Beri Aku Kesempatan

Beri Aku Kesempatan

Berubah

"Ria!"

"Astagfirullah, kamu nganggetin aja sih shaf,"

"Lagian diajak omong nglamun mulu, lihat tuh mi gorengmu sampai dikerubungi lalat," jengkel Shafa. Mereka sedang berada di kantin sekolahan saat jam istirahat.

"Aku mimpi dia lagi," perempuan yang melamun tadi menjawab dengan lirih.

Aleria Asmaning Nastiti merupakan gadis keturunan Jawa, namun bermata sipit dan berkulit putih bersih seperti ada darah campuran China. Selama ini dia selalu bermimpi tentang kekasih lamanya. Padahal sesosok itu sudah hilang dari hati yang paling dalam, tetapi kenapa dia selalu menemuinya di dunia mimpi?

"Katanya kalau mimpi orang yang pernah dicintai, berati dia sedang rindu kamu," jawab Shafa yang merupakan sahabat sekaligus teman curhat Aleria.

"Nggak mungkin, ya kalik cewek jelek kayak aku ini dikangenin," ucapannya terlintas begitu saja, hingga mengingat masa kelam dulu.

"Mas Hasyim, ternyata kamu di sini juga," sapa Ria kecil yang masih memakai seragam SMP. Dia sedang makan di sebuah restoran bersama teman-temannya, dan melihat sang pujaan hati juga ada di situ, lalu Ria berniat menghampiri untuk menyapanya.

"Siapa syim? keponakanmu?" tanya teman Hasyim.

Laki-laki yang ditanyai itu masih terdiam, Ria berinisiatif untuk mengenalkan dirinya. "Aku pacarnya mas Hasyim kak,"

"Bener itu syim? ternyata kamu pacaran sama bocah," ejek teman Hasyim akhirnya menimbulkan gelak tawa dari yang lain kecuali pria berambut gondrong hanya terdiam.

tangan Ria masih menggantung tanpa ada yang menyambut sebuah jabatannya, tiba-tiba Hasyim menampik dengan kasar.

"Aw tangan Ria sakit mas," gadis kecil itu mengusap-usap kulit yang sudah memerah.

"Dia bukan siapa-siapaku, masa Hasyim Putra Ramadhan pacaran sama anak ingusan. Jelek lagi,"

Deg

Hati Ria terasa teremas, ketika lelaki yang selama ini dia puja malah berkata tajam seperti tombak penusuk.

"Tapi katamu kita pacaran mas?" dengan polosnya Ria bertanya hal itu.

"Ayo ikut aku," Hasyim menarik tangan Ria dengan kasar untuk menjauhi teman-temannya.

"Dengar! mulai sekarang anggap kita tidak ada apa-apa," laki-laki itu melepaskan cekalannya.

"Maksudnya mas? Ria nggak ngerti,"

"Ah dasar bodoh! kita putus Ria, aku malu jika jalan sama kamu, sebenarnya nyesel selama ini pacaran dengan bocah ingusan sepertimu!" jari Hasyim menuding di depan wajah Ria.

"Ta-tapi kenapa mas? Ria bisa kok seumpama harus berpenampilan seperti orang besar," Ria mengartikan jika Hasyim menginginkan dia berpenampilan seperti orang dewasa. karena Hasyim dan Ria selisih usia 12 tahun, dan waktu itu gadis kecilnya masih kelas 1 SMP.

"Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga, aku jijik melihat wajah dekilmu itu!"

Ria masih belum percaya dengan yang Hasyim katakan, karena pujaan hatinya itu selalu bertutur kata lembut dan tak pernah membentaknya sama sekali.

"Pergi Ria! dan jangan pernah menemuiku lagi!"

Buliran bening berjatuhan, teriakan Hasyim yang terdengar nyaring menarik perhatian orang-orang. Ria kini menjadi pusat perhatian,dia hanya menangis tertahan, dan pergi berlari menjauhi tempat itu.

Jelek, bodoh, dekil sering terlintas di pikirannya

"Apakah Ria semenjijikan itu? sampai mas Hasyim tidak mau ketemu Ria lagi," sakit itulah yang Aleria rasakan pada saat itu. Hingga nama Hasyim kian memudar di dalam hatinya.

"Kamu gak jelek kok, cuman kulitmu kurang dirawat aja," ucap Shafa membuyarkan lamunan temannya.

"Mungkin, kayaknya aku harus bisa merawat tubuh deh," Ria mengusap wajah dan tangannya yang terasa kering.

"Wajib itu, kamu harus buktikan kepadanya bahwa kamu itu cantik,"

"Tidak cukup itu saja, kamu harus berprestasi juga dalam bidang pendidikan. karena good looking tidak cuman cantik tetapi harus pintar juga, sudah hampir 5 tahun kan kamu tidak ketemu dengannya, seharusnya kamu sudah ada perubahan. Bukan gini-gini mulu," sebenarnya Ria ingin berubah namun rasa malas untuk memulai selalu menyelimutinya.

"Oke, mulai sekarang tidak akan kutunda-tunda lagi," ucap Ria dengan yakin

"Nah gitu dong, siapa tau entah nanti atau kapan kamu akan ketemu dia lagi, dan pada saat itu juga sudah ada perubahan pada dirimu,"

"Jangan sampai, aku gak mau ketemu lagi dengannya,"

"Lah gak ada gunanya dong jika kamu glow up tapi tidak ketemu dia sama sekali," bantah Shafa.

"Biarlah itu bukan wujud pembuktian, tapi wujud mencintai diri sendiri," jawab Riya.

"Makan apa mbak, kok kelihatannya enak banget?" tanya Riya, ketika melihat mbak kantin langganannya sedang memakan sebuah kue.

"Nih tadi malam mbak beli martabak manis di pinggir jalan, rasanya ternyata enak banget gaes," jawab wanita yang bertubuh gempal sambil ikut bergabung dengan Riya dan Shafa.

Riya mengambil satu potong dan menggigitnya, berapa detik ia mengunyah lalu ditelan, dia tidak berucap apapun. Rasa manis pada martabak mengingatkannya dengan seseorang.

Rasa ciri khas martabak manis ini beda dari yang lain, dulu setiap hari Riya selalu memakannya, karena Hasyim selalu memberinya dengan cuma-cuma.

"Nggak mungkin ini martabaknya mas Hasyim," gadis itu bergumam namun orang di dekatnya mendengar walaupun samar.

"Martabaknya siapa Ria?" Tanya mbak kantin.

"Eng-enggak siapa-siapa kok mbak, maksudku martabaknya enak, iya enak," Ria menjawab dengan terbata-bata.

'Mungkin cuma perasaanku saja, tidak mungkin mas Hasyim berjualan di sini. Sedangkan dia ada di Jombang' batin Ria.

Hasyim merupakan penjual martabak manis yang terkenal di kotanya, dan awal pertemuan mereka dimulai ketika Ria membeli martabak sepulang sekolah.

"Belinya di mana mbak? kok enak banget," tanya Shafa.

"Ituloh dekatnya toko Melati,"

"Ayo Ria kita beli pas pulang sekolah," ajak Shafa.

"Nggak ah tempatnya jauh,"

"Gak nyampe satu jam kok, ayolah Riya..,"

"Bulan depan sudah ujian shaf, aku harus belajar,"

"Pinter tuh Riya, kamu itu harusnya belajar shaf sebentar lagi ujian loh," mbak kantin membela tolakannya Riya.

"Halah.. tumben banget sih kamu pakai acara belajar gini. Toh masih ada waktu sebulan,"

Mbak kantin hanya bisa geleng-geleng kepala dan langsung kembali ke kedainya, karena tidak ingin mendengar dua bocah itu yang sebentar lagi akan berdebat.

"Aku nuruti katamu Shaf, katanya harus berubah,"

"Tapi masih lama ujiannya, ayolah,"

"Sekali nggak ya nggak,"

"Yaudah kalau pas hari Minggu aja gimana?"

"Oke boleh juga,"

"Eh dah bel tuh, ayo masuk ke kelas," ucap Shafa ketika mendengarkan bel berbunyi.

Hari ini merupakan hari Senin, dan disaat itulah mata pelajaran yang susah-susah ikut kumpul di waktu ini. Termasuk mapel Fisika, sebenarnya Riya sudah mengantuk karena selama ini dia sangat benci dengan pelajaran yang banyak rumusnya itu.

'Nggak-nggak, kamu harus tahan kantukmu Ria.., ini demi masa depanmu,' batin Ria menyemangati dirinya. Walaupun rasanya ingin tertidur seperti Shafa yang duduk di sebelahnya.

"Ini bocah kebiasaan suka nyeramahin orang tapi dianya gitu," Ria tidak berniat membangunkan Shafa sama sekali, toh juga percuma bakal keluar kuping kanan, lalu dia mengambil buku catatan di tas untuk menulis semua cara yang sudah dituliskan gurunya di papan.

"Ternyata susah banget ngerjainnya nggak semudah yang dibayangkan, namun aku gak boleh nyerah harus bisa berubah. Kan kalau aku pintar terus sukses nanti bisa nyari cowok yang lebih lebih segalanya dari pada mas Hasyim. Lihat aja nanti Ria bodoh, ingusan akan menjadi primadona di bumi ini, dan jangan harap kamu bisa kembali lagi kepadaku," Ria bermonolog walaupun ditambahi ucapan halunya tetapi itu bisa membangkitkan semangatnya.

