eps 4

Malam hari di rumah Fitri.

Fitri telah selesai mandi. Ia menunggu kedatangan Randi, suaminya, di ruang tengah sambil menonton tv.

Ia juga sudah menyiapkan makan malam kesukaan suaminya tersebut.

Detik berganti menit, menit berganti jam, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Randi belum juga datang.

Wajah Fitri berubah sedih, matanya berkaca-kaca. ”Apakah dia sekarang ada di rumah Cindy?”

Ia mematikan tv dan pergi ke dapur. Ia memakan masakannya sendirian. Air mata mengalir mengenang percintaan Randi dan Cindy di atas ranjang.

”Argh...!” Teriaknya frustasi. Ia menghentikan makannya dan berjalan keluar dari dapur. Ia pergi ke kamar, mengambil handphone di atas meja.

Ia menghubungi Randi. Telfon tersambung.

”Mas...” Ucapannya terhenti saat mendengar suara yang menyahuti nya bukanlah suara Randi, melainkan suara wanita.

”Mencari mas Randi? Em... Randi lagi mandi setelah melakukan adegan panas dengan ku... kamu__” ucapannya terhenti saat mendengar sambungan telfon terputus. Cindy menyeringai senang.

Cindy? Mas Randi bersama Cindy sekarang. benak Fitri.

Fitri menggenggamnya ponselnya dengan erat. ”Mas...kamu sungguh keterlaluan!” Matanya memerah karena marah.

*

*

*

Di rumah Cindy.

”Kenapa senyum-senyum seperti itu?” tanya Randi.

Cindy melihat Randi, pria itu baru keluar dari kamar mandi, jubah mandinya masih melekat di tubuhnya, memamerkan sedikit tubuh atletisnya.

Cindy menyimpan handphone Randi di atas ranjang, ia berdiri, berjalan mendekati Randi.

”Tidak apa-apa! Kamu tidak memakai pakaian mu, apakah masih ingin menggodaku?” Tangannya meraba dada Randi.

Randi menghentikan tangan Cindy, ”Sudah cukup! Aku tidak ingin bayi ku kenapa-kenapa karena nafsu mu itu. Ikuti apa perintah dari dokter.” Ia berjalan ke arah lemari pakaian. Memilih pakaian dan memakainya.

Cindy kembali duduk di atas ranjang, memegang handphone Randi. ”Fitri menghubungi mu barusan.”

”Apa katanya?” Randi telah selesai memakai pakaian. Ia berjalan mendekati Cindy, duduk di sampingnya dan mengambil handphone.

”Tidak ada!” Cindy menjeda ucapannya, dia memeluk lengan Randi dan membenamkan kepalanya di bahu Randi. ”Kapan kamu akan menceraikan dia? Kamu tahu aku selalu cemburu setiap kali kamu pergi menemuinya!”

”Tidak perlu kamu cemburu! Dia mana bisa di bandingkan dengan kamu.” Randi membelai wajah Cindy yang masih bersandar di bahunya itu. ”Aku pasti akan menceraikan nya setelah aku berhasil mendapatkan sahamnya.”

”Kapan? Kapan itu akan terjadi? Tunggu sampai dia sudah melahirkan anak mu?” Cindy berdiri dari ranjang, membelakangi Randi. ”Kamu sudah tertarik dengan Fitri kan?” Ia merajuk.

Randi terdiam sesaat, Tertarik? Aku akui, dia lebih menarik dari kamu! benaknya.

Randi berdiri, memeluk Cindy dari belakang. ”Mengapa aku harus tertarik dengan dia? Jika ada kamu yang lebih segalanya dari dia!” Ia mencium pundak Cindy yang terbuka.

”Mulut mu terlalu manis, Randi!” Cindy melepas pelukan Randi. Ia pergi duduk di kursi meja hiasnya.

Randi menghampiri Cindy, ia berdiri di belakang Cindy, melihat pantulan dirinya dan Cindy dari cermin.

”Lihatlah! Apa kamu merasa ada yang kurang darimu? Apa kamu merasa... kamu pantas di bandingkan dengan dia?” tanya Randi.

Cindy melihat Randi dari cermin itu. ”Aku lebih segalanya dari dia!”

Randi tersenyum. ”Jadi, kamu jangan ragukan aku? Aku milik mu!” Ia mencium kepala Cindy.

Cindy berdiri dan memeluk Randi, ”Kamu sudah mau pergi?”

”Iya. Aku harus menemuinya.” jawab Randi.

Cindy melepaskan pelukannya. ”Baiklah! Pergilah!” Ia mencium singkat bibir Randi.

”Ok! Jaga dirimu dan anak kita baik-baik! Besok, aku akan menemui mu dan bermalam dengan mu.” Randi mengecup kening Cindy.

”Baiklah! Kamu jaga dirimu di sana!”

”Iya.” Randi keluar dari kamar Cindy. Ia terus berjalan keluar dari rumah Cindy.

Cindy melihat Randi dari jendela kamarnya, pria itu telah masuk ke dalam mobil dan menjalankannya keluar dari parkiran rumahnya.

*

*

*

Di rumah Fitri.

Randi memasuki parkiran rumah Fitri. Ia keluar dari mobil, melihat ke rumah Fitri. Semua lampu telah padam.

”Apa dia sudah tidur?” Randi berjalan ke pintu rumah.

Ia memutar handle pintu, ”Pintu rumah terkunci! Mana aku gak bawa kunci cadangan! Bagaimana ini?”

Tok tok tok! ”Fitri? Buka pintunya!” Teriaknya sambil mengetuk pintu rumah.

Namun belum ada sahutan dari dalam rumah.

Tok tok tok! ”Fitri!” Teriaknya lagi.

Ceklek! Pintu rumah terbuka.

Randi melihat Fitri berjalan kembali ke dalam, mengabaikannya dan tidak menyapanya. Lampu di dalam juga di padamkan, gelap, hanya diterangi cahaya remang-remang dari cahaya lampu di teras, yang terpancar dari kaca jendela.

Randi bingung. Biasanya Fitri selalu menyambut kedatangannya.

”Kalau bukan karena saham mu, aku akan sudah memarahi mu sekarang! Sial! Aku harus berbuat baik dan mengalah padanya!” gumam Randi dengan pelan sambil mengepalkan tangannya.

Ia masuk ke dalam rumah. Randi melihat lampu di dapur masih menyala. Randi menyalakan lampu di ruang keluarga.

Ia duduk di kursi sambil melihat kamar Fitri yang tertutup. Apakah dia sudah kembali tidur? benaknya.

Randi bersandar sebentar di sandaran kursi. Tidak lama kemudian, ia berdiri dan berjalan ke dapur.

Ia menggelengkan kepala melihat nasi masih banyak sisanya di piring. Bahkan hampir tidak tersentuh makanan itu.

Ia berjalan cepat pergi ke kamar Fitri. Ia mencoba membukanya, pintu terkunci.

Tok tok tok! ”Fitri, Mas ingin bicara dengan kamu! Fit, apa kamu sudah tidur? Buka pintunya, Fit!”

”Fit?” Randi menghentikan tangannya yang hendak mengetuk pintu. Pintu telah terbuka. Ia melihat Fitri berdiri di depan pintu.

”Mas lapar. Apa kamu ada memasak makanan?” tanya Randi.

Fitri mengangguk tanpa bersuara. Ia keluar dari kamar dan berjalan ke dapur. Randi menyusul di belakangnya. Randi duduk di kursi.

Fitri mengambilkan satu set piring makan suaminya dari dalam lemari piring, lalu, menyimpannya di atas meja. Dan sisa nasi makanannya itu ia ambil dan membuang nasinya di tong sampah dan mencuci piring tersebut.

Randi masih memperhatikan Fitri. Ia belum menyendok makanan. Ia menanti Fitri yang sendokkan makanan untuknya, seperti biasanya.

Usai menyimpan piring di lemari piring, Fitri berjalan keluar dari dapur, melewati Randi.

”Fit, Mas ingin makan...”

Fitri berhenti, namun, tidak menoleh. ”Makanan sudah siap di atas meja, Mas. Tinggal sendok saja, Fitri ke kamar dulu.” Ia lanjut melangkah meninggalkan Randi di dapur.

Randi menahan marah, ”Fit! Duduk! Temani Mas makan! Jangan membuat amarah ku naik!” Ancamnya.

Fitri menghela nafas, memutar badan, dan duduk di kursi, di depan Randi.

Fitri melihat piring Randi masih kosong. Ia menyendokan makanan untuk Randi, tanpa berkata maupun melihat Randi.

Randi segera makan. ”Kamu gak makan?” tanyanya.

”Gak! Aku sudah kenyang.”

”Makan apa?”

”Apa yang Mas makan, makanan itulah yang Fit makan.”

”Ambil piring! Makanlah! Mas tahu kamu belum makan apapun. Kamu lagi hamil, kamu tidak membutuhkan makanan, tapi bayi mu membutuhkan asupan makanan.”

Fitri menurut, ia mengambil piring dan menyendok makanan untuknya. Apa yang di bilang Randi memang benar. Sekarang ia lagi hamil dan bayinya membutuhkan asupan makanan.

Mereka berdua makan dalam diam. Sesekali Randi melihat Fitri. Wanita itu terus menunduk sambil makan. Randi meminum air, ia telah selesai makan.

”Fit, tadi siang... kenapa datang ke kantor?”

”Bukan apa-apa! Itu kantor milikku, aku ingin datang ataupun tidak, aku punya hak!” jawab Fitri dengan acuh. Randi terdiam.

”Fit! Mas.. Mas minta maaf! Kemarin... Mas bersikap dan berkata kasar padamu.” Randi menjeda ucapannya, mencari sebuah alasan yang pasti untuk di utarakan pada Fitri. ”Mas terpaksa bersikap demikian di hadapan Cindy.”

Fitri tidak menyahuti ucapan Randi, ia terus saja memakan makanannya, meskipun begitu, matanya sudah berkaca-kaca, mengingat kembali perlakuan buruk Randi yang kemarin padanya.

”Em...Fit! Mas sangat meminta maaf, Mas di belakang mu berselingkuh dengan Cindy. Cindy adalah pacar Mas sejak kuliah dulu. Tapi, papa menjodohkan Mas dan kamu. Terpaksa Mas putuskan Cindy dan menikah sama kamu.”

Ia menjeda ucapannya, melihat Fitri, menunggu reaksinya. Namun, Fitri masih tidak menanggapi.

Jadi...Cindy dan Randi dulunya berpacaran? benak Fitri. Hatinya terasa sakit.

”Cindy tidak terima! Ia selalu mencoba dan mencoba untuk membunuh diri. Mas tidak bisa melihat dia seperti itu. Dia membuat Mas menikahinya diam-diam. Maaf, Mas, tidak meminta izin padamu terlebih dahulu. Mas kemarin... takut jika Cindy....” Ucapannya terhenti saat melihat tatapan dingin Fitri padanya.

”Termasuk melemparkan cek padaku dan surat cerai padaku, cara Mas melindungi Fitri dari Cindy?”

”Mas! Apa Mas pikir, Fitri anak kecil? Yang bisa Mas bohongi sesuka hati? Gak, Mas! Apa yang terjadi kemarin itu adalah benar! Perselingkuhan Mas juga dengan Cindy adalah benar!” ucap Fitri dengan tegas, wajahnya terlihat datar, matanya menahan tangis.

”Fit! Fitri! Mas mencintai mu. Mas sangat keterlaluan kemarin! Mas salah, Mas minta maaf! Maafkan, Mas! Ok?” Bujuk Randi.

”Mas! Memaafkan itu sangat mudah! Mas ingin Fitri memaafkan Mas? Fitri akan maafkan!” Fitri berdiri dan berjalan keluar dari dapur.

Bagaimana cara membujuk Fitri? Dia masih tidak memaafkan ku. benak Randi.

Randi menghela nafas! Ia masih berada di dapur. Tidak lama kemudian, ia melihat Fitri kembali ke dapur dengan memegang sebuah surat di tangannya. Randi bingung menatap surat tersebut.

Fitri kembali duduk di kursi dan meletakkan kertas dan pena di atas meja.

”Surat apa itu Fit?” Randi sangat penasaran. Ia sedikit takut jika, jika kertas itu adalah surat cerai. Maka, dia akan kena amukan dari bapaknya, Andika.

”Mas tandatangani ini! Hanya dengan ini, Fitri baru memaafkan Mas!”

”Apa ini merupakan syarat agar kamu memaafkan Mas?” Randi mengambil surat itu dan membacanya.

Surat keterangan aset-aset milik Fitri dan Raihan, ayahnya Fitri. Fitri memisahkan aset miliknya dan ayahnya dengan aset milik Randi.

”Ini....mengapa harus begini Fit? Kamu... memisahkan aset-aset milikmu dan milikku, bahkan aset yang aku berikan untuk mu kamu memisahkannya.” Randi menjadi tidak mengerti jalan pikiran Fitri.

”Fitri hanya menjaga apa yang menjadi milik Fitri dan ayah Fitri dari orang-orang yang mengincarnya, Mas!” Fitri menjelaskan.

Randi menelan saliva nya melihat Fitri. Apakah Fitri tahu kalau dia dan Andika menginginkan semua hartanya Fitri dan Raihan?

”Ma... maksud mu...dari siapa?” Randi sangat penasaran.

”Cindy!” jawab Fitri.

”Ooh! Hahaha!” Randi terlihat senang. Tadinya ia mengira Fitri sudah tahu segalanya. Ternyata tidak.

”Fitri! Tanpa tandatangan juga Cindy tidak bisa mengambil hartamu! Mas sudah tekan kan sama dia unt...” Ucapannya terpangkas oleh Fitri.

”Tandatangani saja, Mas! Aku tidak percaya pada siapapun!” Tegas Fitri.

”Termasuk Mas?” Randi menandatangani surat itu setelah melihat anggukan kepala Fitri. ”Mas sudah tandatangan.”

Fitri mengambil surat itu dan berjalan kembali ke kamarnya. Randi menghela nafas lega!

Ia berdiri dan pergi ke kamar. Lampu kamar telah padam, hanya menyalakan lampu tidur. Ia juga melihat Fitri sudah membungkus dirinya dengan selimut.

Randi naik ke atas ranjang dan berbaring. ”Fit!” Panggilnya.

Fitri tidak menyahut. Randi menggeser badannya dekat Fitri, ia mencium kening Fitri.

Maaf! Aku sudah melukai mu. Sebenarnya aku sudah menyukai kamu, tapi, aku masih dendam dengan ayah mu. benaknya.

Ia tidur dengan memeluk tubuh Fitri.

Terpopuler

Comments

TK

TK

sok juragan

2022-07-09

0

TK

TK

tuh kan!

2022-07-09

0

TK

TK

oh edan 🤣🤣🤣

2022-07-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!