Fitri Raihana
Kediaman Randi.
”Jadi... selama ini...kalian...kalian berdua berselingkuh di belakang ku?” Air mata Fitri tak terbendung lagi. Dia sangat kecewa dan sakit hati mengetahui kebenaran perselingkuhan adik tirinya dengan suaminya, Randi.
Saat ia datang dari berbelanja, ia mendengar suara seorang wanita di dalam kamarnya. Suara wanita yang merasakan kepuasan dan kenikmatan.
Fitri penasaran dengan suaranya. Ia berjalan dengan pelan ke kamarnya, rasa gugup menghampirinya. Fitri memegang gagang pintu, menghela nafas sambil memejamkan mata. Semoga apa yang di dengarnya itu hanyalah suara dari TV.
Ia memutar handle pintu, membuka pintu kamarnya dengan pelan. Tubuhnya gemetar, matanya membulat sempurna. Betapa terkejutnya ia melihat suaminya, Randi sedang bercumbu mesra dengan adik tirinya, Cindy, di atas ranjang tempat dia dan suaminya pernah berbagi cinta.
”Ma__Mas...! Ci__Cindy...!”
Randi dan Cindy sama terkejutnya dengan Fitri sekarang, saat mereka mendengar suara Fitri menyebut nama mereka.
Cindy menyeringai puas dan mengejek melihat Fitri yang gusar.
”...Fi...Fitri...” Randi tergagap memanggil Fitri. Ia tidak menduga dia akan kedapatan juga.
Randi dan Cindy buru-buru melepaskan diri, mengambil pakaian dan memakainya. Mereka berdua gugup namun, semua sudah terlihat tidak perlu ada kebohongan lagi.
”Mas...!” Fitri melihat Randi yang duduk dengan tenang di sisi ranjang, ”Sejak kapan?” tanyanya pelan. Randi terdiam membisu.
”Mas... inikah cinta yang Mas berikan padaku?” Fitri kembali bertanya. Matanya berkaca-kaca.
”Apa kamu kira selama ini aku mencintai kamu?” Randi mulai membuka suaranya, setelah beberapa menit terdiam.
Tangan Fitri meremas kuat baju di dadanya. Hatinya sangat sakit mendengar kejujuran Randi, pria yang dia cintai dan menjadi suaminya sekarang, ternyata pria itu tidak pernah mencintainya.
”Hahaha... aku tidak pernah mencintai kamu, Fitri! Dia...” Randi berjalan mendekati Cindy, ”Dialah orang yang aku cintai selama ini...” Ia memeluk mesra tubuh Cindy. Cindy menarik sudut bibir kanannya ke atas melihat Fitri.
Hati Fitri semakin hancur, badannya lemas seketika. Jika saja tangannya tidak bertumpu pada kursi di sampingnya, ia sudah terjatuh.
”Mengapa... mengapa Mas memberiku luka sebesar ini? Apa salah ku padamu, Mas? Selama ini aku tulus mencintai mu...” Suaranya Fitri terdengar serak, air mata mengucur di pipinya.
”Salah mu?” Randi tersenyum pahit, ”Ayah mu yang membuat aku putus dengan kekasih ku dan menikahi kamu! Semua ini salah dari ayah mu....” Suaranya begitu tinggi.
”Tidak! Tidak!” Fitri menggelengkan kepalanya, ”Tidak mungkin! Ayah ku sudah tiada, bagaimana mungkin ayah ku punya waktu untuk menjodohkan kita? Bukan kah kamu yang mendatangi ku dan bilang padaku, kamu menyayangi ku, kan? Apa kamu sudah lupa itu?” Ia melihat Randi dengan sedih.
”Hahaha! Kamu terlalu naif, Fitri! Kamu kira Mas Randi beneran mencintai kamu?! Kalau bukan karena posisi Ceo di perusahaan ayah mu, belum tentu Mas Randi akan menikahi mu!” Cindy angkat bicara.
Fitri menghampiri Randi. ”Jadi... jadi cinta mu padaku hanyalah sandiwara saja, Mas? Kamu... kamu hanya menginginkan perusahaan ayah ku? Tidak! Itu tidak benar kan, Mas?” Ia memegang lengan Randi dan menggoyangkannya seraya berkata, ”Jawab aku, Mas! Itu tidak benar kan, Mas?”
”Menjauh dari suami ku!” Cindy mendorong Fitri dengan keras. Hingga Fitri jatuh di lantai. ”Jangan pernah sentuh suami ku lagi mulai sekarang...,” ucapnya lagi memperingatkan Fitri.
Fitri terkejut menatap Randi dan Cindy. ”Apa? Su__suami? Kalian berdua... kalian berdua sudah menikah? Mas!” Suaranya tercekat, menatap Randi seorang.
Randi terdiam. Sebenarnya, ia sudah mulai memiliki rasa kepada Fitri, istrinya. Namun, rasa bencinya kepada ayah nya Fitri membuatnya menjadi bengis.
Cindy tersenyum mengejek melihat Fitri dan berkata, ”Bukan hanya itu... sekarang... aku hamil anaknya, dua bulan!” Ia memegang perutnya yang masih datar.
Fitri melihat perut Cindy seakan tidak percaya. Air mata terus mengucur dari pelupuk matanya.
Randi berdiri, melangkah mendekati meja. Di tariknya laci meja atas. Tangannya meraih selembar kertas dari sana.
”Mulai sekarang! Kamu bukan istri ku lagi! Kamu tandatangani surat perceraian ini...” Randi melemparkan lembar kertas di depan Fitri.
Fitri mengambil surat cerai dengan tangan bergetar. Dia menggelengkan kepalanya berkali-kali.
”Tidak! Aku tidak mau bercerai, Mas! Aku sedang mengandung anak mu, Mas!” Ia membuka tas, mengeluarkan kertas pemeriksaan kandungan dari dalam tasnya.
”Aku hamil anak mu, empat Minggu, Mas...” Ia memperlihatkan kertas hasil pemeriksaan pada Randi sambil tersenyum. Randi tercengang.
Cindy menatap marah pada Randi. Ia tidak menyangka seorang Randi jatuh juga dalam pelukan Fitri. Padahal, Randi telah berjanji padanya tidak akan menyentuh Fitri sedikitpun. Malah sekarang, Fitri telah mengandung anaknya Randi.
”Gugurkan anak itu!!” ucap Randi tanpa berpikir panjang. Fitri terdiam membeku menatap Randi. Cindy tersenyum bahagia.
”Aku tidak menginginkan nya! Dan cepat tandatangani surat cerainya!!” Lanjut Randi. Dia mengambil kwitansi dari laci meja. Ia menulis beberapa nominal di kertas itu.
Fitri masih terdiam membeku, kalimat Randi terulang-ulang terdengar di telinganya. Ia tidak menyangka Randi tega menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya, anak kandungnya sendiri.
Randi melemparkan kertas kwitansi di wajah Fitri yang masih terbengong melihat dirinya.
”Ambil itu! Aku kembali... surat cerai itu harus sudah kamu tandatangani!” Ia merangkul pinggang Cindy, ”Sayang, ayo kita pergi,” ucapnya lembut pada Cindy.
”Iya, sayang. Aku juga tidak ingin berlama-lama di sini...” Cindy tersenyum penuh kemenangan. Matanya memandang remeh melihat Fitri.
Mereka berdua melenggang pergi keluar dari kamar.
Fitri tersadar, ia berdiri. ”Mas! Tunggu Mas! Mari kita bicarakan ini baik-baik, Mas!” Ia mengejar Randi dan Cindy.
Fitri memegang tangan Randi seraya berkata, ”Mas...jangan begini! Kita... kita bicarakan ini baik-baik. Ok?” Ia menatap Randi dengan tatapan memohon.
Randi melepaskan tangan Fitri dan menghempaskan dengan kasar. ”Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi di antara kita...” Randi kembali melangkah pergi sambil memeluk pinggang Cindy.
”Mas...” Fitri semakin terisak. Randi begitu tega terhadap dirinya dan bayi di kandungnya.
Dia duduk dengan lemas di lantai. Apakah masih ada harapan baginya untuk mempertahankan rumah tangganya? Apakah Randi benar-benar tidak mencintainya?
Dia berdiri, berjalan ke kamarnya. Teringat lagi beberapa menit yang lalu, di ranjang yang biasa ia tiduri dengan suaminya, telah di tiduri oleh wanita lain dan bercumbu mesra dengan suaminya sendiri di ranjang itu.
”Argh! Hu...hu...” Fitri histeris, ia membuang bantal, selimut, dan kasur ke lantai. Ia menangis sedih di bawah ranjang. Ia melihat dua kertas yang berada di atas lantai. Di ambilnya kertas itu.
Kertas yang berisi surat perceraian, ia membuangnya begitu saja di lantai. Kertas yang berisi surat pemeriksaan kandungan, dipegangnya erat-erat.
Ia kembali mengingat saat ia merelakan kehormatannya kepada Randi, sang suami.
”Hu... hu... hu...! Mas...” Fitri semakin terisak pilu.
Sejak ia menikah dengan Randi, Randi tidak pernah menyentuhnya, sedikitpun. Meskipun Fitri terus menggoda Randi namun, pria itu kuat pendirian, dia tetap menolak bersentuhan dengan Fitri, dengan dalih belum siap.
Fitri yang polos bersabar menghadapi sikap suami yang enggan menyentuhnya. Ia sangat mencintai Randi semenjak mereka bertemu di bangku kuliah.
Hingga satu malam, tanpa Fitri merayu dan menggoda suaminya, suaminya tersebut bersikap manis terhadapnya.
Randi benar-benar memanjakan Fitri, hingga Fitri terlena, terbuai, dengan kelembutan yang di berikan Randi.
Kelembutan, kehangatan yang berujung selesai di atas ranjang. Fitri begitu puas dan menikmati permainan sang suami tercinta.
Namun, setelah peristiwa malam panas itu Randi berubah kembali, ia enggan menyentuh Fitri lagi.
Bahkan Randi jarang pulang tidur di rumah, dengan dalih ia bekerja lembur dengan semua karyawan di kantor.
Fitri tidak ambil pusing dengan suaminya yang jarang pulang ketika malam. Suaminya bekerja sampai lembur untuk menjaga perusahaan almarhum ayahnya.
Randi pulang hanya di pagi hari untuk mandi dan siang hari untuk makan siang.
Hingga di malam hari peringatan ulang tahun Randi, di malam itu, Randi kembali menyentuh Fitri untuk yang kedua kalinya. Kali ini, ia bermain cukup lama dengan Fitri.
Fitri mengelus perutnya yang masih datar. ”Mama tidak akan menggugurkan kamu, Nak. Mama akan mengandung mu hingga waktunya kamu lahir. Mama akan membesarkan mu dengan penuh kasih sayang.”
Fitri berdiri, ia mengganti kasur dan sprei juga bantal yang lama dengan yang baru. Kasur, bantal, dan sprei yang telah di gunakan Cindy dan Randi untuk bercumbu, di buang di tempat sampah.
Dia bertekad tidak akan menandatangani surat perceraian yang di berikan Randi. Ia akan mempertahankan pernikahannya yang baru berjalan sepuluh bulan, juga mempertahankan kandungannya.
Dia akan menerima Randi dengan Cindy, ia rela suaminya beristri dua, asal ia tidak bercerai. Fitri pergi ke dapur, air mata yang ia keluarkan menguras tenaganya, membuat badannya lemas dan perutnya menjadi lapar.
Dia pun memasak makanan untuk makan siangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
harie insani putra
mantab kak thoorrr
2022-10-14
0
StrawCakes🍰
hai kak, aku mampir dan fav 🙏🏻🤗
2022-10-13
0
Sri Wahyuni
aq suka klau bca crta sperti ini tpi aq ga suka cwe y yg lnah dan goblog ..ini lah kbnykn crta yg cwe y d anggal lmah jd mudah d hina dan d tindas suami lknt kyacs rendi
2022-09-08
0