MR.MATCHA
"Ara, Bunda mau bicara sesuatu sama kamu," panggil Kirana- Bundanya Ara.
"Apa, Bund?" sahut Ara menjawab bundanya.
"Sebentar lagi, kamu bakalan punya adik. Bunda lagi hamil," ucap Kirana dan sontak membuat Ara kaget.
"Bund! Udah Ara bilang, Ara gak mau punya adik! Bunda sama ayah kenapa sih? Kalian egois tau gak," kesal Ara.
"Ayah sama Bunda lakuin ini buat kamu, biar kamu gak sendiri di rumah," jelas Allan — Ayahnya sambil memegang bahu Ara.
"Demi aku? Ayah paham gak sih, kalian selama ini mengabaikan aku. Di umur segini punya adik itu berat buat aku! Kalau dia lahir, siapa yang urusin dia? Aku? Kalian kan sibuk sama urusan kalian masing-masing. Aku gak mau punya adik!" Ara berlari menuju kamarnya tanpa mempedulikan mereka.
Ara menenggelamkan wajahnya di bantal, rasanya beban di kepalanya sudah menumpuk menjadi berpuluh-puluh ton beratnya. Ara hanya takut mereka semakin mengabaikannya. Ara takut kasih sayang bunda dan ayahnya terbagi. Ara mungkin tau ini pemikiran yang sangat childish, tapi itu benar. Ketika Ara menjadi satu-satunya saja mereka mengabaikannya, apalagi ada adiknya.
Ara penat dengan semua keadaan di rumahnya. Dia berpikir harus pergi dari sini. Iya, jalan satu-satunya adalah ....
"KABUR! Iya, gue harus kabur dari sini," tekad Ara.
...~ • ~...
Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Setelah mengemasi barangnya, Ara langsung menuju ke bawah dan memastikan bahwa semuanya aman. Perlahan tapi pasti Ara mulai mendekati pintu dan ....
Klek ....
Pintu pun berhasil terbuka. Ara langsung menuju gerbang, untung saja satpam di rumahnya sedang mengambil cuti dan pulang kampung jadi Ara bisa pergi dari sini dengan aman.
Ara pergi tanpa membawa motornya, dengan terpaksa dia menggunakan angkutan umum untuk menjauh dari daerah ini. Ara turun di sebuah daerah yang dia rasa sudah cukup jauh dari daerah tempat tinggalnya.
Dia menelusuri jalanan malam yang sepi ini, rasanya takut sekali, tapi apa boleh buat karena ini resikonya yang harus dia ambil.
"Ya ampun, gue harus kemana malam-malam gini? Terus gue harus tidur di mana? Ya kali tidur di emperan," dengus Ara.
Ara duduk di salah satu kursi pinggir jalan ini. Tiba-tiba ....
"Ngapain lu duduk di sini?" tanya seorang pria di sebelahnya.
"Gak boleh? Ini kan umum, siapa pun boleh duduk di sini," ucap Ara tak terima.
"Gua pingin sendiri, mending lu cari tempat lain," balas pria itu datar.
"Heh! Seenak jidat ya, lo. Suka-suka gue mau duduk di mana aja. Kalau lo mau sendiri jangan di jalanan, tapi di kamar lo!"
"Ngapain lu malam-malam gini di luar rumah, gua yakin orang tua lu cemas anak gadisnya belum pulang." Orang ini sangat-sangat mengganggu Ara hingga dia merasa kesal.
"Bukan urusan lo," ketus Ara sambil pergi meninggalkan cowok itu.
Ara kembali menelusuri jalanan itu, hingga ada seseorang yang menghampirinya.
"Eh cewek, mau kemana?" tanya seorang pria dan temannya.
" .... "
"Sini Abang temenin, udah malem ini," ucap temannya sambil tertawa.
Ara pun takut, wajah mereka seram sekali. Dia putuskan untuk tak menggubris mereka dan pergi. Namun, mereka mecengkram pergelangan tangannya.
"Lepasin!" teriak Ara.
"Mau kemana sih, buru-buru amat," katanya.
"Ih lepasin gue!" teriak Ara yang mulai ketakutan.
"Gak usah galak-galak, ayok ikut!"
Namun, mereka tetap menyeretnya untuk ikut dengan mereka.
"Lepasin cewek gua!" teriak seseorang.
Tanpa basa-basi dia memukul kedua pria itu. Ara hanya bisa menutup mukanya, karena itu sangat membuatnya ketakutan. Bayangkan saja, dia melihat aksi pukul memukul di depan matanya. Rasanya Ara ingin pingsan saja.
"Lu gak apa-apa?" tanya pria itu.
Ara membuka matanya.
'hah? Itu cowok yang tadi duduk sama gue,' batinnya.
"Lo? Btw makasih," ucapnya.
"Sama-sama," jawabnya dengan wajah flat.
Mereka duduk di depan masjid. Ara heran dengan pria itu, dia tampan sih. Tapi dia cuek dan menyebalkan.
"Rumah lu di mana?" Tanya pria itu.
"Kenapa?" Tanya Ara balik.
"Enggak, kenapa lu gak balik?"
"Kabur, lo sendiri kenapa gak balik ke rumah?" tanya Ara penasaran.
"Sama, gua juga kabur."
'Kok bisa samaan sih, bener-bener aneh dia,' batin Ara.
"Kenapa kabur?"
"Gue mau punya adik dan gue gak suka itu."
"Kenapa?
"Gak bisa gue jelasin, complicated."
"Gue kabur karena orang tua gua selingkuh," tuturnya, padahal tak ada seorang pun yang bertanya padanya, ya tapi cukup menyedihkan juga sih.
"Ohh," Ara hanya ber-oh ria.
Tiba-tiba ponsel Ara berbunyi. Tertera nama Rendy di sana. Dia keheranan ada apa sahabatnya ini me-neleponnya malam-malam begini.
"Kenapa gak diangkat?" tanyanya.
"Gapapa, gue ke dalam aja ya. Kayanya gue mau tidur di sini aja," Ara pamit.
Tanpa meminta persetujuan Ara memasuki masjid, rasanya lelah sekali dia berjalan sejauh itu. Dengan terpaksa Ara tidur di masjid ini, daripada tidur di emperan.
...~ • ~...
Suara adzan membangunkan Ara. Dia terbangun dan segera mengambil wudhu untuk sholat. Namun Ara baru sadar, ternyata cowok yang semalam itu sudah tidak ada. Tapi dia tidak peduli sih, bukan urusannya juga.
Setelah selesai, Ara kembali bergegas untuk pergi mencari tempat lain. Karena jika dia terus berada di sini pasti akan ketahuan juga.
Panasnya cuaca kota Bandung, membuat keringatnya menetes. Andai ini di rumah, pasti akan dia habiskan waktu di depan AC agar tidak kepanasan.
Tiba-tiba seseorang menarik tangan Ara dan sontak membuatnya kaget.
"Ayok pulang," ucapnya sambil menarik tangan Ara.
"Rendy! Kenapa lo bisa di sini?" Ara keheranan.
"Gak usah banyak tanya, cepet pulang. Bunda lo cemas tau gak!"
"Lepasin, Ren! Gue gak mau pulang! Lo gak tau sih gimana jadi gue!" bentak Ara tanpa sengaja.
"Ya tapi cara lo salah! Lo harus ikut gue sekarang," katanya menarik tangan Ara lagi.
"Gak mau, Ren! RENDY!" bentak Ara lagi.
"Lo childish banget sih, Ra. Cuma masalah kaya gini lo kabur?"
"Lo gak paham sama perasaan gue, lo gak tau gimana rasanya jadi gue," kesal Ara, tanpa sadar tangisannya pecah.
Rendy menarik Ara masuk ke dalam mobilnya. Ara tak melawan, nyatanya tenaga Rendy jauh lebih kuat dibandingkan Ara, lalu Rendy pun melajukan mobilnya.
"Semua bisa dibicarain, Ra gak usah ada acara kabur segala." Rendy menasehati Ara.
"Dibicarain? Apa dengan dibicarain semuanya bakal baik, Ren? Enggak! Lo tau? Bunda gue hamil," ucap Ara dengan tangisannya yang masih belum mereda.
"Ya bagus dong, lo bakalan punya adik. Kan lucu. Biasanya di usia lo pasti pingin punya adik. Bukannya lo suka anak kecil juga?"
"Gue suka anak kecil bukan berarti gue mau punya adik, Rendy. Gue gak mau kasih sayang mereka buat gue gak utuh. Gak gak gak dari dulu emang udah gak utuh. Ya maksudnya tuh gue cuma pingin jadi satu-satunya buat mereka. Gue gak mau kasih sayang mereka kebagi," ucap Ara jujur.
"Ya gak gitu, berarti lo harus ubah jalan pikiran lo. Lo salah, kasian Bunda lo khawatir sama lo," katanya.
"Terserah, Ren. Gue kira lo bisa ngertiin gue. Ternyata lo sama aja. Emang gak ada yang bisa ngertiin perasaan gue."
Selama perjalanan tak ada percakapan di antara mereka. Mereka pun sampai di rumah Ara. Alangkah kagetnya ketika Ara membuka pintu, Kirana langsung memeluk anak semata wayangnya itu.
"Kamu darimana aja sayang? Bunda takut kamu kenapa-kenapa. Kamu tadi malam tidur di mana? Udah makan?"
Namun, tiba-tiba Allan datang dan mencengkram tangan Ara dengan erat.
"Darimana aja kamu? Puas bikin orang tua khawatir? Di mana otak kamu, Ayah sekolahin kamu biar pinter dan bisa berpikir. Ini nih, didikan kamu, Bund. Jadi pembangkang dia sekarang." Allan mengeratkan cengkeramannya pada Ara.
"Awww, sakit, Yah!" Ara membentak sambil melepaskan cengkeramannya.
"Ayah apa-apaan sih, kasian Ara," bentak Kirana sambil memeluk Ara.
Rendy yang sudah biasa menyaksikan pertengkaran keluarga Ara hanya bisa diam. Ara pun memilih untuk ke atas atau lebih tepatnya ke kamarnya untuk menenangkan diri.
'Kenapa selalu kaya gini, aku kaya gini gara-gara kalian juga. Kalian yang gak pernah kasih waktu luang kalian buat aku.'
Seseorang memasuki kamar Ara, ternyata dia adalah Rendy dan dia langsung duduk di sebelah Ara.
"Ngapain lo kesini, Ren? Kalau lo gak ajak gue pulang, gue ga akan liat mereka berantem lagi," kesal Ara.
"Maaf, tapi kalau lo pergi juga gak akan nyelesain masalah, Ra."
"Ya tapi masalahnya makin rumit," kata Ara.
"Ya karena lo yang bikin rumit, lagian lo gak mikir. Besok hari pertama lo ospek di kampus," katanya.
"Lah, oh iya yah. Lah gue belum siap-siap."
"Udah gue siapin semuanya," kata Rendy bijak.
"Aaa~ Rendyyyy tengkyuhhh," kata Ara sambil memeluk Rendy erat.
"Iya, gak usah nangis lagi."
"Yaudah iya, maaf ya udah marah sama lo juga," ucap Ara menyesal.
"Iya santai."
Mereka pun kembali akur dan mempersiapkan hal yang yang kurang untuk di bawa besok. Ara sangat beruntung memiliki Rendy yang selalu ada di sampingnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Mommy muda 🖤
Aku mampir..
Semangat ya 💪💪👍
2022-09-12
0