NovelToon NovelToon

Pesona Perawan

Chapter 1. Insiden

Hari kamis jadwal keberangkatan Sultan ke Kalimantan Selatan yang sudah direncanakan oleh sekretarisnya. Tetapi, entah kenapa Asisten pribadinya memajukan satu hari lebih cepat dari jadwal sebelumnya. Seharusnya mereka berangkat hari Jum'at besoknya.

Sultan tidak menaruh curiga sedikit pun dengan perubahan itu, baginya hal itu sudah biasa terjadi. Dalam dunia bisnis perubahan jadwal dengan tiba-tiba adalah hal yang lumrah.

Dia pun mengemasi barang-barangnya. Ada asisten rumah tangga yang bisa melakukan hal tersebut, tapi Sultan tidak ingin memberikan beban tambahan pada ARTnya yang sudah seharian sibuk bekerja.

Lagian menurutnya, pekerjaan yang dia lakukan adalah hal yang biasa saja, masih bisa dihandle dan tangani dengan mudah. Ibu Hamidah berjalan ke dalam kamar anak sulungnya, Beliau melihat putranya sedang mengemas beberapa pakaiannya.

Kamar yang memiliki desain interior ala gaya Eropa moderen dipadukan dengan sentuhan sedikit klasik itu, menjadi tempat yang menjadi ruangan favoritnya jika pulang dari Kantornya. Dia pun duduk di ujung ranjang king size milik putranya.

Dia membantu melipat pakaian anaknya sambil berkata, "Sultan, Bunda minta tolong sama kamu agar perjalanan bisnismu ke Samarinda kali ini ditunda saja dulu, Nak."

Wajahnya sendu mengisyaratkan sesuatu. Sultan melirik sekilas ke arah perempuan yang sudah berjasa besar melahirkan dan membesarkannya itu.

"Entah kenapa? perasaan Bunda tidak enak, Nak!" ujarnya dengan raut wajah yang sendu.

Sultan menghentikan aktifitasnya, kemudian duduk di samping bundanya. Dia memegang tangan bundanya yang masih sehat dan bugar itu di usianya yang sudah terbilang cukup matang dan tua.

"Bunda, andai saja ini bukan pekerjaan yang sangat penting, pasti saya akan menundanya," jawabnya sambil mencium punggung tangan milik bundanya.

"Tapi, Nak?" tatapan matanya yang sendu itu menginginkan agar putranya mengiyakan dan memenuhi permintaannya.

"Doakan Sultan ya Bun, insya Allah semoga Sultan bisa pulang dengan selamat, amin," balasnya dengan tatapan matanya yang penuh kelembutan dan kasih sayang.

"Amin ya rabbal alamin," Ibu Hamidah memeluk tubuh putra tunggalnya seakan-akan mereka akan berpisah jauh dan lama.

"Jangan meneteskan sedikit pun air mata Bunda yang sangat berharga ini untuk hal-hal yang tidak ada gunanya," dengan tangannya menghapus jejak air mata bundanya.

Sedangkan di tempat lain, di dalam Apartemen mewah, seorang perempuan yang sedang berada di bawah kunkungan kekasihnya.

"Sayang bagaimana dengan rencana kita, apa sudah dipersiapkan segalanya?" tanyanya yang tetap menikmati belaian dari tangan kekasihnya di atas tubuh seksi nan polosnya yang tidak terbungkus sehelai benang pun.

"Aku sudah mengatur semuanya dengan sangat baik bahkan polisi pun tidak akan mengetahui jika kecelakaan itu adalah disengaja," jawabnya yang timbul tenggelam kepalanya di antara mount Bromo milik gadis pujaan hatinya.

"Aku tidak sabar mendengar kabar dari orang jika dia sudah mati," ujarnya lagi.

"Kamu sabar sayang, selangkah lagi kita akan berhasil untuk menguasai seluruh harta kekayaannya yang tidak terhitung jumlahnya itu," dengan suaranya yang menggelegar memenuhi ruangan itu.

Mereka kembali melanjutkan permainan mereka yang sempat tertunda itu. Hingga nafas mereka tersengal-sengal dan ngos-ngosan saking dahsyatnya mereka bergelut di atas ranjang king size-nya. Hingga semburan lava panas itu membasahi dan menyemburkan hingga ke dalam rahimnya yang paling terdalam.

"Pelan-pelan sayang ingat ada calon bayi kamu di dalam sini," ucapnya yang mengelus perutnya yang sudah tidak datar lagi.

Si pria pun segera mengikuti langkah dari kekasih pujaan hatinya itu. Wajahnya semakin berseri ketika ada yang dia rasakan pergerakan dari dalam perut kekasihnya.

"Sepertinya dia menendang," ucapnya lagi. Perutnya mengkilap diterpa cahaya lampu. Raut wajah si Pria penuh dengan kegembiraan saat menyentuh perut buncit perempuannya.

Perempuan itu sangat dia cintai hingga dia menghalalkan segala cara apa pun untuk menjadikan wanitanya sebagai miliknya seutuhnya.

Sehingga dengan tanpa hati nurani, akan membunuh sahabat sekaligus CEO tempat dia bekerja dan melupakan jasa-jasa dan kebaikan sahabatnya itu selama ini.

Ke esokan harinya, tepatnya hari Kamis Sultan dan Martin berangkat menuju Samarinda, Kalimantan Timur. Awalnya perjalanan mereka berjalan mulus dan lancar tanpa kendala, hingga pesawat mereka sudah menempuh perjalanan yang cukup jauh sekitar setengah jam. Pesawat mereka sudah mengalami gangguan dan guncangan yang hebat.

Di dalam kabin pesawat Sultan duduk dengan santainya sambil memeriksa beberapa dokumen yang akan dia Presentasikan di hadapan klien bisnisnya. Dia tidak mengetahui jika asisten pribadinya sudah merencanakan dengan sangat matang rencana pembunuhan atas dirinya itu di belakangnya.

Tiba-tiba pesawat los kontak dengan pusat, mesinnya tiba-tiba mengalami gangguan. Pesawat itu terbang tidak stabil seperti awalnya. Hingga goyang dan membuat Sultan terkejut dengan kondisi pesawatnya.

“Apa yang terjadi Martin?” tanyanya yang heran dengan pesawat pribadi yang baru beberapa hari dia beli dari Jerman itu.

Pesawat yang sudah diuji terbang beberapa kali hingga ke USA tidak pernah mengalami atau pun menemui kendala apa pun.

Tadi pagi dirinya sendiri melihat tim mekanis miliknya mengatakan padanya, jika kondisi pesawat pribadinya dalam keadaan yang baik dan bahkan sangat baik. Hal itulah yang membuat Sultan tidak percaya, dan jika pesawatnya mengalami kerusakan.

“Maaf Bos,” jawabnya dengan seringai liciknya.

"Apa yang Kamu katakan!! Itu sangat mustahil Martin, Aku akan ke depan untuk segera memeriksanya apa yang terjadi sebenarnya," ucapnya lalu berjalan

Maaf Bos,” jawabnya dengan seringai liciknya.

“Maaf untuk apa Kamu minta maaf, ayok cepat ke depan dan tanyakan kepada pilot,” ucapnya dengan tegas dan sedikit ada guratan rasa khawatir di wajahnya.

Pesawat semakin hilang kendali hingga di depan mereka ada Pantai dan gunung yang menjulang tinggi.

“Martin siapkan parasut untuk saya,” teriaknya dengan suara yang sedikit bergetar.

Martin hanya tersenyum licik ke arah Sultan. Martin pun mendekati Sultan dengan tawa jahatnya.

"Kamu ingin benda ini?" Tanyanya sambil mengayunkan parasut itu di depan matanya Sultan.

Martin sudah berpakaian lengkap dengan parasut dan beberapa alat keselamatan membungkus tubuh atletisnya.

