NovelToon NovelToon

Ru-meet

Aroma kopi pertama

"...Tegakkan sandaran kursi, buka penutup jendela...," terdengar suara pramugari dari pengeras suara pesawat, tanda akan segera mendarat.

Dari ketingian diatas sepuluh ribu kaki. Terlihat gumpalan awan putih berkilauan, memantulkan cahaya matahari. Pemandangan yang indah dan memanjakan mata. Diiringi desingan suara mesin pesawat, yang semakin lama terdengar semakin jelas, menegaskan jika pilot sedang berusaha sekuat tenaga membawa penumpangnya mencapai di landasan. Pramugari sedari tadi sibuk membangunkan penumpang, meminta mereka menegakkan sandaran kursi dan membuka penutup jendela. Setelah memastikan kabin pesawat siap mendarat, merekapun bergegas menuju tempat duduknya dan mengenakan sabuk pengaman.

Tidak jauh dari tempat duduk pramugari. Tepatnya tiga baris di belakang. Seorang perempuan berkulit kuning langsat dengan rambut bergelombang berwarna hitam masih asik memandang jauh keluar jendela.

Memperhatikan satu persatu gumpalan awan yang penuh kelembutan. Raut wajahnya begitu tenang seakan tidak terganggu dengan suara mesin pesawat. Perjalanan yang sangat ia nikmati. Jelas dia sudah sering melakukan perjalan jauh. Namun yang berbeda kali ini adalah ini perjalanan pertama bersama keluarga baru. Tepat disamping kanannya duduk dua gadis kecil, keduanya masih memejamkan mata. Perempuan itu sengaja membiarkan dua gadisnya terjaga, dan bangun dengan sendirinya. Sebelumnya, sudah ia pastikan kursi tempat mereka duduk masih tegak.

Perempuan itu bernama Siska. Perjalanan kali ini sangat berarti. Sudah banyak hal yang ia pertimbangkan, hingga ahirnya memutuskan untuk berpindah dari kota metropolitan ke kota pelajar. Hal ini sangat berat baginya. Dimana ia harus meninggalkan setiap kemudahan dan kemewahan yang selama ini didapatkan.

Namun begitu Siska bukanlah perempuan manja yang hanya bisa menikmati kemewahan, melainkan dia adalah seorang pekerja keras yang selalu berusaha untuk meraih kemewahan yang selama ini dia nikmati bersama anak anaknya.

Mata bulat itu masih saja melihat keluar jendela. Kali ini yang dia lihat adalah warna biru laut dengan kapal berlayar diatasnya. Tidak jauh dari situ tampak barisan rumah yang terlihat seperti miniatur kota karena dilihat dari ketinggian. Menandakan pesawat sudah semakin dekat dengan landasan.

"Is we almost arrive Bu?" Suara merdu gadis kecil yang terbangun karena guncangan yang semakin keras. Suara yang ahirnya memalingkan pandangan Siska.

"Yes," jawab Siska sambil tersenyum lebar.

Sekarang dia melihat dua gadis kecil di samping kanannya. Yang lebih besar sedang membangunkan adiknya. Setelah memastikan mereka terbangun, Siska meminta keduanya duduk tenang menunggu pesawat mendarat dengan sempurna.

Dua gadis ini adalah alasan satu satunya bagi Siska mengambil langkah besar untuk berpindah ke Jogja. Bagi seorang ibu, kebahagiaan anak anaknya adalah segalanya. Dan bagi Siska mereka adalah alasan untuk tetap berjuang dan melanjutkan hidup.

Pesawat telah mendarat dengan sempurna. Pramugari memberi aba-aba agar penumpang bersiap untuk turun.

"Kamu bawa anak anak, nanti barang barang aku yg bawa," Kata Yudha sambil setengah berdiri. memastikan Siska yang duduk di depannya mendengar pesan yang dia sampaikan.

"Iya." jawab Siska, lagi lagi diiringi dengan senyuman tapi kali ini lebih singkat.