........

"Face wash udah, miccelar udah, terus sunscreen dan cream siang, malam juga udah, berati tinggal kapasnya aja," saat ini Riya sedang berada di Indomei untuk membeli rangkaian skincare, tekadnya sudah bulat untuk merubah dirinya, termasuk dalam hal kecantikan.

Pas sudah menemukan kapas wajah dia mau mengambilnya, tetapi rak tempat itu sangat tinggi dan Riya tidak bisa mengambil. Tiba-tiba ada tangan yang mengambilkannya.

"Nih dek,"

Ria menerima namun dia terkejut setelah melihat pria yang telah membantunya itu.

"Mas keribo,"

"Malaria,"

Mereka sama-sama terkejut.

"Ih namaku Aleria mas, bukan Malaria," ucap perempuan itu dengan jengkel.

"Aku juga punya nama, sejak dulu kau panggil keribo mulu,"

"Kan rambutmu-"

"Nih lihat udah nggak keribo lagi kan," bantah Hisyam, dia merupakan saudara kandung Hasyim yang dulu telah mengantar Aleria pulang, saat keadaanya masih kacau ketika diputuskan secara sepihak oleh Hasyim.

"Iya yah malah semakin jelek sekarang," canda Aleria.

"Mata kamu kali yang buram, ganteng gini kok,"

"Em mas Hisyam kok ada di sini?" tanya Ria, karena laki-laki itu bukannya tinggal di Jombang.

"Aku lagi nengokin temanku yang sakit, dia juga bekerja di daerah sini," bohong Hisyam.

"Kamu beli apa aja?" laki-laki itu mengalihkan pembicaraan.

"Ini skincare," Ria menunjukkan keranjangnya.

"Aku juga cuma beli sabun cuci muka, yaudah sini keranjangmu aku numpang. Sekalian tak bayarin," Hisyam merebut keranjang milik Ria.

"Eh gak usah mas," Ria ingin merebut tetapi tidak bisa.

"Sudahlah nurut sama yang lebih tua,"

Sebenarnya Riya tidak enak kepada Hisyam. Karena barang yang dia beli lebih banyak dari pada punya laki-laki itu.

"Nih punyamu, kalau pulang hati-hati, lewat jalan tengah aja jangan pinggir," Hisyam menyerahkan kantong kresek yang sudah terisi tersebut kepada Ria.

"Makasih loh mas sudah dibelanjain,"

"Iya sama-sama, ingat ya lewat jalan tengah,"

"Kata orang-orang kalau lewat jalan raya itu lewat pinggir bukan lewat tengah," ucap Ria mengingatkan walaupun dia tahu kalau Hisyam cuman ingin bercanda.

...........

"Ria, mas rindu kamu dek," Laki-laki itu langsung memeluk pujaan hatinya.

"Lepaskan! jangan sentuh aku!"

"Maafkan mas Ria, beri aku kesempatan," Hisyam bersimpuh di depan gadis kecilnya dulu.

"Nggak ada kesempatan untukmu mas, cepat pergi!"

"Tolong Ria beri mas kesempatan, satu kali ini saja,"

"Pergi mas!"

"Pergi!"

"Jangan datang ke hidupku lagi!"

"Pergi!"

Tubuh Ria terus digoncang oleh Hayana adiknya. Kamar mereka bersebelahan jadi perempuan yang masih kelas 3 SMP itu bisa mendengar teriakan kakaknya.

"Mbak bangun! sadar!"

"Bangun mbak!"

"Mbak!"

Karena tidurnya terganggu akhirnya Riya bisa terbangun dari mimpi buruknya.

"Astaga.. mimpi dia lagi," tangan Riya mengusap wajahnya.

"Kamu gak bisa move on ya mbak?"

"Aku sudah nggak cinta lagi sama dia na,"

"Tapi kok masih mimpi dia terus?" tanya Hayana lagi.

Untung saja kedua orang tua mereka tidak ada di rumah, melainkan pulang ke Jombang untuk menemani neneknya yang lagi sakit. Jadi tidak mendengar teriakan anak pertamanya itu. Jikapun mendengar bisa menimbulkan kecurigaan, karena hubungan Ria dan Hasyim dulu terjalin secara diam-diam.

"Entahlah,"

"Mungkin dia rindu denganmu mbak,"

Bersambung..

Terpopuler

Comments

Pena Senja

Pena Senja

waoowwww... skincare nya lengkap... 😍😍

sukses kak.. salam dari Cahaya terhalang Mega 😊😊

2022-08-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!