Ru-meet

Ru-meet

Aroma kopi pertama

"...Tegakkan sandaran kursi, buka penutup jendela...," terdengar suara pramugari dari pengeras suara pesawat, tanda akan segera mendarat.

Dari ketingian diatas sepuluh ribu kaki. Terlihat gumpalan awan putih berkilauan, memantulkan cahaya matahari. Pemandangan yang indah dan memanjakan mata. Diiringi desingan suara mesin pesawat, yang semakin lama terdengar semakin jelas, menegaskan jika pilot sedang berusaha sekuat tenaga membawa penumpangnya mencapai di landasan. Pramugari sedari tadi sibuk membangunkan penumpang, meminta mereka menegakkan sandaran kursi dan membuka penutup jendela. Setelah memastikan kabin pesawat siap mendarat, merekapun bergegas menuju tempat duduknya dan mengenakan sabuk pengaman.

Tidak jauh dari tempat duduk pramugari. Tepatnya tiga baris di belakang. Seorang perempuan berkulit kuning langsat dengan rambut bergelombang berwarna hitam masih asik memandang jauh keluar jendela.

Memperhatikan satu persatu gumpalan awan yang penuh kelembutan. Raut wajahnya begitu tenang seakan tidak terganggu dengan suara mesin pesawat. Perjalanan yang sangat ia nikmati. Jelas dia sudah sering melakukan perjalan jauh. Namun yang berbeda kali ini adalah ini perjalanan pertama bersama keluarga baru. Tepat disamping kanannya duduk dua gadis kecil, keduanya masih memejamkan mata. Perempuan itu sengaja membiarkan dua gadisnya terjaga, dan bangun dengan sendirinya. Sebelumnya, sudah ia pastikan kursi tempat mereka duduk masih tegak.

Perempuan itu bernama Siska. Perjalanan kali ini sangat berarti. Sudah banyak hal yang ia pertimbangkan, hingga ahirnya memutuskan untuk berpindah dari kota metropolitan ke kota pelajar. Hal ini sangat berat baginya. Dimana ia harus meninggalkan setiap kemudahan dan kemewahan yang selama ini didapatkan.

Namun begitu Siska bukanlah perempuan manja yang hanya bisa menikmati kemewahan, melainkan dia adalah seorang pekerja keras yang selalu berusaha untuk meraih kemewahan yang selama ini dia nikmati bersama anak anaknya.

Mata bulat itu masih saja melihat keluar jendela. Kali ini yang dia lihat adalah warna biru laut dengan kapal berlayar diatasnya. Tidak jauh dari situ tampak barisan rumah yang terlihat seperti miniatur kota karena dilihat dari ketinggian. Menandakan pesawat sudah semakin dekat dengan landasan.

"Is we almost arrive Bu?" Suara merdu gadis kecil yang terbangun karena guncangan yang semakin keras. Suara yang ahirnya memalingkan pandangan Siska.

"Yes," jawab Siska sambil tersenyum lebar.

Sekarang dia melihat dua gadis kecil di samping kanannya. Yang lebih besar sedang membangunkan adiknya. Setelah memastikan mereka terbangun, Siska meminta keduanya duduk tenang menunggu pesawat mendarat dengan sempurna.

Dua gadis ini adalah alasan satu satunya bagi Siska mengambil langkah besar untuk berpindah ke Jogja. Bagi seorang ibu, kebahagiaan anak anaknya adalah segalanya. Dan bagi Siska mereka adalah alasan untuk tetap berjuang dan melanjutkan hidup.

Pesawat telah mendarat dengan sempurna. Pramugari memberi aba-aba agar penumpang bersiap untuk turun.

"Kamu bawa anak anak, nanti barang barang aku yg bawa," Kata Yudha sambil setengah berdiri. memastikan Siska yang duduk di depannya mendengar pesan yang dia sampaikan.

"Iya." jawab Siska, lagi lagi diiringi dengan senyuman tapi kali ini lebih singkat.

Sesuai pesan Yudha, Siska mengandeng erat kedua anaknya, yang besar di kanan dan yang kecil dikiri. Kemudian berjalan menuju tempat pengambilan bagasi, beriringan bersama penumpang lainnya. Sementara Yudha tertinggal dibelakang, membutuhkan waktu cukup lama untuk mengambil ransel miliknya yang terletak diatas kabin. Setelah berhasil mengambil tas ranselnya, buru buru mengendonnya kemudian setengah berlari, mempercepat langkahnya hingga menyamai langkah istri dan anak-anaknya.

