"Tolong... siapa pun di luar, tolong aku," Winda memukul-mukul daun pintu yang terbuat dari lembaran alumunium. Barharap ada seseorang yang mendengar lalu membantunya membuka pintu.
Sementara itu kepala dealer, sudah semakin mendekat ke arah Winda dengan senyum licik di wajahnya. Kemudian menarik lengan Winda dan menghempaskan kembali ke kursi sudut.
"Tolong, hentikan. Jangan lakukan ini, saya mohon." Sedah ribuan kali Winda memohon. Namun, kepala dealer sama sekali tidak peduli dengan permohonannya.
"Saya sudah memintanya dengan baik, tapi sepertinya kamu tidak bisa di ajak main baik-baik." Kepala dealer mendorong tubuh Winda ke atas kursi hingga terlentang. Lalu menindih tubuh Winda dengan tubuhnya.
"Saya mohon, jangan lakukan ini pada saya," air mata Winda mengalir semakin deras, saat tangan kepada dealer berhasil membuka kancing ketiga kemejanya.
"Aku hanya ingin mengingatkan saja Win, kamu sudah lama tidak melakukannya bukan?" kepala dealer tersenyum saat melihat dada mulus Winda di hadapannya. Lalu mendesis menatapnya penuh napsu. Perlahan namun pasti, tangannya mulai mengusap perlahan dada Winda
"Saya mohon hentikan," Winda menahan tangan kepala dealer yang masih bergerak di atas dadanya. "Saya berjanji akan lakukan apa pun, asal anda menghentikan semua ini," Winda menatap pias penuh harap. Tetapi kepala dealer tidak menghiraukan. Justru malah menarik bra-nya kebawah. Sedetik kemudian, mata kepala dealer membelalak ketika telah melihat pu tingnya.
Winda menelan ludah perlahan, ketika kepala dealer mulai menundukkan kelapa mendekat pada dada Winda. Tangis Winda sudah tidak dapat dibendung lagi. Lelehan air mata semakin mengalir deras saat mulut kepala dealer berhasil menyentuh pu tingnya.
Winda memejamkan matanya pasrah, tangannya mencengkram ujung bawah kursi. Namun sedetik kemudian, matanya terbuka saat punggung tangannya menyentuh sesuatu. Dengan gerakan cepat, ia mengambil dan langsung menghantamkan sesuatu itu tepat di kepala bagian belakang laki-laki yang berada di atas tubuhnya.
Kemudian, Winda mendorong agar menjauh dari tubuhnya. Ia berlari lalu memukul-mukul kembali pintu ruangan itu, saat kepala dealer masih memegangi kepalanya. Menahan sakit akibat hantaman benda tadi.
"Tolong... siapapun di luar, tolong buka pintunya." Winda berteriak dengan suara suara gemetar ketakutan. "Tolong...," lalu memukul-mukul pintu itu agar seseorang dari luar mendengarnya.
"Ada orang di dalam?!" suara teriakan dari arah luar. Seketika Winda tersenyum senang dan memukul kembali pintu itu sambil berteriak minta tolong.
"Baiklah! Kamu menyingkir dari sana. Saya akan dobrak pintunya."
Brak!
Suara gebrakan pintu menghantam tembok. Sebab dibuka dengan paksa.
Betapa terkejutnya Detta, saat mendapati Winda dengan rambut acak-acakan dan baju yang sudah terkoyak di beberapa bagian. Berdiri tak jauh dari pintu. Sedangkan di sisi lain, Detta melihat kepala dealer masih memegangi kepalanya sambil terguling-guling kesakitan.
Meski tak ada yang memberitahu, Detta paham dengan situasi yang terjadi saat itu. Sejurus kemudian, Detta melepaskan jasnya untuk menutupkan ke tubuh Winda. "Tunggu di sini," ucapnya. Lalu berjalan mendekat pada kepala dealer dan langsung menarik bagian belakang kerah kemejanya.
"Brengsek!" satu pukulan tepat mengenai rahang kepala dealer. Sementara itu, tubuh kepala dealer yang tidak siap dengan pukulan itu, langsung terhuyung kebelakang.
"Kamu pikir, kantorku tempat apa!" Detta kembali menghadiahi kepala dealer bogem mentah kedua dengan wajah merah padam menahan amarah.
***
Sesaat setelah kekacauan di ruangan kepala dealer berhasil di atasi, Detta meminta Winda dan kepala dealer untuk datang ke ruangannya.
Winda menundukkan kepala tak berani menatap kepala dealer maupun Detta, sang direktur. Sementara kepala dealer mendesis dan menatap marah pada Winda.
"Saya harap kamu minta maaf pada Winda." Detta menatap tajam kepala dealer. Wajahnya masih memerah sebab menahan amarah.
"Wanita ini, menggoda saya pak," kepala dealer beralasan. Tangannya menunjuk Winda.
"Bohong! Pak, saya tidak pernah menggoda." Sahut Winda memotong ucapan kepala dealer. "Dia meminta saya datang keruanganya dengan membawa dokumen yang di minta. Setelah sampai di sana dia melakukan...," Winda menangkup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. Sebab tak mampu meneruskan ucapannya. Ia sangat jijik untuk mengingatnya apa lagi mengatakannya.
"Sekarang kamu minta maaf," perintah Detta. Tangannya menunjuk kepala dealer yang terlihat sama marahnya.
"Kenapa saya harus minta maaf?" ia tak terima jika harus meminta maaf pada Winda.
"Ini perintah!" tegas Detta dengan tatapan mata elangnya. "Apa perlu saya tunjukkan rekaman CCTV?"
Kepala dealer mengeratkan rahangnya kesal, lalu menundukkan kepala. Namun, tak ada kata permintaan maaf yang keluar dari mulutnya. Meski Detta memintanya dengan tegas. Ia masih bersikukuh bahwa ia tidak bersalah dalam kejadian itu. Detta geram hingga menggebrak meja.
"Ini, surat pemecatan kamu," Detta melempar amplop berwarna putih di hadapan kepala dealer. Kepala dealer tidak terima dan malah mengancam Winda sebelum keluar dari ruangan Detta.
Detta menghela napas panjang sesaat setelah kepala dealer keluar dari ruangannya. Sementara Winda masih diam dan menunduk. Beberapa menit kemudian, Winda berpamitan untuk kembali ke ruangannya.
"Saya antar kamu pulang," Detta langsung berdiri sambil menyahut kunci mobil di atas mejanya.
Winda mendongak, "Tapi pak, sekarang masih jam kerja."
"Hari ini saya ijinkan kamu pulang cepat," Detta berjalan keluar dan diikuti oleh Winda di belakangnya.
"Terimakasih banyak atas bantuan bapak," Winda menundukkan kepala hormat. sesaat setelah mobil Detta berhenti di depan pagar rumahnya. "Maaf, jadi merepotkan.
"Jika butuh bantuan, cari saya. Jangan sungkan."
Winda tersenyum, kepalanya mengangguk hormat sebagai jawaban dari ucapan Detta.
Keesokan harinya, Winda kembali masuk kerja. Kejadian itu telah memusnahkan keberanian Winda. Ia menjadi sangat hati-hati saat bertemu dengan lawan jenis.
Seperti sekarang ini, wajah Winda terlihat cemas, saat ia di minta salah seorang supervisor masuk ke dalam mobilnya. Hari itu mereka akan datang ke gudang untuk melihat ketersediaan unit dan strategi pemasaran.
"Winda, ayo naik. Orang gudang sudah menunggu." seorang supervisor meneriaki Winda. Sebab tidak segera masuk kedalam mobil. Sementara rombongan mobil lainnya sudah berangkat.
Detta yang saat itu berada di sana, melihat Winda sangat ketakutan. Lalu berjalan mendekat pada Winda. "Winda, kamu masuk mobil saya," semua orang yang berada di sana menoleh ke arahnya dengan tatapan bingung.
"Tapi, bukannya bapak tidak ikut ke sana?"
"Saya ada kepentingan di daerah sana," kata Detta lagi sambil berjalan melewati Winda. Kemudian masuk ke dalam mobil.
Sepanjang waktu, Detta mengawasi Winda dari kejauhan. Hal itu membuat Winda merasa sungkan Namun, ia juga merasa nyaman sebab merasa terlindungi. Ia mengharapkan ada seseorang yang melindungi dirinya seperti yang dilakukan Detta padanya.
"Sudah selesai?" Detta menghampiri Winda dan duduk di sebelahnya. Membuat Winda yang saat itu melamun, terjingkat karena orang yang dipikirkannya telah duduk di sampingnya.
"I-iya pak, saya masih menunggu taksi," jawabnya gagap.
"Saya antar kamu pulang," Detta langsung berdiri tanpa mendengar persetujuan Winda.
"Tidak usah pak, terimakasih," Winda menolak, ia merasa sungkan dan tidak enak hati jika harus merepotkan Detta lagi. Namun Detta tetap memaksa mengantar Winda pulang ke rumah.
"Suami kamu tahu, kamu pulang dengan saya?" Detta bertanya saat mereka sudah dalam perjalanan pulang.
"Saya sudah berpisah dengan suami, dua tahun lalu,"
"Jadi, kamu tinggal sendiri?" Detta mengerutkan dahi menoleh pada Winda sesaat. Lalu kembali menatap jalanan yang mulai gelap oleh malam.
"Bersama putri saya,"
Detta mengangguk-anggukan kepala. "Jadi karena itu, kamu sering di perlakukan seperti itu di kantor."
Winda tersenyum, "Saya tidak mengerti pak." Lalu menundukkan kepala. "Saya sudah berusaha menjauhi mereka."
"Tidak menikah lagi?"
Winda tersenyum lagi. "Untuk apa menikah, jika suami tidak bisa melindungi dan memberikan kenyamanan," mata Winda menerawang jauh ke depan. "Hidup sendiri jauh lebih baik, dari pada menerima siksaan dan tekanan setiap hari."
"Maksudnya suami kamu...," Winda mengangguk, sebelum Detta melanjutkan ucapannya.
"Kamu tidak takut?" Detta menatap Winda serius. Sesaat setelah mobil berhenti di depan pagar rumah Winda.
"Sudah biasa dan terbiasa," Winda membalas tatapan Detta dengan senyum. "Saya hannya akan menikah dengan seseorang yang bisa melindungi dan menjaga saya dan putri saya." mata Winda berubah pias. Membuat Detta semakin dalam menatap Winda.
Beberapa saat mereka saling tatap, Winda melihat dan merasakan kenyamanan dalam mata Detta. Begitu juga dengan Detta, ia begitu mengagumi sosok wanita mandiri di hadapannya.
Detta tak mengerti dengan perasaannya. Hanya beberapa kali bertemu dengan Winda. Membuatnya selalu mengkhawatirkan Winda dan juga ingin melindungi.
"Menikahlah denganku."
Mata Winda terbelalak, ia benar-benar terkejut dengan ucapan Detta. Bagaimana mungkin, pria yang sudah beristri berani menawarkan sebuah pernikahan dengan wanita lain.
Apa mungkin Detta tidak bahagia dengan pernikahannya? Ataukah, Detta hanya menggunakan alasan pernikahan hanya untuk menginginkan dirinya seperti semua laki-laki yang pernah merayunya?
Sedetik kemudian, Winda tertawa sampai menggeleng-gelengkan kepala. Sementara Detta masih menatap Winda serius.
"Saya serius?"
"Kenapa? Apa hubungan bapak dengan istri sedang baik?" Winda menelisik.
Sementara Detta menggeleng dengan seulas senyum. "Hubungan saya dan istri baik-baik saja. Justeru saya yang akan tidak baik-baik saja jika membiarkanmu sendiri."
Dahi Winda berkerut, "Kenapa? Saya terbiasa hidup sendiri. Saya bukan wanita lemah, saya bisa menjaga diri."
"Apa kamu yakin?"
Winda mengangguk.
"Apa yang akan kamu lakukan jika kejadian seperti tempo hari terulang kembali?"
Winda terdiam, otaknya berusaha keras memikirkan jawabannya.
"Tidak bisa menjawab?" Detta tersenyum, dan dahinya berkerut.
"Tapi, bagaimana dengan istri Anda?"
"Semua akan aman jika tidak ada seorang pun yang mengetahuinya."
,
Jangan lupa dukungannya ya mams... terimakasih 🤗
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments