Paman Tommy pun keluar kamar Naila, lalu menutup nya kembali. Setelah paman nya keluar, Naila memandangi fotonya bersama kedua orang tua nya.
"Ayah, ibu. Kalian tau, paman Tommy itu baik banget sama Nai. Nih liat, Nai di berikan hadiah lagi. Sebenarnya Nai tidak enak hati, jika paman memberikan hadiah untuk Nai. Aku takut jika bibi akan marah, karena paman selalu memberikan hadiah untuk Nai. Walaupun dua bulan sekali, tapi paman selalu memberikan hadiah untuk Nai.. Ayah ibu, Nai kangen dengan kalian. Tak terasa ya 10 tahun Nai hidup tanpa adanya kalian. "
Naila memeluk foto kedua orang tuanya, hingga Mata Nai terpejam. Ya begitulah Naila, setiap malamnya selalu bercerita lewat foto orang tua nya yang selalu berada di dalam dompet nya.
Naila berharap jika di dalam mimpinya, dia akan berjumpa dengan dua orang yang dia sayang.
Keesokan paginya, Naila sudah berkutat di dapur untuk membuat sarapan. Ya sepagi itu Nai sudah rapih dengan pekerjaan rumahnya. Dari mencuci baju, menjemur membersihkan rumah dan di lanjutin memasak untuk masak. Dan jika sehabis pulang kerja Naila pun tetap melakukan pekerjaan nya untuk menyetrika baju.
Begitulah tugas Naila setiap harinya, dia melakukan itu sebagai balas budi untuk keluarga pamannya. Karena mereka mau menerima dan mengurus dirinya. Walaupun bibi nya begitu cerewet dan jahat, namun semua itu di lakukan Naila karena dia tidak ingin jauh dari saudara yang hanya satu satunya yang Naila miliki.
Dan sebagai baktinya kepada paman nya, yang sudah menyayangi nya seperti seorang ayah. Padahal pak Tommy sudah melarang keras kepada istrinya untuk tidak memperlakukan Naila seperti itu. Namun apalah daya pasti ujung-ujungnya mereka bertengkar, dan bu Farida yang tak lain istri pak Tommy, selalu menyebut Naila sebagai benalu di rumah itu.
Naila tidak mau membuat paman khawatir dengannya. Apalagi sampai mereka bertengkar karena membela dirinya. Mangkanya Naila melakukan nya sebelum paman nya melihat Naila bekerja dirumahnya.
Kini Naila sedang bersiap-siap untuk berangkat kerja. Tiba-tiba Pak Tommy datang menghampiri Naila.
"Nai, sarapan yuk.!"
"Tidak paman, Nai sarapan di tempat kerja saja".
"Kamu sudah bawa sarapan kamu nak, kalau kamu makan nasi kamu pagi, siang kamu makan apa Nai.?"
"Siang mah gampang paman, banyak ko di tempat kerja Nai tukang makanan."
"Tapi siang kamu makan loh, jangan sampai tidak. Paman tidak mau kamu sampai sakit Nai."
"Siap bos, laksanakan". Naila memberikan hormat kepada pak Tommy, membuat sang paman terkekeh.
"Yasudah nih uang jajan kamu, barang kali ada yang kamu mau beli di sana". Sambil menggenggam kan uang berwarna biru di tangan Naila.
"Jangan paman, Mending buat bibi aja. Buat nambahin uang belanja, kalau Nai kan sudah kerja. Masa masih di kasih uang bekal sih.?"
"Ssssttt... Jangan sampai bibi kamu tau, ini uang paman pribadi. Kalau bibi kamu, memang uang paman kan semua nya sudah setoran ke bibi kamu nak". Pak Tommy terkekeh.
"Yasudah untuk pegangan paman aja, aku ada ko". Naila menolak secara halus.
"Paman ada ko uang untuk pegangan paman. Ini kamu pegang ya, kamu gak ambil paman akan marah loh sama kamu".
Dengan merasa tak enak hati, Naila pun mengambil uang pemberian pamannya tersebut.
"Terimakasih ya paman, paman adalah paman yang terbaik buat Nai. Harus bagaimana lagi Nai bisa membalas kebaikan paman ini.?"
"Tidak perlu membalas apapun nak. Paman hanya ingin kamu harus menjadi Nai yang pernah paman kenal. Jadi Naila yang ceria, jangan menjadi Naila yang selalu Murung."
'Nai yang ceria sudah hilang paman saat ayah ibu pergi. Apalagi saat orang di sekitar Nai juga ikut pergi. Hanya paman dan Ka Fandi yang ada untuk Nai.' Gumam Naila dalam hatinya.
Pak Tommy masih menatap wajah keponakan nya itu." Yasudah jangan kamu pikirkan, sekarang kamu berangkat kerja sana." Naila pun mengangguk kan kepalanya.
"Yasudah Nai berangkat dulu ya, Terimakasih ya paman."
"Iya nak, kamu hati hati.."
Naila pun pamitan dengan paman nya. Lalu Nai berjalan menuju ruang makan di mana ada bibi dan dua sepupu perempuannya. Yang bernama Melly dan Jenny, mereka bertiga sedang menikmati sarapan nya.
"Bi, Aku berangkat kerja dulu." Nai sudah mengarahkan tangannya untuk pamitan.
Namun tangan bibi Farida menjauhi tangannya agar tidak di sentuh oleh Naila.
"Jauhi tangan kamu itu. Kalau tangan saya kamu sentuh, bisa bisa saya kena si.. al dari kamu." Dengan perasaan sedih Naila menarik tangannya kembali.
Melly melihatnya tak tega kakak sepupunya di perlakukan kasar sama ibunya. Sedangkan Jenny hanya tersenyum melihat Nai di perlakukan seperti itu.
" Bu jangan kaya gitu sama ka Nai. "
" Diam kamu anak kecil, jangan membela dia terus. Kamu mau terkena apes nya dari nih anak." Naila memberikan isyarat kepada Melly untuk diam, jangan menjawab ucapan ibunya.
Melly hanya menunduk untuk menuruti apa yang Naila ucapkan.
" Sudah kamu pergi sana, saya muak melihat kamu lama lama di sini. Bisa bisa selera makan saya berkurang melihat mu di sini." Naila mengangguk kan kepalanya, saat Naila baru berjalan dua langkah bu Farida sudah memanggilnya.
" Tunggu, kamu jangan pulang malam. Ingat tugas kamu, setrikaan sudah numpuk. Jangan lupa sama tugas kamu, dan ingat sadar diri."
" Ii iya bi, Nia akan kerjakan setelah pulang."
Paman Tommy yang dari dalam mendengar keributan segera menghampiri keluarga nya.
" Ada Apa ini rame-rame. Ada apa bu, kenapa si kamu selalu marahin Nai.?"
"Ini lagi datang datang langsung membela keponakan kesayangan nya. Pintar sekali kamu Nai, menarik simpatik keluarga saya. Kamu pakai apa hah, buat menarik perhatian mereka. Sudah suami saya, putra saya, ini lagi si bungsu juga ikutan. Hebat kamu, pakai pemanis apa kamu.?" Dengan tersenyum menyeringai menyindir Naila.
" Ibu.. Kamu benar-benar ya, pemanis apa yang ibu maksud. Keponakan ku tidak pakai seperti itu. Dan apa salahnya Nai, sampai kamu membenci dia. Padahal dia sudah mengerjakan tugasnya dan berbakti di sini sama kamu bu. Tapi masih saja selalu kamu hina dengan kata kata kamu itu. "Pak Tommy sudah sangat marah dengan kelakuan istrinya itu.
" Kamu dengar kan Anak sia... L. Suami ku ini membela kamu, tidak ibunya tidak anaknya selalu cari muka dengan suamiku ini. "Hardik bu Farida.
Ucapan bu Farida membuat Naila langsung menitikkan air matanya.
" Ibu kamu itu, benar-benar. "Pak Tommy ingin mengangkat tangannya, Namun di tahan oleh Naila.
" Jangan paman, aku mohon jangan lakukan itu sama bibi. Aku sadar diri ko di sini paman, jadi paman jangan mengangkat tangan paman untuk berbuat kasar sama bibi." Naila menyentuh tangan paman nya untuk memohon.
"Air mata buaya, padahal kamu senang melihat keluarga ku bertengkar. Lama lama saya muak melihatmu di sini, selalu berakting merasa seperti upik abu. Lebih baik aku pergi, selera makan ku hilang melihat kamu di sini." Bu Farida pun meninggal kan makanannya yang berada di meja makan.
" Gara gara orang tak tau diri, rasa selera makan jadi hilang ".Sindir Jenny yang lalu meninggalkan meja makan dan pergi ke kamar nya.
" Jenny... "Bentak pak Tommy.
" Jangan paman, jangan marah lagi Nai mohon." Naila menelungkup kan tangannya tanda memohon.
Pak Tommy pun diam melihat keponakan nya itu memohon, dengan menitikkan air matanya. Membuat pak Tommy tak tega melihatnya.
Dan Melly pun melihat kakak sepupunya di perlakukan kasar oleh ibunya juga merasa tak tega. Karena bagi nya Naila itu kakak yang baik, yang bisa di ajak cerita.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments