"Makanya kalau jalan kakinya dipakai," Hisyam memberikan obat yang diresepkan dokter. Karena tangan Ria melepuh dia langsung dibawa ke puskesmas terdekat dan ijin tidak masuk sekolah.
"Matanya om yang buat ngelihat, kalau kaki untuk berjalan," sahut Hayana sambil meletakan teh hangat untuk Hisyam di meja.
"Kamu nggak sekolah?"
"Bacot banget sih, tuh diminum tehnya," ketus gadis itu, sejak awal jumpa dengan Hisyam dia sudah memasang wajah tak sukanya, karena Hayana tahu jika laki-laki itu hanyalah kadal darat.
"Na jangan bicara begitu, gak sopan," tegur Riya.
"Maaf ya mas atas sikap adikku,"
"Nggak papa Riya namanya juga anak kecil,"
"Bukannya dia sekolah?" tanya Hisyam kemudian.
"Entahlah mas, dia memang suka bolos apalagi pas bapak dan ibu keluar kota, jadi bisa bebas dia, sudah capek aku ngomonginnya,"
Hayana memiliki sifat yang berbanding terbalik dengan Riya, dia terlalu keras kepala dan sulit diatur. Bahkan sudah terjerat pergaulan bebas.
"Gak papa lah mbolos, yang penting otak masih pintar," setelah menjawab seperti itu, Hayana langsung pergi menghindari mereka.
"Orang tuamu lagi kerja ya di sana?"
"Bapak kerjanya di sini mas, sekarang lagi cuti karena nemani mbah putri yang lagi sakit di Jombang," sudah sebulan neneknya lagi sakit dan beruntung atasan bapaknya sangatlah baik, jadi bisa memberikan cuti lebih lama.
"Tapi apakah bapakmu tahu tentang kelakuan adikmu?"
"Nggak mas, karena pas mereka ada di rumah Hana bertingkah baik-baik saja. Tetapi karena sekarang jarang di rumah jadi malah begitu kelakuannya,"
Ria sebenarnya bisa saja melaporkan tingkah adiknya itu kepada orang tuanya, namun dia tidak tega karena sudah mendengar cerita Hayana yang sesungguhnya.
'Menarik juga, ternyata orang terdekat Ria sangatlah cantik-cantik. Tadi namanya siapa ya? shaf-shaf gitu kalau nggak salah. Masa namanya inshaf?'
"Mas,"
"Eh iya," panggilan Ria membuyarkan lamunan Hisyam.
"Diminum tehnya takut kalau dirubung lalat, jangan ngelamun aja,"
"Soalnya aku lagi mikirin bidadariku,"
"Bidadari?"
"Iya, karena tangan dia lagi sakit,"
"Hah," Ria melihat tangannya.
"Bidadarinya itu kamu Ria," Hisyam mengedipkan sebelah matanya.
"Apaan sih mas," gadis itu hanya tersipu malu.
"Tak tinggal ke kamar dulu ya mas, buat ganti baju," ucap Ria, karena dia masih memakai seragam sekolahnya.
"Oh iya gak papa," Kini tinggalah Hisyam sendirian di ruang tamu.
Namun setan terus berbisik hal-hal buruk, padahal dia sudah menggelengkan kepalanya karena tidak berani bertindak bodoh seperti itu.
Bibir Ria yang seksi dan menggoda terus terbayang dipikirannya, apalagi jika dicicipi pasti bakalan manis rasanya.
Apalagi di rumah ini hanya ada dua perempuan yang bisa menjadi sasaran empuk Hisyam. Tiba-tiba langkah kakinya menuruti perintah hawa nafsunya untuk menyusul gadis itu ke kamar.
Kebetulan pintu kamar Ria tidak tertutup sempurna. Hisyam berniat mengintip karena penasaran apa yang dibalik seragam itu.
kelihatan dari luar, Ria akan melepaskan kancing terakhirnya, dan sang pengintip sudah tidak sabaran melihat semuanya. Karena Ria menghadap samping jadi tidak kelihatan bagian depannya.
Kancing terakhir sudah terlepas lalu Ria hendak melepas seragamnya.
"Mbak kalau ganti baju tutup pintunya, biar tidak kemasukan kadal darat," ternyata gagal tidak sampai bisa melihat, tiba-tiba Hayana datang dan menutup pintu tersebut.
Sedangkan yang ada di dalam seketika kaget ketika terdengar suara kerasnya pintu. Dia baru menyadari kalau tadi tidak menutup pintu dengan rapat. Lalu Ria mengunci dari dalam dan melanjutkan aktifitasnya.
"Kadal darat maksudnya Hana apa sih? kan kadal memang hidup di darat," ucap Ria dengan polosnya ketika memikirkan perkataan sang adik barusan.
"Sini!" Hayana menarik kerah Hasyim lalu menyeretnya ke kamar. Tubuh besar itu terhempas di ranjang yang empuk.
"Kupikir kamu masih bocah polos," senyum smirk tersungging di mulut Hisyam.
Hayana tahu apa yang telah di pikirkan lelaki itu, pasti dia berpikir akan mengajak berhubungan yang lebih jika diajak di kamar begini. Padahal tidak.
Gadis itu hanya ingin mengintrogasi Hisyam. Karena telah berbuat kurang ajar kepada kakaknya. Kamar Hayana sudah dia pasang kedap suara jadi otomatis pembicaraan mereka tidak akan terdengar oleh Ria.
"Cih dasar omes,"
"Lalu kenapa langsung mengajakku ke kamar, kalau bukan melakukan hal itu,"
"Sebenarnya kenapa kamu mendekati kakakku? "
"Karena aku mencintainya,"
"Dasar pembohong! itu bukan cinta tetapi nafsu bodoh!" maki Hayana.
"Jangan dekati kakakku lagi," tambah Hayana lagi.
"Apa ada imbalan jika aku menjauhi kakakmu," Hisyam melihat tubuh gadis itu mulai dari bawah lalu ke atas.
Hayana paham dengan lirikan mata Hisyam. Sebenarnya dia takut kalau kakaknya bisa terjatuh pada pesona laki-laki brengsek ini, karena Ria hanyalah gadis lugu yang gampang ditipu.
"Aku paham dengan maksudmu, aku akan memberikannya. Tapi kamu harus berjanji setelah ini jauhi kakakku,"
"Baiklah dengan senang hati sayang.." Hisyam mendekati Hayana dan memepetkannya di tembok.
Gadis itu langsung menarik tengkuk sang pria, dan ******* bibir itu dengan rakus.
'Agresif juga, walaupun masih kaku' batin Hisyam.
Lelaki itu tidak tinggal diam, dia menyambut dan lidahnya langsung masuk berbelit dengan lidah Hayana. Tangannya terulur untuk membuka kancing baju perempuan itu.
Namun baru saja menyentuh kancing, Hayana sudah mencubit perut Hisyam sehingga pikiran liarnya buyar begitu saja.
"Aw! kenapa dicubit? kau mengganggu konsentrasiku sayang.."
Hayana mengusap bibirnya dengan kasar. "Kalau minta lebih nikahin dulu, sudah untung aku ngasih cuma-cuma. Bahkan pelangganku diluar sana masih mengantri untuk menciumku,"
"Pelanggan? bahkan ciumanmu masih sangat kaku, apakah nanti nggak kabur pelangganmu,"
"Nyatanya banyak yang menyewaku,"
"Dasar gadis mur-"
Tok - tok
"Na.. kamu tahu nggak mas Hisyam kemana?"
Dua sejoli yang lagi di dalam itu langsung terkejut bingung harus bagaimana, tidak mungkin jika Hisyam keluar dari kamar Hayana, nanti akan menimbulkan kecurigaan..
"Gimana ini caraku keluar?" tanya Hisyam panik.
"Em gimana ya.." Hayana mondar mandir memikirkan.
Tok-tok
Tiba-tiba gadis itu melihat jendelanya. "Om keluar lewat jendela aja," dia membuka pintu jendela.
"Emangnya aku kucing harus lewat jendela,"
"Hayana.." teriak Aleria.
"Bukan kucing tapi kadal darat, cepetanlah mbak Ria sudah teriak-teriak tuh, nanti om lewat belakang rumah tembusnya dapur,"
Akhirnya dengan terpaksa Hisyam melewati jendela tersebut, dan Hayana segera membuka pintu kamar.
"Aku nggak tahu mbak dia ada di mana," jawab adiknya Aleria.
"Tuh orangnya," tunjuk Hayana ketika melihat Hisyam keluar dari arah dapur.
'Cepet banget jalannya' batin Hayana saat melihat sesosok itu sudah ada.
"Kamu kemana aja mas?" Aleria menghampiri Hisyam.
"Tadi lagi ke kamar mandi, kamu mencariku ternyata," tangan Hisyam memegang pipi Aleria.
"Jangan pegang-pegang anak orang! digebukin bapakku tau rasa kamu!" Hayana menghempaskan tangan Hisyam dengan kasar.
'Dasar kadal buntung, padahal tadi sudah janji tidak akan mengganggu kakakku lagi,' gadis itu membatin.
"Maaf, kalau gitu aku pulang dulu ya," pamit Hisyam dengan tersenyum.
"Iya mas, makasih sudah nganterin Riya,"
"Sama-sama, apasih yang nggak buat kamu,"
"Dah pulang sono, nyepet-nyepeti mata aja!" usir Hayana.
"Hayana.. gak boleh kayak gitu," sang adik hanya menampilkan mata jengahnya.
"Oh iya Ria, aku minta nomermu boleh?"
"Boleh kak," Lalu Ria mengetikan nomer w'anya di benda kotak milik Hisyam.
Setelah mendapatkan kontak sang incaran, laki-laki itu bisa berpulang dengan tenang.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments