Ospek

Universitas Orziana, adalah salah satu universitas yang banyak diminati di kota ini. Ara melangkahkan kakinya memasuki gerbang, ya karena calon mahasiswa baru tidak boleh membawa kendaraan dan itu sangat menyusahkan. Sebenarnya malas sekali Ara mengikuti acara Ospek ini, rambut diikat dua, memakai Nametag besar dari kardus, tali sepatu menggunakan pita dan menggunakan topi yang terbuat dari bola. Lebih tepatnya ini bukan calon mahasiswa baru, tapi calon pasien rumah sakit jiwa.

"Rendy mana, sih? Katanya mau bareng, gue kan takut sendirian masuk gerbang. Mana senior pada ngeliatin gue lagi," gerutunya sambil berjalan menunduk.

Kalau bukan karena kewajiban, Ara sama sekali tidak mau mengikuti acara ospek ini. Buang-buang waktu saja, lebih baik dia menghabiskan waktu di rumah sambil drakoran atau membaca novel.

Tiba-tiba ....

Brukkk ...

Ara menabrak seseorang yang ada di depannya. Ekspetasi memang tak sesuai realita. Jika di dalam novel bertabrakan dengan seseorang akan terjadi adegan tahan menahan, tapi ini tidak. Bokongnya menyentuh aspal dengan sempurna dan itu sakit sekali.

"Awww, gimana sih. Sakit kan pantat gue. Bukannya bantuin malah diem aja," kesal Ara dan langsung mengadahkan kepalanya untuk melihat wajah orang itu.

"Lo?" matanya membulat sempurna saat melihat orang yang bertabrakan dengannya.

Dia adalah cowok yang kemarin malam bertemu dengan Ara. Mati saja Ara, ternyata dia adalah senior barunya. Ini pasti akan membawa malapetaka untuk hidup seorang Tsabita Keona Arabella.

"Ara, lo gapapa?" tiba-tiba Rendy datang dan membantunya berdiri. Namun orang itu malah pergi tanpa rasa bersalah. Sungguh Ara ingin sekali menjambak rambut pria itu sekarang juga!

"Isshhhhh nyebelin banget itu senior, Ren. Masa gak ada rasa pedulinya sama junior. Minimal minta maaf kek!" gerutunya.

"Sabar, junior bisa kena masalah kalau berurusan sama senior," kata Rendy berusaha menenangkan sahabatnya itu.

"Ya tapi, Ren. Ah udah lah. Btw dia yang nolongin gue waktu gue kabur," ucap Ara.

"Nolongin apaan? Emang lo kenapa?"

"Di cegat anak jalanan," ucap Ara santai.

"Lo gak apa-apa kan, Ra tapinya? Lo baik-baik aja, 'kan?" tanyanya sambil memegang pipi Ara.

"Lah, kalau gue kenapa-napa gak akan di sini dodol!"

"Oh iya, ya."

"Lo ni ya, ck." Ara berdecak.

"Ya udah, ke lapangan yuk. Udah mulai kayaknya," ajak Rendy sambil menggenggam tangan Ara.

Ara dan Rendy menuju ke lapangan, terlihat sudah banyak calon mahasiswa baru yang berkumpul di sana. Ara langsung menuju ke gugus 1, ya karena sebelumnya sudah ada pemberitahuan ketika mendaftar.

"Hai," sapa seorang wanita di sebelahku.

"Hai, nama gue Ara, panggil aja Ara atau Ra. Nama lo siapa?" tanya Ara dengan senyum.

"Maudy, lo mau jadi temen pertama gue di sini?" tanyanya.

"Dengan senang hati," jawab Ara sambil mengangguk.

Sekelompok senior pun memasuki lapangan dengan gaya angkuh mereka. Jujur saja rasanya malas sekali melihat mereka, pasti mereka memperlakukan junior mereka dengan seenaknya. Dan satu lagi, ternyata orang menyebalkan itu menjadi salah satu mentor. Kesalnya ....

"Gugus 1 mana?" tanya senior perempuan kepada mereka.

Otomatis barisan Ara mengangkat tangan mereka.

"Mentor kalian Afrizal ingat-ingat," serunya.

Namun, pria menyebalkan yang tak diketahui namanya itu langsung membisikkan sesuatu kepada perempuan itu.

"Oke maaf, gugus 1, mentor kalian jadi Dewa ya," ralatnya.

Dewa? Siapa Dewa? Mereka hanya menyebutkan nama saja tanpa memberitahu wajahnya. Jelas itu membuat semua Camaba, terlebih Ara kebingungan. Mereka membagi gugus dengan mentor nya masing-masing. Ara mencoba menebak siapakah yang menjadi mentor nya, tapi nihil. Ya semoga aja seniornya ini tidak membuat dia kewalahan hari ini.

Setelah membagi gugus mereka pun disuruh menyimpan tas di kelas. Dan menuju ke lapangan lagi untuk diberi tugas pertama.

"Nama gua Alex, Gua sebagai ketua BEM di sini. Tugas pertama kalian adalah wawasan wiyata mandala. Jadi kalian di wajibkan untuk membersihkan sekolah ini. Tujuannya supaya kalian bisa mengenal wilayah kampus kita," kata seseorang yang meperkenalkan dirinya sebagai ketua BEM.

"Gugus satu, silahkan menuju ke taman belakang, kalian bersihkan taman belakang," kata seorang wanita yang Ara ketahui bernama Kak Zelda.

