Detakan jantung yang membawaku

"Ganteng ya na," Aleria menatap penuh damba ketika Hisyam masuk ke dalam mobilnya.

"B aja," sahut Hayana berlalu dari teras.

"Tapi baik lo dia itu,"

"Kamu gak tau sifat aslinya aja mbak,"

"Emang sifat aslinya gimana? kayak tahu aja kamu,"

"Ternyata nggak rugi juga aku sering ke club, jadi bisa tahu wajah pria hidung belang itu kayak gimana, nggak kayak kamu diem di rumah mulu tapi gampang ditipu,"

Ria masih belum mengerti dengan ucapan Hayana. "Aku gak paham,"

"Hati-hati mbak sama om itu, soalnya dia orang nggak bener,"

"Mas Hisyam itu baik, aku sudah tahu sifatnya, lawong yang nganterin mbak pulang pas lagi diputusin mas Hasyim aja dia kok," bantah Aleria.

"Perilaku seseorang gampang berubah-ubah mbak, kamu kan tahunya pas dulu tapi nggak yang sekarang kayak gimana,"

"Dari raut wajah om Hisyam aja kelihatan kalau dia itu orang kurang ajar, aku sudah sering lihat tampang-tampang begitu di club," sambung Hayana.

"Keseringan ke club sih, jadi semua laki-laki kamu anggap sama,"

"Ah mboh mbak, kesel ngomongin kamu," jengkel gadis yang masih SMP itu.

"Ya semoga aja nanti nggak diapa-apain," tambah Hayana lalu duduk di ruang tamu.

Aleria tidak menghiraukan ucapan adiknya, dia malah menyibukkan diri dengan membuka aplikasi hijau.

Ternyata ada pesan masuk dari sahabatnya tadi.

[Shafa] : gimana keadaanmu?

[Aleria] : sudah mendingan sejak diperban, kalau sudah kering boleh dilepas kok.

[Shafa] : tadi sudah kuijinkan ke bu Nanik, tapi kamu tetap dapat nilai soalnya sudah bantuin nyari bahan dan nulis resep.

[Aleria] : Ok makasih bestii.

[Shafa] : sama-sama, nanti pas pulang sekolah tak ke rumahmu. mau dibawain apa?

[Aleria] : nggak perlu repot-repot segala, lihat kamu aja aku sudah senang.

[Shafa] : okelah siyapp.

"Mbak nanti aku keluar ya,"

Aleria menghentikan aktifitasnya di aplikasi hijau. Lalu memandang Hayana. "Mau kemana?"

"Keluar sama teman,"

"Ke club lagi?"

"Iya," jawab Hayana santai.

"Terserahlah, yang penting jangan sampai diluar batas wajar,"

"Hm.."

"Asalamu'alaikum,"

"Walaikum'salam," jawab Hayana dan Aleria secara serempak ketika ada tamu yang mengucap salam.

"Eh Shafa, kok pagi-pagi sudah pulang?" Aleria melihat jam masih pukul sepuluh.

"Cuman PKWU aja yang diajar terus semua disuruh pulang karena gurunya lagi takjiah," teman Aleria itu meletakan bingkisan buah di meja.

"Inalillahi.. siapa yang meninggal?" tanya Aleria dengan terkejut.

"Itu anaknya bu Hulya yang kemarin lagi sakit di rumah sakit,"

"Kasihan ya masih kecil loh,"

"Ya sudah jadi takdirnya, ini tadi aku bawakan buah-buahan semoga kamu suka," Shafa membukakan bingkisan yang dia bawa.

"Sudah kubilangin nggak usah bawa apa-apa ngeyel banget sih,"

"Biarlah namanya juga jenguk orang sakit harus bawa makanan dong, tadinya aku mau beliin martabak manis yang dibilang mbak kantin itu, tapi pas lewat antriannya banyak banget. Akhirnya nggak jadi deh malas antri aku,"

"Jauh banget hingga ke jalan itu,"

"Soalnya aku pengen nyoba lagi,"

"Emang enak mbak martabaknya?" Hayana mulai tertarik dengan obrolan mereka ketika menyebut makanan martabak manis.

"Enak banget na bahkan rasanya beda dari yang lain," jawab Shafa.

"Ayo kita beli mbak, soalnya martabak daerah sini rasanya kurang enak, jadi kangen pas di Jombang sering makan begituan,"

"Jombang? lah tadi di tulisan banernya ada kata 'cabang jombang' loh, jangan-jangan itu martabak yang sering kamu makan dulu na," Ucap Shafa sambil mengingat tulisan pada baner tadi.

"Jangan ngaco kamu nggak mungkinlah dia buka cabang di sini," Aleria teringat dengan Hasyim.

Shafa yang paham dengan ucapan Aleria langsung menggaruk kepalanya yang tak gatal, karena dia merasa bersalah telah berkata seperti itu.

"Ria namamu ternyata pasaran juga ya," Shafa mencoba menyairkan suasana.

"Pasaran gimana?"

"Nama martabak manisnya itu ternyata martabak manis Aleria, berati namamu pasaran. Kemungkinan yang jual itu bernama mbak Aleria,"

"Yaudah nanti tak ganti nama aja dah," canda Aleria, dia tidak menyadari jika ada yang mengganjal dibalik nama martabak itu.

........

Ketika martabak manis sudah habis Hasyim langsung menutup kedainya, laki-laki itu tidak pernah mengenal lelah dalam bekerja. Sejak jam 9 pagi hingga tutup jam 7 malam dia tidak pernah sama sekali mengeluh akan lamanya waktu jualannya, karena sebanyak-banyaknya adonan yang dibuat selalu laku keras dan hampir kewalahan melayani pembeli. Sedangkan sang adik selalu ngeluyur begitu saja, dan jarang membantu Hasyim.

Setelah sampai di kostan elitnya, laki-laki itu menaruh barang bekas dagangan yang tadi ia bawa, lalu membersihkan diri lagi meskipun di kedai tadi dia sudah mandi dan berlanjut menunaikan shalat isya.

Setiap sujud terakhirnya dia selalu berdoa agar segera dipertemukan dengan Aleria. Dia berjanji akan menjaganya dan tidak pernah menyakiti sang gadis lagi.

Pikiran Hasyim terus berkecamuk selalu terbayang-bayang gadis belia itu, memang hari-hari biasa dia selalu kepikiran. Namun beda dengan hari ini, semakin parah saja pikirannya. Hingga dia keluar mencari angin untuk menghibur diri.

"Kenapa dengan hatiku ini? rasa rindu semakin parah saja," Ucap Hasyim saat montornya mulai melaju menyusuri jalanan.

Sebenarnya dia bingung harus bagaimana, pencarian mulai dari media sosial sudah ia lakukan. Entah kenapa nama Aleria tidak pernah ketemu jika dicari pada instagram maupun facebook.

Kota Jogja yang penuh dengan ragam budaya, kini menjadi saksi kisah rindu sang lelaki perjaka yang masih mencari belahan jiwanya.

Deg-deg

deg-deg

Suara jantung Hasyim kian bersahutan, semakin berdetak hebat.

"Astagfirullah.. astagfirullah," Laki-laki itu memegang dadanya ketika montor sudah dihentikan.

Tapi ketika jantung berdetak melebihi batas normal seharusnya dia takut, namun tidak bagi Hasyim, ia malah tersenyum sumringah.

"Aku percaya ini petunjuk," Hasyim melihat daerah sekitarnya dan menemukan gapura yang bertulisan 'Desa Singosari' (nama samaran)

Suara dentuman jantung itu seperti saat pertama bertemu Aleria, dan kini dia merasakan lagi.

"Pasti dia tinggal di sekitaran sini," ucap Hasyim sambil melajukan montornya dengan perlahan, berharap bisa ada titik temu.

Bukan google maps yang menjadi bahan petunjuknya, namun kata hati dan detakan jantunglah penujuk arahnya.

bersambung.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!