Kali ini Yudha sangat berusaha untuk tetap bersama anak dan istrinya. Berpindah kota adalah idenya yang dia tawarkan kepada Siska. dengan janji akan memberikan kebahagiaan bagi mereka. tekad Yudha sangat bulat. Dia sangat ingin membuktikan kepada orang yang sangat dia cintai bahwa kali ini dia tidak akan mengecewakan siapapun lagi terutama Siska.

Sebenarnya, beribu ribu kesempatan sudah diberikan kepada Yudha untuk memperbaiki kesalahan yang dia perbuat. Namun sebanyak itu juga Yudha merusak kesempatan yang diberikan. Sejujurnya orang seperti Siska tidak memerlukan bantuan Yudha. Namun kali ini karena permintaan anak anaknyalah Siska memberikan kesempatan yang terahir. Benar benar yang terahir.

Setelah mengambil bagasi kini mereka bersiap menuju pintu keluar. Tampak sebuah troli berisi empat koper didorong Yudha tepat dibelakang Siska yang masih mengandeng kedua bocah cantik itu.

Diluar sudah menunggu seorang agen yang selama ini membantu mengurusi proses perpindahan mereka. Dan Kali ini adalah tugas terahirnya yaitu mengantarkan keluarga Yudha ke rumah baru.

"Pak Yudha!" Panggil sang Agen, kemudian menghampiri kliennya. Sebelumnya mereka sudah sering bertemu, Saat Yudha menyiapkan segala sesuatu di kota ini hingga ahirnya siap memboyong keluarga kecil ini.

"Ibu apa kabar?" Sapanya sambil menyalami Siska. Siska bersikap ramah. sebelumnya mereka pernah sekali bertemu yaitu saat proses akad pembelian rumah yang akan dia tinggali sekarang.

"Baik." Kata Siska ramah sambil terus berjalan.

"Bagaimana perjalannya Pak?" Kata Agen sambil mengambil alih mendorong troli.

"Seperti biasa, istimewa bersama anak dan istri tersayang.... hahahaha." Keduanya tertawa, sambil berjalan mendahului Siska untuk menunjukkan dimana mobil yang akan mengantarkan mereka dan menjadi kendaraan pertama mereka selama tinggal di Jogja.

"Silahkan." Kata Agen sambil membuka pintu belakang mobil, mempersilahkan Siska dan anak-anak untuk duduk. Kemudian membuka pintu bagasi untuk menaikkan koper dibantu oleh Yudha.

Setelah semua barang aman dibagasi, keduanya menuju bangku depan. Kali ini agen yang menyetir Mobil.

Siska memilih mobil keluarga kecil keluaran terbaru dengan harga terjangkau. Pemilihan ini disesuaikan dengan kemampuan Yudha. Lagi pula Siska tidak akan lagi menghambur hamburkan uang hasil kerja kerasnya untuk sesuatu yang disebut kemewahan sesaat. Siska memilih menyimpan uang pribadinya dalam bentuk deposit tampa sepengetahuan Yudha. Uang tersebut nantinya bisa berguna untuk dia dan anak anaknya jika Yudha kembali berbuat hal hal aneh.

Ya, Siska belum sepenuhnya percaya kepada Yudha. Sepuluh tahun sejak mereka berkenalan, membuat siska harus sangat berhati hati terhadap setiap hal yang dilakukan Yudha. Banyak hal buruk yang masih terekam dalam ingatan Siska, sekeras apapun Siska berusaha untuk melupakannya.

Sepanjang perjalanan Siska masih saja diam. Dirinya lebih banyak melihat jalan Kota ini. mengingatkan kenangan saat masih sekolah di kota ini. Yudha memaklumi sikap Siska, dan menganggap istrinya hanya kelelahan karena perpindahan dalam waktu yang singkat dan perjalanan hari ini. Yudha berusaha masuk kedalam percakapan anak anaknya. Kedua anaknya terihat tidak sabar melihat rumah baru mereka.

Dua puluh menit berlalu. Kini mereka berhenti Di sebuah rumah dengan halaman depan yang luas. menjadi rumah ketiga dari gang masuk. Rumah inilah yang akan mereka tinggali. Rumah sedehana bernuansa klasik dengan dua kamar tidur di lantai dua, sementara lantai satu menyajikan ruang tamu Dan ruang keluarga yang luas dan terpisah, sebuah ruang makan yang langsung menuju dapur, dan kamar mandi di sudut kirinya.

"Yeyeyey, kita sampai," teriakan dua bocah berkulit putih dan berambut pirang bergelombang. Kemudian keduanya berlarian sesaat setelah ayahnya membukakan pintu untuk mereka.

"hati hati," teriak Yudha sambil menunggu istrinya keluar dari mobil. "sampai juga ahirnya, semoga kamu senang ya." Kata Yudha memulai pembicaraan.

"Bantu dia angkat barang," jawab siska tak ingin meneruskan pembicaraan dengan Yudha.

Yudha tersenyum kecut mendengar jawaban istrinya. Kemudian menuju bagasi untuk mengambil koper yang masih tertinggal. sementara siska menyusul anak anaknya dan membukakan pintu dan menuju lantai dua untuk menunjukkan kamar keduanya.

"Pelan-pelan nak," Teriak Siska mengingatkan anak anaknya yang berlomba menaiki tangga.

"Tunggu ibu..., kalian bisa jatuh kalau berlarian seperti itu."

"Ayo bu kejar Kami,"

"Aku kak, lebih cepat, aku akan sampai duluan."

Percakapan penuh keceriaan antara ibu dan anak yang ingin sekali Yudha dengar tadi. Dalam hati dia ingin ikut masuk dan menimpali candaan mereka. Namun dia sadar hal itu akan membuat suasana hati Siska memburuk dan tawa anak anak menghilang. Maka dia memilih untuk duduk di teras bersama si agen. Sesekali dia tertawa mendengar celotehan orang yang sangat dia cintai.

"Dimana tas punggung ku?" Tanya Yudha kebingungan, seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga.

"Yang ini Pak?" Tanya si Agen sambil membawa barang terahir dari bagasi.

"Nah iya," Kata Yudha sangat senang. "untunglah."

"Memangnya apa yang bapak simpan didalamnya?" Kata agen sambil menyerahkan tas kepada empunya.

"Penting sekali," Kata Yudha, dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Ini dia."

"Hahahaha...," tawa agen, melihat kliennya mengeluarkan sebungkus kopi hitam kemasan, yang menurutnya bukan hal yang istimewa. "Kalau itu banyak dijual di warung Pak, saya kira ada yang spesial untuk saya Pak," Canda Agen tersebut.

"Kalau begitu akan ku buatkan kopi yang special untukmu."

"Eh tidak usah Pak," jawab Agen sungkan. "Biar saya saja Yang buatkan kopi."

"Tenang saja, anggap saja kau tamu ku." Kata Yudha menenangkan, "Lagi pula, Aku jago membuat kopi. jadi Duduklah." Kata Yudha kemudian bergegas kedapur.

Kini dia akan membuktikan kepada tamunya tentang keahlian yang ia ceritakan tadi. setelah berada disebuah dapur yang lengkap dengan peralatan terbaik, Yudha memulai aksinya. Menyiapkan dua cangkir dan mulai meracik.

"Kres kres kres..." suara kemasan kopi yang dibuka dengan gunting. Dengan sebuah sendok kecil, Yudha memasukkan persis dua takar kopi kedalam masing masing cangkir. Kemudian menuangkan air mendidih yang sudah ia jerang diatas kompor. Inilah yang membuat kopi buatannya special, yaitu kopi akan disiram dengan air mendidih dari atas kompor. dengan begitu kopi akan matang sehingga menjadi sangat nikmat dan mengeluarkan aroma wangi yang sempurna.

Benar saja, aroma itu segera menyebar hingga tercium tamunya yang sudah tidak sabar menikmati kopi buatan bosnya. "Ini untukmu," Kata Yudha setibanya diteras rumah. dengan tangan kanannya ia menyerahkan secangkir kopi untuk tamunya

"Bagaimana? Enak?"

"Enak Pak, tapi kok pahit ya Pak."

"Itu yang namanya kopi, kalau manis gula." Timpal Yudha sambil meneguk kopi buatannya.

Kata kata yang selalu ia ingat tiap kali meneguk kopi. Sebenarnya kata kata itu dia dapatkan dari Siska saat pertama kali membuatkan kopi untuk Yudha. Kopi pertama yang ahirnya menjadi rasa kopi faforit untuknya hingga kini.

"Jadilah seperti kopi walaupun pahit tapi banyak yang suka, itu karena kopi itu jujur. Jadi sepahit apapun kenyatannya tetaplah untuk jujur." Kata Yudha melanjutkan sambil menatap wajah tamunya kemudian menaikkan kedua alisnya.

Terpopuler

Comments

Kajja

Kajja

awalnya mikir, "eh ini baru mulai udah ada kecelakaan? kok buka jendela?" eh taunya wkwk...maap Thor, ga pernah naik pesawat sy. 🤣 kenapa berhuznudzon itu penting ya, gaes. 🙈

2023-03-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!