Gugus Ara pun kini menuju taman, ya mereka kebagian membersikan taman yang begitu luasnya. Daun yang gugur begitu banyak, melihatnya saja Ara sudah malas untuk membersihkannya. Andai dia bersama Rendy, semua masalah akan tuntas dalam sekejap.

"Oke semangat, Ra," kata Maudy menyemangatinya.

"Kita kaya masuk pendidikan pemulung, Dy. Yakali suruh bersih-bersih." Ara yang kesal mulai menyapu pinggiran parit.

"Ya namanya juga Ospek, Ra. Mereka bisa seenaknya sama Maba."

"Ya itulah senior, kesel banget sumpah," ucap Ara sambil menggerutu.

"Ya jalanin aja lah ya, kalau lo terus-terusan ngoceh, yang ada makin cape deh, lo," katanya.

Mereka masih membersihkan taman ini, padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang, para senior sama sekali tidak memberi istirahat. Dan itu membuat Ara sangat kesal.

"Udah, lu berhenti aja. Istirahat. Nih," seseorang memberikan minuman pada Ara.

"Lo? Eh Kak," ralatnya.

"Duduk, istirahat aja kalau lu cape," katanya sambil duduk di kursi.

"Nggak usah," ucap Ara sewot.

"Kenapa? Gua baik loh nyuruh lu duduk." Dia berkata dengan santai sembari meminum cola kalengnya.

"Udah lo pergi aja sana, kalau lo nyuruh gue istirahat, nanti mentor gue marah, udah sana." Ara pun mengusirnya.

"Nggak akan marah," jawab pria itu santai.

"Hee, gue tau ini jebakan lo, 'kan? Lo mau bikin gue dimarahin kak Dewa? Sana!" kesal Ara dan lagi-lagi mengusirnya.

"Lo gak tau siapa gua?"

"Lah? Emang lo siapa? Cowok rese yang tadi nabrak gue di depan terus gak bantuin gue, iya, 'kan?"

"Gua mentor lu," katanya sambil menunjukkan nametag kepanitiaannya.

Dewa Arkan bagaskara.

"Eh, Kak Dewa ya? Hehe," ucap Ara sambil menyembunyikan ke gugupan dengan cengiran khasnya.

"Tau kan gua siapa? Ya udah duduk," perintah Dewa.

"Nggak, Kak. Gue bersih-bersih aja," kata Ara dengan senyum terpaksa karena ketakutan.

"Ya udah, ini buat lu," ucapnya sambil meletakan minuman di kursi taman. Namun sebelum dia benar-benar pergi, dia melihat nametag Ara.

"Tsabita Keona Arabella, oke." Dewa menganggukan kepalanya sambil berlalu meninggalkan Ara.

'Mampus gue, setelah ini pasti gue kena hukum sama senior itu. Mampus lo Ara mampus.'

Ara kembali menyapu, namun jantungnya tak karuan. Rasanya Ara seperti akan dieksekusi mati. Bagaimana kalau Ara terkena hukuman yang berat? Ini hari pertama ospek tapi dia sudah membuat masalah. Ara menyapu tak karuan, gelisah. Iya, Ara gelisah sekarang, bahkan keringat dingin sudah bercucuran dari kepalanya. Kenapa dia harus dimentori oleh cowok menyebalkan itu?

"Lo kenapa sih, Ra?" tanya Maudy.

"Gue kayaknya udah ditandai deh, gue tadi ngebentak senior," jawab Ara cemas.

"Hah? Serius, lo bentak senior?" tanyanya kaget.

"Iya, gue bentak mentor kita lagi," ucap Ara semakin cemas.

"Mati lo, Ra. Kak Dewa lagi yang lo bentak. Kata kakak gue, Kak dewa itu most wanted kampus," ucap Maudy.

"Ah, lo korban Novel aja. Masa iya ada most wanted di kampus kita," protes Ara

"Ra, gue serius loh. Katanya, yang berurusan sama dia bakalan kena akibatnya."

"Ah lo mah, jangan nakut-nakutin."

"Mana ada nakut-nakutin, Ra."

"Apapun yang terjadi nanti, gue harap lo bahagia, Dy."

"Elah, kaya mau mati aja, lo! Ya udah istirahat, yuk. Udah boleh istirahat juga," ajak Maudy.

"Gue mau di sini aja," tolak Ara.

"Oh oke deh, gue duluan."

Ara duduk di kursi taman ini, sambil menunggu untuk berkumpul kembali. Rasa lelahnya berganti menjadi rasa cemas. Rendy pun sejak tadi tak terlihat, mungkin dia sibuk dengan tugasnya di gugus. Karena haus, terpaksa Ara meminum minuman yang tadi diberikan Dewa. Ara sepertinya sudah pasrah degan nasibnya.

Lima belas menit pun berlalu, mereka kembali ke lapangan untuk berkumpul. Entahlah apa yang akan mereka lakukan lagi kepada juniornya. Ara hanya cemas jika Ara akan terkena masalah akibat Ara membentak mentor nya tadi.

"Kamu, maju ke depan," panggil Kak Zelda menunjuk Ara.

Kaget, satu kata yang harus Ara ungkapkan saat ini. Ya, sepertinya Ara memang sudah bermasalah.

"Sa-saya, Kak?" tanya Ara gugup.

"Iya, Kamu! Sini maju ke depan," perintahnya.

Ara berdiri dan berjalan dengan gugup, semua mata tertuju padanya saat ini. Dewa Arkan Bagaskara itu pasti sudah memprovokasi semua senior untuk memberinya pelajaran.

'Mati lo Ara mati.'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!