Seperti biasa pagi menyapa, kali ini Elea bisa merasakan kembali belaian lembut dari salah satu orang yang amat dia sayangi.
"Ara sayang, bangun yuk. Nanti kesiangan berangkat ke sekolahnya." Suara lembut itu mampu membuat Elea terbangun seraya menyunggingkan kedua sudut bibirnya.
"Iya mah, Ara udah bangun kok," jawabnya dengan suara parau. Ia pun menggeliat masuk lagi kedalam dekapan sang ibu. Pagi ini ia tidak akan menyia-nyiakan waktu, karena Elea tahu saat dirinya di sekolah nanti ibunya pasti akan pergi lagi ke luar kota, menemani ayahnya lagi.
"Anak mamah gak berubah ya, selalu manja gini. Udah cepetan mandi, nanti kesiangan ke sekolah bisa di hukum lagi loh sama kak ketosnya." Ujar Mala membuat Elea melepaskan pelukannya dan menatap wajah ibunya dengan penuh tanda tanya.
"Kok mamah tau sih?"
"Mamah punya mata-mata di sekolah." Jawabnya sekenanya. Tapi memang benar, Mala mempunyai mata-mata untuk mengawasi Elea saat gadis itu berada di sekolah.
"Siapa?" Tanya Elea merengek ingin tahu. Namun tentu saja ia tidak akan memberitahukan siapa orangnya, yang ada nanti Elea akan melabraknya.
"Kamu gak perlu tau sayang," ujarnya lembut sembari memeluk lagi anak gadisnya.
____
Elea berjalan dengan santai. Pandangannya celingak-celinguk mencari seseorang yang ia akan curigai sebagai mata-mata dirinya. Namun tidak ada yang mencurigakan dari seluruh siswa yang ia temui. Elea merasa kesal sendiri karena ada mata-mata dirinya disekolah ini, selain musuh ada juga yang membuat dirinya jengkel. Karena tidak menemukan tanda-tanda, akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi ke kelas saja menemui kedua sahabatnya yang ia yakini sudah sampai di sekolah sejak tadi.
"Kenapa muka Lo ditekuk gitu El?" Tanya Mia yang hanya menoleh sekilas kemudian kembali fokus pada benda persegi yang dia pegang. Sementara Ulfi sibuk memasukan makanan ringan ke dalam mulutnya.
"Gue tau, pasti gara-gara si kutu kupret Nina kan?" Tebak Ulfi seraya tertawa kecil. Elea bergantian memandang kedua sahabatnya itu, ingin rasanya bercerita namun niatnya ia urungkan. Ia berpikir, tidak semua hal tentangnya harus ia ceritakan pada orang lain, termasuk kedua orangtuanya. Alasan dirinya murung saat ini adalah teringat keadaan ayahnya dan juga kesal pada orang yang menjadi mata-mata untuk dirinya.
"Bukan gaes, gue cuma lagi ga enak badan aja."ujarnya membuat kedua sahabatnya itu terkejut, mengingat kejadian hari kemarin saat Elea tidak masuk sekolah. Melihat tingkah kedua sahabatnya itu Elea merasa bingung sampai kedua alisnya bertaut.
"Pada kenapa sih?"
"Lo tau gak El, kemaren si Nina nyariin Lo," ujar Ulfi tertawa. Tidak lupa Mia pun ikut tertawa karena teringat tingkah Nina yang seperti merindukan Elea. Padahal sudah jelas, cewek tingkat kelas itu mencari Elea pasti ingin mengajak sahabatnya ribut lagi. Saat Elea ingin menanggapi ucapan kedua sahabatnya, tiba-tiba suara siswi di dalam kelas bergemuruh sehingga membuat Elea mengurungkan niatnya dan menoleh pada sumber yang membuat teman-teman nya heboh.
Teriakn, sorakan, dan berbagai pujian terdengar samar di telinga Elea untuk pemuda yang kini datang menghampirinya dengan seikat bunga dan coklat.
"Untuk seseorang yang spesial," ujarnya seraya memberikan bunga dan coklat yang ia bawa tadi kepada Elea. Sontak saja Elea, dan kedua sahabatnya dibuat terkejut dengan apa yang Gilvin lakukan. Gadis itu masih terdiam membisu menatap nanar yang begitu tulus. Masih dengan perasaan tidak percaya, Elea memberanikan diri untuk menerima bunga dan coklat itu. Sejujurnya memang tidak pernah terlintas dalam benaknya, jika hal seperti akan terjadi padanya, apalagi dari seseorang yang memang dia sukai selama ini.
"Makasih," ujar Elea lirih. Lantas semua yang melihat bersorak gembira, melihat hal romantis di depan mata.
"Cie udah jadian nih ye...." Ujar salah satu teman kelas Elea.
"Lo beruntung El, dapetin cowok cakep," ujar yang lain.
"Jangan lupa PJ-nya El," sambung yang lain. Dan masih banyak celotehan-celotehan yang lainnya. Sementara kedua sahabat Elea terdiam membisu, sama seperti apa yang Elea lakukan tadi. Gilvin hanya tersenyum mendengar ucapan dari teman-teman Elea. Padahal mereka berdua belum jadian, tapi Gilvin berharap ia bisa mendapatkan cinta Elea.
"Tapi ini dalam rangka apa kak?" Tanya Elea setelah semua orang mulai tenang.
"Itu sogokan, biar nanti siang kamu mau pulang bareng aku," ujarnya penuh harap.
Elea terdiam sejenak. Sejak kapan ia bisa di sogok. Tapi melihat pemuda itu penuh harap, akhirnya Elea mengiyakan ajakannya untuk pulang bersama. Padahal jika di pikir lagi, kalau memang mau ngajak pulang tidak harus memberi apapun dulu sebelumnya.
"Pulang sekolah aku tunggu di parkiran ya," ujarnya seraya mengacak poni Elea. Membuat semua teman-teman Elea yang lain histeris melihat keromantisan Gilvin kepada Elea yang ia tunjukan, tidak terkecuali Mia dan Ulfi yang begitu tegang melihatnya. Pemuda itu pun pergi setelah membuat satu kelas heboh di buatnya.
"El, gila Lo ga bilang-bilang kalo lagi deket sama kak Gilvin." Ujar Ulfi.
"Iya nih, masa kita ga di kasih tau. Payah Lo El."
"Gila sih ini, gue baru liat Lo di perlakukan seromantis itu sama cowo." Sindir Mia lagi.
"Iya ya, walaupun Lo cantik, tapi gak pernah ada cowok yang berani deketin Lo karena Lo itu terkesan bar-bar." Sambung Ulfi bersautan dengan Mia. Sementara Elea masih terdiam tidak percaya. Baru kali ini ada cowok yang memberinya bunga, dan itu hal yang langka dalam hidupnya. Dulu jika pun ada, pasti hanya ayahnya saja yang selalu memberikan dirinya dan sang ibu bunga, selebihnya tidak ada.
Bel masuk berbunyi tidak lama setelah itu. Bunga dan coklat dari Gilvin sengaja di taruh di kolong meja agar tidak terlihat oleh guru. Mengingat kejadian tadi, Elea sedikit tersenyum dibuatnya.
"Lo napa senyum-senyum El? Gak takut kesambet?" Bisik Mia. Sementara Elea memilih diam tidak menjawab, karena di depan sana guru tengah menjelaskan soal pelajaran.
Tidak terasa bel istirahat berbunyi. Jam pelajaran pun berhenti. Seperti biasa, Elea dan kedua sahabatnya itu akan mengisi perutnya di kantin sekolah. Ia pun berpapasan dengan Raihan, tatapan pemuda itu begitu tajam, padahal Elea yakini ia tidak melakukan kesalahan apapun saat ini. Namun aura hitam yang tadi menyelimuti pandangannya kini berubah saat ia melihat Gilvin dengan senyuman manis menyapanya.
"Halo gadis manis," ujarnya seraya mengacak poninya lagi. Elea tersenyum manis kepada Gilvin lalu merapikan kembali rambut depannya yang sedikit berantakan. Awalnya Elea merasa risih saat pemuda itu menyentuh rambutnya, namun karena kebiasaan, akhirnya ia pun merasa nyaman.
"Jangan lupa nanti siang!" Sambungnya kembali. Elea pun mengangguk. Tapi ada yang aneh dengan sikap Raihan, setelah berhenti sejenak menunggu Gilvin yang tengah berbincang dengan Elea, ia pun penasaran dengan maksud 'nanti siang' memangnya ada apa nanti siang itu. Sampai akhirnya suara Bima menyadarkan Gilvin untuk kembali gabung dengan teman-temannya lagi.
____
Di ruang osis. Semua anggota termasuk ketuanya berkumpul. Mereka memang tengah membicarakan sesuatu untuk liburan yang akan diadakan oleh pihak sekolah.
"Jadi tujuan liburannya mau kemana? Ke pantai atau gunung?" Tanya Bima mendahului.
"Kalo gue sih mending ke gunung," jawab salah satu diantara mereka.
"Menurut gue mending ke pantai. Lo pikir aja, kalo ke gunung kan perjuangannya juga ga mudah. Kasian cewek-cewek ntar," ujar Gilvin.
Diamnya Raihan memang tengah berpikir. Dia sedang berpikir keras agar keputusannya nanti tidak memberatkan banyak pihak. Namun jika di pikir-pikir memang pantai pilihan yang tepat.
"Oke, gue setuju sama pendapat Lo Vin. Jadi sudah gue putuskan, kita akan pergi berlibur ke pantai. Untuk tanggalnya kapan, nanti gue akan coba berkordinasi lagi sama kepala sekolah." Ujarnya mantap. Gilvin tersenyum.
"Tapi Rai, Lo harus mengecualikan beberapa siswa. Misalnya, si Elea sama Nina. Kalo mereka ikut, pasti pada bikin rusuh deh," ujar salah satu anggota osis perempuan. Tentu saja Gilvin keberatan jika tidak ada Elea disana. Pasalnya, ia mengusulkan ke pantai karena ada sesuatu yang harus ia selesaikan dengan gadis itu.
"Lo tenang aja, Elea urusan gue. Gue yang akan bertanggung jawab atas dia." Perkataan Gilvin lantai membuat yang lain bersorak, ada juga yang mencibir karena tidak setuju. Tapi perasaan Raihan kini kacau, ia tidak setuju kalau Elea berada di bawah pengawasan sahabatnya sendiri.
"Lo ga perlu repot-repot Vin, semua yang menyangkut tentang siswa/siswi gue yang bertanggung jawab. Termasuk Elea." Ujarnya datar. Perang dingin dingin di mulai lewat tatapan mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments