"Riya kamu di mana sayang?" Laki-laki yang bertubuh tegap itu mengusap air matanya.
Rindu yang kini semakin mendera, namun sang semesta enggan mempertemukannya. Hasyim selama ini sudah berusaha mencari sang kekasih hati, tetapi hingga saat ini belum ada titik temunya.
"Lebih baik kamu lupakan saja Riya," Ucap Hisyam ketika melihat kakaknya masih saja memikirkan gadis belia itu.
"Aku gak bisa, dia cinta pertamaku syam,"
Aleria merupakan cinta pertamanya Hasyim. Entahlah wajah polos dan mata sipitnya dapat membius Hasyim pada awal jumpa.
"Om martabak rasa coklatnya satu ya,"
"Iya dek," saat menengok ke sumber suara, laki-laki penjual martabak tersebut langsung terbengong menatap penuh kagum kepada gadis yang masih memakai seragam SMPnya.
Baru kali ini dia merasakan jantungnya berdetak kencang hanya karena berpandangan dengan bocah belia. Padahal saat itu usia Hasyim sudah 25 tahun namun tidak pernah sama sekali merasakan jatuh cinta. Banyak usaha yang dilakukan hingga dia bisa mendapatkan pujaan hatinya. Aleria yang masih polos tentu saja mau ketika diajak pacaran, tetapi kebahagiaan itu hanyalah sementara. Karena Hasyim memutuskan secara sepihak lantaran malu jika ketahuan sama temannya, apa kata orang nanti kalau Hasyim Putra Ramadhan yang selama ini tidak pernah mengenal perempuan. Kini malah merajut asmara dengan gadis belia.
"Tapi kamu gak bisa terus-terusan begini syim, sudah dua tahun kamu di sini tetapi tetap saja kan tidak menemukan Aleria," ucapan Hisyam menyadarkan sang kakak dari lamunannya.
Dulu laki-laki itu mendengar kabar bahwa Aleria pindah ke Jogja lalu dia bertekad untuk mencarinya, sekaligus membuka cabang usaha martabak manis yang ke 8 di kota tersebut.
"Aku percaya jika sebentar lagi akan ketemu," Hasyim berkata dengan yakin. Selama ini dia sudah berusaha mencari, tetapi lagi-lagi tuhan belum mempertemukannya.
"Pulanglah tenangkan dirimu, biar aku yang nunggu cabangmu di sini," Hisyam terus memaksa kakaknya agar segera pulang, dia takut jika Hasyim bisa bertemu dengan Aleria lalu melanjutkan hubungannya kembali. Karena Hisyam juga menaruh perasaan kepada Aleria.
"Jika ingin pulang pulanglah, aku bisa menjaga diriku sendiri," jawab Hasyim dengan nada dinginnya lalu dia beranjak pergi ke dapur untuk mempersiapkan bahan martabak manis.
"Sial! susah banget dibilangin, bagaimana jika dia bisa menemukan Ria," Hisyam frustasi memikirkan hal itu, karena sejak pertemuannya kemarin dia menduga kalau Aleria tinggal dekat di daerah sini.
"Ah pusing mikirin hal seperti ini, semoga saja mereka tidak bisa bertemu," adik Hasyim tersebut menyugar rambutnya seperti frustrasi. Lalu dia menyusul kakaknya untuk membantu membuat adonan.
"Syam apakah usahaku kurang ya untuk mencari Ria?" tanya Hasyim, saat ini mereka sedang saling membantu mempersiapkan bahan.
"Usahamu itu sudah cukup, mungkin dia memang bukan jodohmu,"
"Aku nggak bakal nyerah syam selagi tuhan masih memberikanku nafas,"
"Salah sendiri kenapa dulu diputusin," jengkel Hisyam.
"Sungguh bodoh! kenapa bertindak seperti itu! aku menyesal syam," teriak Hasyim, aneka tepung dan kawan kawannya menjadi bahan pelampiasannya.
"Apakah tuhan masih tetap menghukumku seperti ini? sungguh aku merindukannya syam," lagi-lagi adonan yang hampir jadi akan ditumpahkannya.
"Sudah cukup! apa kamu gila hah? capek tahu belanja beginian," Hisyam mengamankan adonan tersebut.
"Makan tuh gengsi, gara-gara malu sama temanmu. Sekarang rugi sendiri kan,"
"Lupakan bocah itu, ingat umurmu sudah kepala tiga. Seharusnya sudah nikah bukan begini mulu,"
"Apa bedanya denganmu," bantah Hasyim, kali ini dia sudah agak tenang dan bersandar di senderan kursi.
Adiknya itu mempunyai umur yang tidak jauh beda darinya, cuma terpaut satu tahun saja. Jadi Hisyam sudah berusia 29 tahun, tetapi dia juga belum mengakhiri masa lajangnya. Padahal Hisyam sangat mudah sekali mencari pacar, bahkan sering gonta-ganti.
"Emangnya kamu mau dilangkahin adikmu ini?"
"Ya silahkan," jawab Hasyim dengan santai.
"Nanti apa kata ibu-ibu yang sering belanja di mbok dayem, pasti bilang gini 'eh bu masa ya Hasyim sudah dilangkahin adiknya, padahal usianya sudah karatan loh," ucap Hisyam sambil menirukan gaya mulut ibu-ibu ngrumpi saat belanja di pedagang sayur langganannya.
"Berati kamu juga pernah ikut gibah dong? sampai tahu gaya bicara mereka,"
"Pernahlah pas disuruh ibu buat beli tempe, tapi gara-gara asyik ngrumpi yang kuambil malah kliru tahu," mendengar cerita adiknya Hasyim kembali ketawa dan melupakan kesedihannya, adiknya itu sangat nurut sekali jika disuruh-suruh. Seperti belanja ke mbok Dayem pedagang sayur langganan di kotanya dulu. Hingga sekarang mulai dari bahan martabak yang belanja ialah Hisyam.
'Sebenarnya aku kasihan denganmu syim, aku bisa saja memberi tahumu tentang keberadaan Aleria, tetapi aku nggak rela jika kalian bersatu. Maafkan aku syim,' batin Hisyam
"Yaudah sana kamu belanja lagi, terus beresin juga yang ini," suruh Hasyim.
"Yang berulah siapa? yang repot siapa?" Hasyim tetap saja nurut walaupun dia tidak salah. Karena sudah takdirnya menjadi pria yang penurut.
.......
"Telurnya satu kilo ya bu," sekarang laki-laki itu sedang belanja lagi di pasar, sambil memikirkan bahan dapur apa yang sudah habis.
"Bu tepung berasnya ada?"
Suara dari samping menarik perhatiannya Hisyam.
"Loh Ria, bukannya kamu sekolah?" tanya Hisyam karena matahari sudah terik, pastinya bel sekolah sebentar lagi akan berbunyi.
"Jam pertama pelajaran PKWU mas jadi ini disuruh belanja buat bikin masakan gitu,"
Hisyam yang mendengarkan penjelasan gadis SMA itu hanya menganggukan kepalanya. "Apa saja bahannya? sini mas bantu carikan,"
"Bentar mas, shaf berikan kertas catatannya ke mas Hisyam," perintah Riya kepada Shafa, lalu dia memilah-milah sayuran di depannya.
"Nih mas," Shafa menyerahkan kertas itu ke Hisyam.
Tangan laki-laki itu menerima pemberian gadis di depannya, namun mencuri kesempatan untuk menggenggam tangan mulusnya.
"Tanganmu halus sekali, pakai apa saja ini?" dengan kurang ajarnya Hisyam berani memegang dan mengusap tangan Shafa.
"Jangan kurang ajar ya!" Shafa melepaskan tangannya dari Hisyam, dan sayangnya Ria tidak melihat semua itu. Dia masih repot dengan kesibukannya.
"Ria ayo kita kembali," Shafa memaksa Ria pergi dari tempat itu.
"Tapi ini belum selesai shaf,"
"Sudahlah kita belanja di tempat lain saja," Shafa terus menarik tangan Ria.
Hingga tanpa mereka sadari ada orang membawa secangkir kopi panas yang berada tepat di belakang Ria.
"Dek awas dek!" teriak bapak pembawa kopi ketika kopinya terhempas karena kesenggol tubuh Riya dan mengenai tangannya.
"Aw panas!"
............
"Astagfirullah..." pada detik yang sama Hasyim juga terkena halangan, saat membuka kemasan tepung dengan pisau tiba-tiba jarinya tergores mengeluarkan darah.
"Kenapa pikiranku gak enak gini," hati laki-laki itu menjadi risau.
"Apakah kamu baik-baik saja Riya?" entah kenapa kini dia memikirkan Aleria, takut akan terjadi apa-apa padanya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Syahila Rafitha Putri
tadi kayak nya hisyam saudara kembar nya hasyim koq skrang jadi beda satu tahun ya.....
apa aku yang salah baca 😅😅😅
2023-09-17
0