu.
"El, Lo ga papa kan?" Tanya Ulfi khawatir.
"Si kutu kupret harus di kasih pelajaran sih, gak kapok nyari gara-gara terus," timpal Mia.
Elea tidak menanggapi, dia memilih menenggelamkan wajahnya dengan kedua tangan di lipat diatas meja sebagai alasnya. Terlalu lelah untuk menanggapi perkataan kedua temannya itu.
"El, Lo dengerin kita kan?" Tanya Mia yang duduk di sebelahnya. Elea tidak bersuara, rupanya ia tertidur saking lelahnya.
"Udah Lo pesenin aja deh Fi, nanti kalo udah ada baru di bangunin ni anak," ujar Mia pada Ulfi.
Tidak lama kemudian, Ulfi datang dengan membawa makanan kesukaan Elea dan pesanan milik Mia dan dirinya.
"El, seblak nih. Mau gak?" Bau seblak yang menggoda mampu membuat Elea mengangkat kepalanya.
"Padahal gue lagi gak pengen makan," ujar Elea sembari menggeser mangkuk yang berisi makanan kesukaannya mendekat. Mia dan Ulfi hanya tersenyum kecil. Mereka sudah tahu betul cara mengembalikan semangat Elea yang mulai padam. Hanya dengan semangkuk seblak dengan level yang sedang ditambah es jeruk sudah cukup membuat seorang Elea kembali ceria.
"Ga pengen makan tapi abis juga tuh seblak," sindir Mia seraya tertawa.
"Gue gak pengen makan karena males pesennya. Tapi, thanks ya untuk seblaknya."
Setelah selesai makan, mereka pergi ke kantin untuk mengembalikan mangkuk kosong, sekalian setelah itu mereka akan mampir ke perpustakaan karena ada sedikit tugas yang harus mereka kerjakan disana.
Tapi langkah mereka terhenti saat hadirnya seseorang yang sepertinya sengaja menunggu kehadiran mereka.
"Elea," panggilnya.
"Ada apa?"
"Kamu gak papa kan? Kaki kamu ga sakit lagi kan?" Tanyanya beruntun.
"Aku gak papa kok kak," jawab Elea.
"Ini buat kamu, biar semangatnya balik lagi." Gilvin memberikan satu bungkus coklat yang ukurannya lumayan besar.
"Ini buat aku?" Tanya Elea yang mendapat anggukan dari pemuda yang kini tersenyum manis padanya, semanis coklat yang di berikan pada Elea.
"Makasih kak, tapi ini..." Ucapannya terhenti saat tiba-tiba pemuda itu mengacak rambut depannya lagi sama seperti tadi pagi saat dirinya berada di ruangan OSIS. Mia dan Ulfi hanya saling pandang melihat perlakuan Gilvin pada teman kesayangannya itu.
"Aku pergi dulu," ujar Gilvin kembali lalu pergi.
"Cie... Cie...." Goda Mia dan Ulfi bersamaan.
"Kayanya ada yang lagi kasmaran nih," sahut Mia.
"Bentar lagi bisa triple date nih kita," sambung Ulfi. Diantara mereka bertiga yang masih jomlo memang hanya Elea. Mia dan Ulfi memiliki pacar tapi beda sekolah. Elea memang tidak berniat untuk pacaran, karena dia sendiri sering kali melihat kedua sahabatnya itu selalu menjadi korban bucin, dan Elea tidak suka itu.
"Udah ah. Cuma coklat doang kok, mungkin dia kasihan aja liat gue tadi pagi pas kena hukuman." Sangkalnya. Tapi Elea sendiri bisa merasakan perlakuan dan tatapan Gilvin padanya yang begitu berbeda terhadap para gadis yang lain.
Mereka bertiga melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan.
"Tapi El, kalo suatu saat kak Gilvin nembak Lo, Lo gimana?" Tanya Ulfi penasaran.
"Ya gue mati lah," jawab Elea sekenanya.
"Ih bukan gitu, maksud gue dia ngungkapin perasaannya terus minta Lo jadi pacarnya, Lo mau terima gak?"
"Terima aja El, rejeki nomplok dapet cogan kaya kak Gilvin," usul Mia.
"Liat nanti aja. Ganteng juga kalo gak bikin nyaman buat apa." Jawaban Elea membuat Mia dan Ulfi mengangguk bersamaan. Mereka membenarkan jawaban Elea, karena pacar mereka sendiri memang kurang tampan, tapi mampu membuat mereka berdua menjadi bucin setengah mati.
Sepulang sekolah, di parkiran mobil. Kedua teman Elea sudah pulang di jemput pacarnya masing-masing. Kini tinggal Elea yang berjalan menghampiri mobilnya. Tapi ia di kejutkan dengan keadaan, kini ban mobilnya kempes semua.
"Sialan! Pasti ada orang yang sengaja kan? Keluar Lo! Sini lawan gue, jangan jadi pengecut!" Bentak Elea entah kepada siapa. Di parkiran begitu sunyi, karena beberapa siswa sudah pergi meninggalkan parkiran. Hanya ada beberapa mobil yang kini terparkir.
Elea duduk bersandar pada mobilnya. Ia lelah amat sangat lelah. Setiap hari ada saja orang nyari masalah dengannya.
"Apa aku pindah sekolah aja," batinnya.
Tiba-tiba sebuah helm melayang di depan wajahnya, "Ayo, gue anter Lo pulang."
Dengan tatapan tajam, Elea bangkit dari duduknya, "lo kan yang sengaja ngempesin ban mobil gue?"
Pemuda itu terdiam menatap Elea datar. Tanpa bersuara ia pun memasangkan helm ke kepala Elea.
"Apaan sih? Gue gak mau naik motor sama Lo," tolak Elea seraya melepaskan lagi helm dari kepalanya.
"Lo mau sampe kapan disini? Yang lain udah pada pulang," ujar Raihan dengan sabar.
"Gue bisa naik taksi."
Elea memang sangat keras kepala. Tidak ingin berdebat panjang, Raihan pun pergi meninggalkan Elea sendiri. Namun, belum sepenuhnya meninggalkan parkiran mobil langkahnya terhenti karena suara seseorang yang memanggilnya.
"Ketos!" Suara itu begitu lantang terdengar jelas di telinga Raihan. Kemudian pemuda itu memutar badan dan mendapati Elea tengah menghampirinya.
"Gue ikut pulang bareng Lo," ujarnya lirih. Elea tidak berani menatap Raihan, ia sangat malu terhadap pemuda itu karena tadi sudah menolak ajakannya. Dan kini baterai hp-nya habis memaksa dirinya untuk ikut pulang bersama pemuda itu.
"Makanya jangan sok jual mahal. Lo butuh gue juga kan?" Sindir Raihan seraya memberikan helm untuk Elea. Sementara gadis itu mencebikan bibirnya, ia tidak lagi menanggapi ucapan Raihan karena takut jika pemuda itu meninggalkan dirinya sendirian di parkiran mobil yang sudah begitu sepi.
Elea begitu tertegun saat dirinya kini sudah sampai di depan rumahnya, alasannya karena sebelumnya ia tidak pernah memberitahu Raihan soal alamat rumahnya ataupun sekedar menunjukan arah. Tapi pemuda itu bisa tahu dimana ia tinggal, itu yang membuat Elea terkejut bukan main. Elea turun dari motor besar Raihan perlahan. Menatap pemuda itu yang tengah menunggu dirinya mengembalikan helm miliknya. Elea berusaha membuka pengait pada helm itu, namun ia tidak bisa membukanya. Elea menatap sekilas pada Raihan yang kini tersenyum kecil, entah itu sebagai ejekan atau apa Elea tidak tahu. Tapi Elea risih melihat senyuman itu. Dia pun memutar badan membelakangi Raihan, namun tetap saja ia tidak mampu melepaskannya. Lalu tiba-tiba pemuda itu memutar badannya kembali sejajar dengan dirinya.
"Lo tuh kalo gak bisa buka, kan bisa minta tolong gue. Apa susahnya sih?" Ujar Raihan seraya membantu Elea melepaskan pengaitnya. Elea beberapa kali berkedip, jantungnya berdebar, napasnya ia sengaja hentikan. Melihat wajah Raihan secara dekat membuat dirinya mematung, ia tidak mampu bergerak sedikitpun. Seperti tahu apa yang tengah Elea rasakan, pemuda itu seperti sengaja memperlambat gerakannya.
"Lo tuh cantik banget kalo diem gini Ar." Ujar Raihan membuat kedua pipi Elea merah jambu.
Lagi-lagi Elea tidak mampu menjawab. Wajah pemuda itu sengaja dibuat semakin dekat dengan wajahnya.
Merasa puas telah membuat Elea terdiam, Raihan melepaskan helm yang di kenakan Elea. "Besok mau gue jemput gak?" Tanyanya enteng seperti tidak pernah terjadi apa-apa dengan gadis itu.
"Ga perlu, gue bisa numpang mobil temen-temen gue," jawab Elea ketus. Mendengar jawaban dari Elea, Raihan pun segera melesat menjauh dari pekarangan rumah itu. Lalu Elea teringat, ia belum sempat mengucapkan terima kasih pada Raihan yang sudah mengantarkannya pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments