Pesona Perawan
Hari kamis jadwal keberangkatan Sultan ke Kalimantan Selatan yang sudah direncanakan oleh sekretarisnya. Tetapi, entah kenapa Asisten pribadinya memajukan satu hari lebih cepat dari jadwal sebelumnya. Seharusnya mereka berangkat hari Jum'at besoknya.
Sultan tidak menaruh curiga sedikit pun dengan perubahan itu, baginya hal itu sudah biasa terjadi. Dalam dunia bisnis perubahan jadwal dengan tiba-tiba adalah hal yang lumrah.
Dia pun mengemasi barang-barangnya. Ada asisten rumah tangga yang bisa melakukan hal tersebut, tapi Sultan tidak ingin memberikan beban tambahan pada ARTnya yang sudah seharian sibuk bekerja.
Lagian menurutnya, pekerjaan yang dia lakukan adalah hal yang biasa saja, masih bisa dihandle dan tangani dengan mudah. Ibu Hamidah berjalan ke dalam kamar anak sulungnya, Beliau melihat putranya sedang mengemas beberapa pakaiannya.
Kamar yang memiliki desain interior ala gaya Eropa moderen dipadukan dengan sentuhan sedikit klasik itu, menjadi tempat yang menjadi ruangan favoritnya jika pulang dari Kantornya. Dia pun duduk di ujung ranjang king size milik putranya.
Dia membantu melipat pakaian anaknya sambil berkata, "Sultan, Bunda minta tolong sama kamu agar perjalanan bisnismu ke Samarinda kali ini ditunda saja dulu, Nak."
Wajahnya sendu mengisyaratkan sesuatu. Sultan melirik sekilas ke arah perempuan yang sudah berjasa besar melahirkan dan membesarkannya itu.
"Entah kenapa? perasaan Bunda tidak enak, Nak!" ujarnya dengan raut wajah yang sendu.
Sultan menghentikan aktifitasnya, kemudian duduk di samping bundanya. Dia memegang tangan bundanya yang masih sehat dan bugar itu di usianya yang sudah terbilang cukup matang dan tua.
"Bunda, andai saja ini bukan pekerjaan yang sangat penting, pasti saya akan menundanya," jawabnya sambil mencium punggung tangan milik bundanya.
"Tapi, Nak?" tatapan matanya yang sendu itu menginginkan agar putranya mengiyakan dan memenuhi permintaannya.
"Doakan Sultan ya Bun, insya Allah semoga Sultan bisa pulang dengan selamat, amin," balasnya dengan tatapan matanya yang penuh kelembutan dan kasih sayang.
"Amin ya rabbal alamin," Ibu Hamidah memeluk tubuh putra tunggalnya seakan-akan mereka akan berpisah jauh dan lama.
"Jangan meneteskan sedikit pun air mata Bunda yang sangat berharga ini untuk hal-hal yang tidak ada gunanya," dengan tangannya menghapus jejak air mata bundanya.
Sedangkan di tempat lain, di dalam Apartemen mewah, seorang perempuan yang sedang berada di bawah kunkungan kekasihnya.
"Sayang bagaimana dengan rencana kita, apa sudah dipersiapkan segalanya?" tanyanya yang tetap menikmati belaian dari tangan kekasihnya di atas tubuh seksi nan polosnya yang tidak terbungkus sehelai benang pun.
"Aku sudah mengatur semuanya dengan sangat baik bahkan polisi pun tidak akan mengetahui jika kecelakaan itu adalah disengaja," jawabnya yang timbul tenggelam kepalanya di antara mount Bromo milik gadis pujaan hatinya.
"Aku tidak sabar mendengar kabar dari orang jika dia sudah mati," ujarnya lagi.
"Kamu sabar sayang, selangkah lagi kita akan berhasil untuk menguasai seluruh harta kekayaannya yang tidak terhitung jumlahnya itu," dengan suaranya yang menggelegar memenuhi ruangan itu.
Mereka kembali melanjutkan permainan mereka yang sempat tertunda itu. Hingga nafas mereka tersengal-sengal dan ngos-ngosan saking dahsyatnya mereka bergelut di atas ranjang king size-nya. Hingga semburan lava panas itu membasahi dan menyemburkan hingga ke dalam rahimnya yang paling terdalam.
"Pelan-pelan sayang ingat ada calon bayi kamu di dalam sini," ucapnya yang mengelus perutnya yang sudah tidak datar lagi.
Si pria pun segera mengikuti langkah dari kekasih pujaan hatinya itu. Wajahnya semakin berseri ketika ada yang dia rasakan pergerakan dari dalam perut kekasihnya.
"Sepertinya dia menendang," ucapnya lagi. Perutnya mengkilap diterpa cahaya lampu. Raut wajah si Pria penuh dengan kegembiraan saat menyentuh perut buncit perempuannya.
Perempuan itu sangat dia cintai hingga dia menghalalkan segala cara apa pun untuk menjadikan wanitanya sebagai miliknya seutuhnya.
Sehingga dengan tanpa hati nurani, akan membunuh sahabat sekaligus CEO tempat dia bekerja dan melupakan jasa-jasa dan kebaikan sahabatnya itu selama ini.
Ke esokan harinya, tepatnya hari Kamis Sultan dan Martin berangkat menuju Samarinda, Kalimantan Timur. Awalnya perjalanan mereka berjalan mulus dan lancar tanpa kendala, hingga pesawat mereka sudah menempuh perjalanan yang cukup jauh sekitar setengah jam. Pesawat mereka sudah mengalami gangguan dan guncangan yang hebat.
Di dalam kabin pesawat Sultan duduk dengan santainya sambil memeriksa beberapa dokumen yang akan dia Presentasikan di hadapan klien bisnisnya. Dia tidak mengetahui jika asisten pribadinya sudah merencanakan dengan sangat matang rencana pembunuhan atas dirinya itu di belakangnya.
Tiba-tiba pesawat los kontak dengan pusat, mesinnya tiba-tiba mengalami gangguan. Pesawat itu terbang tidak stabil seperti awalnya. Hingga goyang dan membuat Sultan terkejut dengan kondisi pesawatnya.
“Apa yang terjadi Martin?” tanyanya yang heran dengan pesawat pribadi yang baru beberapa hari dia beli dari Jerman itu.
Pesawat yang sudah diuji terbang beberapa kali hingga ke USA tidak pernah mengalami atau pun menemui kendala apa pun.
Tadi pagi dirinya sendiri melihat tim mekanis miliknya mengatakan padanya, jika kondisi pesawat pribadinya dalam keadaan yang baik dan bahkan sangat baik. Hal itulah yang membuat Sultan tidak percaya, dan jika pesawatnya mengalami kerusakan.
“Maaf Bos,” jawabnya dengan seringai liciknya.
"Apa yang Kamu katakan!! Itu sangat mustahil Martin, Aku akan ke depan untuk segera memeriksanya apa yang terjadi sebenarnya," ucapnya lalu berjalan
Maaf Bos,” jawabnya dengan seringai liciknya.
“Maaf untuk apa Kamu minta maaf, ayok cepat ke depan dan tanyakan kepada pilot,” ucapnya dengan tegas dan sedikit ada guratan rasa khawatir di wajahnya.
Pesawat semakin hilang kendali hingga di depan mereka ada Pantai dan gunung yang menjulang tinggi.
“Martin siapkan parasut untuk saya,” teriaknya dengan suara yang sedikit bergetar.
Martin hanya tersenyum licik ke arah Sultan. Martin pun mendekati Sultan dengan tawa jahatnya.
"Kamu ingin benda ini?" Tanyanya sambil mengayunkan parasut itu di depan matanya Sultan.
Martin sudah berpakaian lengkap dengan parasut dan beberapa alat keselamatan membungkus tubuh atletisnya.
“Maaf!! Sultan hari ini adalah hari terakhirmu di Dunia ini, dan bersiaplah untuk menemui ajalmu,” ucapnya yang terus berjalan mendekati Sultan dengan seringai liciknya.
Sultan yang berusaha untuk maju dan mengambil tiba-tiba langsung terjatuh ke lantai karena kedua kakinya tidak mampu dia gerakkan sedikit pun.
“Apa yang terjadi pada ke-dua kakiku, ada apa ini?” tanya Sultan dengan wajah kebingungan dan menahan sedikit ngilu di tulangnya.
“Hahahaha, obat itu sudah bekerja dengan sangat baik di tubuhmu,” jelasnya sambil menginjakkan kakinya Sultan hingga berteriak dengan sangat kencang.
“Aaaahhhh!” Sultan berteriak meringis kesakitan.
“Rasakan akibatnya jika kamu berani melawan ku, satu hal yang harus Kamu tahu, Selena kekasih dan tunanganmu itu adalah kekasihku juga saat ini dan Selena sekarang sudah hamil tiga bulan,” terangnya.
Martin menginjak tangan Sultan, hingga memerah punggung tangannya. Sultan berusaha menahan sakitnya injakan pentopel sepatunya Martin. Sakit itu pasti, tapi lebih sakit yang dirasakan olehnya setelah mendengar kejujuran itu. Sakitnya tidak sebanding dengan luka yang dirasakan oleh hatinya.
Wajahnya semakin pucat dan terkejut sekaligus shock setelah mendengar kenyataan pahit itu. Kenyataan itu sangat melukai hati dan perasaannya. Kesetiaannya selama ini tidak artinya lagi.
"Itu tidak mungkin!! aku yakin kamu pasti bohong dengan sengaja berkata seperti itu, iya kan?" Teriaknya yang tidak percaya dengan apa yang didengarnya dengan merangkak berusaha untuk mendekati Martin.
Martin pun membuka galeri foto dihpnya lalu memperlihatkan foto mesranya dengan Selena, ke wajahnya Sultan.
Matanya melebar, bola matanya membulat sempurna dan kemerahan, tangannya mengepal kuat hingga urat-urat di lengannya nampak menonjol dengan jelas, jakungnya naik turun yang menandakan dirinya sangat marah.
Pesawat semakin dekat dengan gunung yang hanya dalam hitungan detik saja untuk siap menabrak gunung itu. Pesawat terbang tidak sempurna tanpa dinahkodai oleh seorang Pilot.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Dirmayanti Maryam
wah aq bru mampir nih dicerita ini dan lumayan cukup menguras esmosi jiwa😊
2023-03-19
1
Sri Widjiastuti
mampir akhirnya...
2023-02-11
1
fifid dwi ariani
trus sukses
2023-01-13
0