“Maaf!! Sultan hari ini adalah hari terakhirmu di Dunia ini, dan bersiaplah untuk menemui ajalmu,” ucapnya yang terus berjalan mendekati Sultan dengan seringai liciknya.

Sultan yang berusaha untuk maju dan mengambil tiba-tiba langsung terjatuh ke lantai karena kedua kakinya tidak mampu dia gerakkan sedikit pun.

“Apa yang terjadi pada ke-dua kakiku, ada apa ini?” tanya Sultan dengan wajah kebingungan dan menahan sedikit ngilu di tulangnya.

“Hahahaha, obat itu sudah bekerja dengan sangat baik di tubuhmu,” jelasnya sambil menginjakkan kakinya Sultan hingga berteriak dengan sangat kencang.

“Aaaahhhh!” Sultan berteriak meringis kesakitan.

“Rasakan akibatnya jika kamu berani melawan ku, satu hal yang harus Kamu tahu, Selena kekasih dan tunanganmu itu adalah kekasihku juga saat ini dan Selena sekarang sudah hamil tiga bulan,” terangnya.

Martin menginjak tangan Sultan, hingga memerah punggung tangannya. Sultan berusaha menahan sakitnya injakan pentopel sepatunya Martin. Sakit itu pasti, tapi lebih sakit yang dirasakan olehnya setelah mendengar kejujuran itu. Sakitnya tidak sebanding dengan luka yang dirasakan oleh hatinya.

Wajahnya semakin pucat dan terkejut sekaligus shock setelah mendengar kenyataan pahit itu. Kenyataan itu sangat melukai hati dan perasaannya. Kesetiaannya selama ini tidak artinya lagi.

"Itu tidak mungkin!! aku yakin kamu pasti bohong dengan sengaja berkata seperti itu, iya kan?" Teriaknya yang tidak percaya dengan apa yang didengarnya dengan merangkak berusaha untuk mendekati Martin.

Martin pun membuka galeri foto dihpnya lalu memperlihatkan foto mesranya dengan Selena, ke wajahnya Sultan.

Matanya melebar, bola matanya membulat sempurna dan kemerahan, tangannya mengepal kuat hingga urat-urat di lengannya nampak menonjol dengan jelas, jakungnya naik turun yang menandakan dirinya sangat marah.

Pesawat semakin dekat dengan gunung yang hanya dalam hitungan detik saja untuk siap menabrak gunung itu. Pesawat terbang tidak sempurna tanpa dinahkodai oleh seorang Pilot.

Chapter 2. Pertolongan

Pesawat yang ditumpanginya semakin menukik tajam. Martin semakin mengeraskan suara tawanya. Dia menginjak tangannya Sultan hingga berdarah.

"Sakit yah? Pasti Saya melihat jelas hal itu dari wajah dan matamu."

Sultan menahan perih dan sakitnya injakan tersebut. Martin kemudian jongkok di hadapan Sultan. Tubuh mereka sudah bergoyang mengikuti gerakan pesawat yang sudah tidak stabil. Pesawat terbang miring ke kiri. Hingga posisi mereka di atas kapal oleng ke kiri juga

"Makanya jadi orang jangan terlalu gampang percaya dengan orang lain."

Sultan hanya menatap tajam ke arah Martin tanpa ada perlawanan apa pun.

"Tatap tajam saja sebelum Kamu tidak bisa menatap saya lagi."

Martin kemudian memeriksa parasutnya dengan baik, dan sebelum melompat dia menoleh sepintas ke arah Sultan dengan seringai liciknya.

"Selamat tinggal Sultan."

Martin kemudian melompat ke atas speed boat yang sudah standby sedari tadi.

"Ayok cepat jalan sebelum pesawat itu jatuh," teriaknya kepada juri mudinya.

Sedangkan Sultan dengan sisa tenaganya merangkak perlahan ke arah depan pesawat pribadinya. Dia berusaha mencari parasut Pilotnya.

"Bismillahirrahmanirrahim, semoga parasutnya masih ada, tidak dibuang oleh Martin."

Pesawatnya sudah terbang dengan tidak teratur. Dengan susah payah dan pengorbanan yang tidak sia-sia, Dia mendapatkan parasut tersebut.

Segera memakainya dengan mengunakan tangan kirinya. Setelah berhasil dia kembali merangkak hingga ke pintu keluar.

Dan mendorong tubuhnya sekuat tenaga hingga terjatuh ke permukaan air laut.

Parasutnya mengembang dengan sempurna hingga tubuhnya sedikit terdorong hingga ke pinggir lautan yang tidak terlalu dalam. Berkat bantuan angin yang cukup kuat di sore hari itu.

Buuummmmm… Buuuuumm…

Suara ledakan yang besar yang bersumber dari pesawatnya yang sudah jatuh menabrak batu karang yang menjulang tinggi itu.

Sultan segera menyelam ke dalam laut untuk melindungi dirinya dari serpihan pesawat yang meledak itu.

Dia pun sudah pasrah dengan apa yang nantinya akan terjadi pada nasibnya. Karena tubuhnya sedari tadi kaku dan sulit untuk digerakkan.

Dengan susah payah terombang ambing di tengah lautan. Angin yang mendorong gelombang membawanya mengikuti alur arus laut.

Dia sudah pasrah, jika pun masih hidup itu sebuah mukjizat yang paling besar dalam hidupnya.

Mencoba untuk berenang apa lah daya kakinya tak bisa digerakkan sedikit pun, mungkin karena pengaruh obat yang diberikan oleh Martin.

Matahari sudah condong ke barat, tetapi belum ada tanda-tanda akan ada seseorang yang melihat dan menyelamatkannya.

Tubuhnya semakin dingin, air yang masuk ke dalam tubuhnya juga bertambah. Matanya perlahan terpejam kemudian hilanglah kesadarannya. Tubuhnya terapung mengikuti arus ombak di tengah laut.

Di tempat lain, yang tidak terlalu jauh dari kejadian ledakan pesawat tersebut. Sore harinya mereka mendengar suara dentuman keras sebanyak dua kali. Tetapi, para nelayan yang sedang mencari ikan di laut saat itu hanya menganggap itu adalah sekedar petir di siang bolong, yang sudah biasa terjadi walaupun sedang tidak hujan.

Azalina Adelia Lukman adalah gadis periang, sedikit tomboi, supel, baik hati. Dia adalah putri tunggal dari pasangan Lukman dan Marina. Sejak usianya yang ke 19 tahun ke dua orang tuanya sudah meninggal dunia. Hingga dia harus berjuang sekuat tenaga dan pantang menyerah demi kelangsungan hidupnya.

Setiap hari, Dia bekerja membantu nelayan untuk mengantar hasil tangkapan mereka ke Pasar induk pelelangan ikan. Hanya pekerjaan itu yang mampu dia kerjakan dengan status pendidikan yang hanya tamatan Sekolah Menengah Pertama saja.

Setiap selesai shalat subuh, dia sudah berangkat ke tempat pelelangan ikan. Wajahnya selalu berseri-seri. Dia bekerja pantang menyerah. Karena jika dia tidak bekerja, siapa yang akan membantu menghidupinya.

Walaupun masih ada saudara dari Bapak dan ibunya, tapi dia tidak ingin memberikan beban kepada mereka. Baginya selama bisa berusaha dan bekerja kenapa harus hidup dari belas kasihan orang lain.

Dia mengayuh sepedanya sambil mendendangkan shalawat secara bergantian dengan Asmaul Husna.

"Ya Allah ya Rohman, ya Rohim ya Malik ya Kudus ya Salam, ya mukmin…."

Hingga nyanyiannya berhenti di saat ke dua telinganya samar-samar mendengar suara seseorang yang minta tolong.

Dia segera menghentikan kayuhan sepedanya dan segera merem agar sepedanya berhenti.

"Sepertinya tadi ada yang meminta tolong? Tapi di mana, tidak mungkin! Mungkin hanya sekedar suara yang terbawa angin saja," dia kembali menaiki sepedanya.

Baru beberapa detik mengayuh sepedanya, telinganya kembali mendengar suara teriakan seseorang dan kali ini lebih keras dan jelas dari sebelumnya.

"Kok tiba-tiba bulu kudukku meremang, apa jangan-jangan itu bukan suara orang yah?" Tanyanya yang sudah mulai ketakutan.

Padahal biasanya dia itu paling berani di antara semua anak gadis yang tinggal di pesisir Pantai.

"Tolooooooonnnggg saya."

Dia kembali mendengar suara untuk ketiga kalinya. Dia menajamkan pendengarannya, kemudian menyimpan sepedanya di pinggir jalan.

Dia lalu berjalan ke sekitar area sumber suara tadi. Langkahnya semakin dipercepat saat melihat ada benda yang bergerak seperti tenda yang tertiup angin.

Dia berlari kecil hingga ke tempat benda itu berada. Dia mengangkat parasut itu hingga ujung matanya melihat ada seseorang di bawah parasut itu.

" Astaugfirullahaladzim," teriaknya.

Dia memeriksa keadaan orang itu yang sudah tidak sadarkan diri dalam kondisi yang tidak memakai pakaian apa pun.

"Aaaaaaaaahhhhhhh!!!"

Teriaknya saat tanpa sengaja melihat milik pria itu. Tubuhnya terdorong ke belakang saking terkejutnya. Dia memang biasa melihat yang gituan hampir setiap hari malah, tapi dengan ukuran yang berbeda. Anak kecil yang selalu mandi dan berenang di jembatan setiap sore hari.

"Ya Allah kenapa juga Aku harus melihat benda seperti itu," ucapnya dengan menutup ke dua matanya.

Dia mengesampingkan benda itu, lalu segera memeriksa nadinya, bagian leher kemudian dia menempelkan wajahnya di sekitar dada pria itu.

"Alhamdulillah dia masih hidup, sebaiknya aku segera memberikan nafas buatan agar bisa bernafas normal."

Tanpa pikir panjang,dia memberikan nafas buatan tapi, percobaan pertama gagal hingga berulang kali dia lakukan.

Dan percobaan yang terakhir akhirnya membuahkan hasil yang maksimal. Pria itu terbatuk-batuk dan mengeluarkan banyak air dari dalam mulutnya.

"Uuhuukkkk."

"Alhamdulillah berhasil juga," wajahnya bahagia lalu tersenyum ke arah Pria itu.

Azalina segera memangku kepala pria itu bersamaan dengan kedatangan beberapa orang nelayan yang melihat mereka.

"Sepertinya ada suara dari balik pohon bakau itu pak," terangnya.

"Ayok kita periksa, jangan-jangan itu maling yang mau mencuri rumput laut warga yang sedang di jemur itu," timpalnya.

Mereka bertiga segera berjalan perlahan ke arah tujuannya. Hingga mata mereka membelalak melebar sempurna dan mulutnya membulat saking tidak percayanya melihat seorang pria yang tidak memakai pakaian dipangku oleh seseorang perempuan.

"Hey siapa di sana?"

"Woi apa yang kalian lakukan?"

Mereka bertiga berteriak ke arah Azalina. Sedangkan Azalina hanya terdiam dan terpaku melihat kedatangan beberapa orang.

Azalina juga ikut terkejut melihat kedatangan beberapa warga masyarakat.

Chapter 3. Salah Paham

"Hey siapa di sana?"

"Woi apa yang kalian lakukan?"

Mereka bertiga berteriak ke arah Azalina. Sedangkan Azalina hanya terdiam dan terpaku melihat kedatangan beberapa orang.

Dia terkejut melihat kedatangan mereka. Bukannya takut karena kedapatan sedang menolong pria itu, tetapi dia takut jika orang menganggap bahwa mereka melakukan hal yang tidak baik.

Salah satu di antara mereka menyalakan senternya. Walaupun sudah subuh, tapi tempat itu masih sangat gelap.

Pak Toni mengarahkan senternya ke arah tepat wajahnya Azalina. Mereka terkejut melihat Azalina sedang memangku pria yang tidak memakai pakaian apa pun di tubuhnya.

Mereka segera berlari menuju tempat Azalina berada.

"Ya Allah apa yang sedang Kamu lakukan Azalina?" Tanya Pak Doni.

"Saya tidak melakukan apa pun Pak, saya hanya berniat untuk menolong pria ini," jawabnya yang sudah nampak pucat pasi.

"Haha!!! Menolong dalam bentuk apa Azalina, apa membantunya dalam hal membuka seluruh pakaiannya, apa itu yang Kamu maksudkan?" Tanyanya dengan suara yang sudah meninggi.

"Serius Pak Doni saya tidak melakukan hal apapun yang seperti Bapak tuduhkan, saya hanya menolongnya karena tadi meminta tolong," jelasnya.

Air matanya sudah berada di ujung kelopak matanya, tapi dia terus berusaha untuk mencegah dan menahan air matanya.

Azalina masih terduduk seperti posisinya semula. Dia tidak tega jika menidurkan kepalanya di atas pasir yang dingin.

"Benar sekali apa yang dikatakan Pak Doni, Kamu sudah berbuat sesuatu yang tidak baik, apa Kamu ingin melihat daerah tercinta kita ini kena kutukan dan karma dari perbuatanmu haaa!!!" Teriak Pak Rusman yang sudah tersulut emosinya.

Azalina semakin terpojok dan tidak mampu untuk berfikir dengan jernih dan menyanggah semua tuduhan mereka. Semuanya terjadi begitu cepatnya, sehingga membuatnya tak berdaya. Hingga dia kebingungan untuk membela dirinya sendiri dengan cara yang tepat.

"Jadi untuk apa lagi Kamu mengelak Azalina, semua sudah sangat jelas, jika Kamu dan pria itu sedang berbuat hal yang tidak senonoh di pinggir pantai," terangnya yang ikut marah juga.

Mereka tidak menyangka jika gadis yang mereka kenal selama ini adalah gadis yang baik hati, jujur dan sholeha ternyata seperti ini kelakuannya.

"Kami tidak menyangka jika Kamu sangat berani berbuat asusila di kampung kita ini," tuturnya dengan menggelengkan kepalanya.

"Apa seperti ini!! mendiang ke dua orang tuamu mendidikmu?" Timpal Pak Toni lagi.

"Paman, aku mohon jangan sekali-kali bawa-bawa nama ke dua orang tuaku, mereka sedikit pun tidak punya salah dan kalianlah yang salah paham dengan apa yang kalian lihat," terangnya.

Azalina marah jika kedua orang tuanya disangkut pautkan dengan apa yang terjadi sekarang.

"Kami sangat ingin tertawa mendengar perkataanmu, kalau emang Kamu tidak melakukan apapun terus apa maksudnya Pria itu bertelanjang dan Kamu memangkunya dan tadi Kami lihat dengan jelas Kamu mencium pemuda itu," jelas Pak Rusman dengan panjang lebar.

"Kalau Kamu terus menyangkal itu sama saja tidak akan menyelesaikan masalah Azalina, jadi mengakulah sebelum bertambah orang yang melihat kalian dalam keadaan seperti ini," timpal Pak Toni.

Mereka hanya ingin Azalina jujur dan segera mengakui perbuatannya. Mereka tahu jika bibinya yang mengetahui masalah ini, pasti akan semakin panjang dan runyam masalahnya.

"Kalau memang Kami tidak mau jujur sebaiknya kita bawa ke Balai Desa saja untuk segera mencari jalan keluar dan solusi dari hal ini," tutur Pak Doni.

"Betul yang Bapak katakan, karena sampai kapan pun dia tidak akan mengakui dan membuka mulutnya untuk berterus terang."

Mereka segera menggiring Azalina dan pria itu yang sudah setengah sadar, walaupun kondisinya masih sangat memprihatikan. Pak Doni segera mencari pakaiannya untuk dipakaikan ke tubuhnya pria itu.

Mereka membantu pria itu berjalan dan mereka beranggapan jika pria itu saking lelahnya hingga sudah tidak sanggup dan mampu untuk berdiri dengan tegak dan baik.

"Mungkin pria ini sedang mabuk Pak Rusman," terang.

"Itu bisa jadi Pak, mungkin pengaruh minuman beralkohol sehingga mereka sudah tidak sadar dan melupakan segalanya," ungkap Pak Doni.

Mereka bahu membahu membantu pria itu untuk berjalan. Azalina tidak ingin menangis dan bendahara terus untuk menahan laju air matanya.

"Ya Allah semoga mereka sama sekali tidak berfikiran yang tidak-tidak dan selamatkan aku ya Allah."

Doa itu yang selalu dipanjatkan olehnya agar terbebas dari kesalah pahaman yang sedang terjadi.

Hanya butuh waktu beberapa menit saja, yaitu sekitar 15 menit berjalan kaki hingga mereka sudah sampai di depan pintu Balai Desa yang kebetulan sudah terbuka pintunya.

Penjaga Balai Desa terkejut melihat Azalina dengan seorang pria digiring ke Kantor Desa.

"Apa yang terjadi dengan Azalina Pak." Tanya cleaning servis Balai Desa tersebut.

"Kami temukan mereka sedang berbuat hal yang tidak baik di sekitar Pantai," jawab Pak Rusman.

Ibu-ibu yang mendengar semua perkataan dari Pak Toni reflek menutup mulutnya karena sangat tidak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan.

"Sepertinya ada yang keliru di sini pak, saya yakin jika ada yang sengaja melakukan dan merencanakan semua ini Pak," terangnya yang sangat tidak percaya dengan apa yang adaedh depan matanya.

"Jadi kita hubungi Pak kepala Desa dengan pamannya, tapi tidak usah dengan bibinya nanti bisa jadi gawat kalau dia ada."

Mereka masih punya perasaan dan tidak ingin Azalina disiksa oleh Bibinya Ibu Lina.

Tetapi baru beberapa detik mereka berseru seperti itu. ibu Lina sudah datang dengan wajah sangarnya yang sudah siap menerkam Azalina mentah-mentah.

Azalina yang duduk di kursi sambil menundukkan kepalanya shock. Dia tidak menyangka jika Bibinya akan datang lalu tanpa permisi menarik dan menjambak rambutnya Azalina dengan kekuatan penuh sehingga beberapa helai anak rambutnya ikut kedalam genggaman tangannya.

"Ampun Bibi, Aza tidak bersalah sedikit pun, aku mohon lepaskan tangan bibi," teriaknya yang berusaha untuk menghiba agar segera dilepaskan

Mereka yang kebetulan masih berada di dalam ruangan tersebut, segera menolong Azalina. Hal seperti ini lah yang mereka takutkan akhirnya terjadi juga.

Bibinya sama sekali tidak mengurungkan niatnya dan melepaskan pegangan tangannya dari rambutnya Aza.

"Bibi aku mohon lepaskan, sakit Bi, aku mohon lepaskan, aku tidak salah apa pun," jelasnya yang berharap agar bibinya segera menghentikan aksinya yang sudah di luar batas.

"Apa katamu haaa!!! lepaskan maksudmu? jangan bermimpi dan aku akan membunuhmu kalau perlu, Kamu sudah membuat Kami malu, apa yang bibi lakukan masih tidak pantas untuk Kamu dapatkan??"

"ibu Lina, Kami mohon jangan main hakim sendiri, tunggu pak Kepala Desa biarkan beliau saja yang mencari akan solusi dan jalan keluar yang terbaik untuk mereka," terang Pak Rusman yang sudah sedih dan kasihan melihat Aza diperlakukan sangat kasar oleh istri dari Pamannya.

Mereka sudah bergerak dan melerai mereka, tapi bibinya sama sekali tidak peduli sedikit pun rintihan dan tangisan dari Azalina.

Pria yang ditolongnya ikut sedih melihat Aza yang dikasari oleh Bibinya sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!