Sesuai pesan Yudha, Siska mengandeng erat kedua anaknya, yang besar di kanan dan yang kecil dikiri. Kemudian berjalan menuju tempat pengambilan bagasi, beriringan bersama penumpang lainnya. Sementara Yudha tertinggal dibelakang, membutuhkan waktu cukup lama untuk mengambil ransel miliknya yang terletak diatas kabin. Setelah berhasil mengambil tas ranselnya, buru buru mengendonnya kemudian setengah berlari, mempercepat langkahnya hingga menyamai langkah istri dan anak-anaknya.

Kali ini Yudha sangat berusaha untuk tetap bersama anak dan istrinya. Berpindah kota adalah idenya yang dia tawarkan kepada Siska. dengan janji akan memberikan kebahagiaan bagi mereka. tekad Yudha sangat bulat. Dia sangat ingin membuktikan kepada orang yang sangat dia cintai bahwa kali ini dia tidak akan mengecewakan siapapun lagi terutama Siska.

Sebenarnya, beribu ribu kesempatan sudah diberikan kepada Yudha untuk memperbaiki kesalahan yang dia perbuat. Namun sebanyak itu juga Yudha merusak kesempatan yang diberikan. Sejujurnya orang seperti Siska tidak memerlukan bantuan Yudha. Namun kali ini karena permintaan anak anaknyalah Siska memberikan kesempatan yang terahir. Benar benar yang terahir.

Setelah mengambil bagasi kini mereka bersiap menuju pintu keluar. Tampak sebuah troli berisi empat koper didorong Yudha tepat dibelakang Siska yang masih mengandeng kedua bocah cantik itu.

Diluar sudah menunggu seorang agen yang selama ini membantu mengurusi proses perpindahan mereka. Dan Kali ini adalah tugas terahirnya yaitu mengantarkan keluarga Yudha ke rumah baru.

"Pak Yudha!" Panggil sang Agen, kemudian menghampiri kliennya. Sebelumnya mereka sudah sering bertemu, Saat Yudha menyiapkan segala sesuatu di kota ini hingga ahirnya siap memboyong keluarga kecil ini.

"Ibu apa kabar?" Sapanya sambil menyalami Siska. Siska bersikap ramah. sebelumnya mereka pernah sekali bertemu yaitu saat proses akad pembelian rumah yang akan dia tinggali sekarang.

"Baik." Kata Siska ramah sambil terus berjalan.

"Bagaimana perjalannya Pak?" Kata Agen sambil mengambil alih mendorong troli.

"Seperti biasa, istimewa bersama anak dan istri tersayang.... hahahaha." Keduanya tertawa, sambil berjalan mendahului Siska untuk menunjukkan dimana mobil yang akan mengantarkan mereka dan menjadi kendaraan pertama mereka selama tinggal di Jogja.

"Silahkan." Kata Agen sambil membuka pintu belakang mobil, mempersilahkan Siska dan anak-anak untuk duduk. Kemudian membuka pintu bagasi untuk menaikkan koper dibantu oleh Yudha.

Setelah semua barang aman dibagasi, keduanya menuju bangku depan. Kali ini agen yang menyetir Mobil.

Siska memilih mobil keluarga kecil keluaran terbaru dengan harga terjangkau. Pemilihan ini disesuaikan dengan kemampuan Yudha. Lagi pula Siska tidak akan lagi menghambur hamburkan uang hasil kerja kerasnya untuk sesuatu yang disebut kemewahan sesaat. Siska memilih menyimpan uang pribadinya dalam bentuk deposit tampa sepengetahuan Yudha. Uang tersebut nantinya bisa berguna untuk dia dan anak anaknya jika Yudha kembali berbuat hal hal aneh.

Ya, Siska belum sepenuhnya percaya kepada Yudha. Sepuluh tahun sejak mereka berkenalan, membuat siska harus sangat berhati hati terhadap setiap hal yang dilakukan Yudha. Banyak hal buruk yang masih terekam dalam ingatan Siska, sekeras apapun Siska berusaha untuk melupakannya.

Sepanjang perjalanan Siska masih saja diam. Dirinya lebih banyak melihat jalan Kota ini. mengingatkan kenangan saat masih sekolah di kota ini. Yudha memaklumi sikap Siska, dan menganggap istrinya hanya kelelahan karena perpindahan dalam waktu yang singkat dan perjalanan hari ini. Yudha berusaha masuk kedalam percakapan anak anaknya. Kedua anaknya terihat tidak sabar melihat rumah baru mereka.

Dua puluh menit berlalu. Kini mereka berhenti Di sebuah rumah dengan halaman depan yang luas. menjadi rumah ketiga dari gang masuk. Rumah inilah yang akan mereka tinggali. Rumah sedehana bernuansa klasik dengan dua kamar tidur di lantai dua, sementara lantai satu menyajikan ruang tamu Dan ruang keluarga yang luas dan terpisah, sebuah ruang makan yang langsung menuju dapur, dan kamar mandi di sudut kirinya.

"Yeyeyey, kita sampai," teriakan dua bocah berkulit putih dan berambut pirang bergelombang. Kemudian keduanya berlarian sesaat setelah ayahnya membukakan pintu untuk mereka.

"hati hati," teriak Yudha sambil menunggu istrinya keluar dari mobil. "sampai juga ahirnya, semoga kamu senang ya." Kata Yudha memulai pembicaraan.

"Bantu dia angkat barang," jawab siska tak ingin meneruskan pembicaraan dengan Yudha.

Yudha tersenyum kecut mendengar jawaban istrinya. Kemudian menuju bagasi untuk mengambil koper yang masih tertinggal. sementara siska menyusul anak anaknya dan membukakan pintu dan menuju lantai dua untuk menunjukkan kamar keduanya.

"Pelan-pelan nak," Teriak Siska mengingatkan anak anaknya yang berlomba menaiki tangga.

"Tunggu ibu..., kalian bisa jatuh kalau berlarian seperti itu."

"Ayo bu kejar Kami,"

"Aku kak, lebih cepat, aku akan sampai duluan."

Percakapan penuh keceriaan antara ibu dan anak yang ingin sekali Yudha dengar tadi. Dalam hati dia ingin ikut masuk dan menimpali candaan mereka. Namun dia sadar hal itu akan membuat suasana hati Siska memburuk dan tawa anak anak menghilang. Maka dia memilih untuk duduk di teras bersama si agen. Sesekali dia tertawa mendengar celotehan orang yang sangat dia cintai.

"Dimana tas punggung ku?" Tanya Yudha kebingungan, seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga.

"Yang ini Pak?" Tanya si Agen sambil membawa barang terahir dari bagasi.

"Nah iya," Kata Yudha sangat senang. "untunglah."

"Memangnya apa yang bapak simpan didalamnya?" Kata agen sambil menyerahkan tas kepada empunya.

"Penting sekali," Kata Yudha, dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Ini dia."

"Hahahaha...," tawa agen, melihat kliennya mengeluarkan sebungkus kopi hitam kemasan, yang menurutnya bukan hal yang istimewa. "Kalau itu banyak dijual di warung Pak, saya kira ada yang spesial untuk saya Pak," Canda Agen tersebut.

"Kalau begitu akan ku buatkan kopi yang special untukmu."

"Eh tidak usah Pak," jawab Agen sungkan. "Biar saya saja Yang buatkan kopi."

"Tenang saja, anggap saja kau tamu ku." Kata Yudha menenangkan, "Lagi pula, Aku jago membuat kopi. jadi Duduklah." Kata Yudha kemudian bergegas kedapur.

Kini dia akan membuktikan kepada tamunya tentang keahlian yang ia ceritakan tadi. setelah berada disebuah dapur yang lengkap dengan peralatan terbaik, Yudha memulai aksinya. Menyiapkan dua cangkir dan mulai meracik.

"Kres kres kres..." suara kemasan kopi yang dibuka dengan gunting. Dengan sebuah sendok kecil, Yudha memasukkan persis dua takar kopi kedalam masing masing cangkir. Kemudian menuangkan air mendidih yang sudah ia jerang diatas kompor. Inilah yang membuat kopi buatannya special, yaitu kopi akan disiram dengan air mendidih dari atas kompor. dengan begitu kopi akan matang sehingga menjadi sangat nikmat dan mengeluarkan aroma wangi yang sempurna.

Benar saja, aroma itu segera menyebar hingga tercium tamunya yang sudah tidak sabar menikmati kopi buatan bosnya. "Ini untukmu," Kata Yudha setibanya diteras rumah. dengan tangan kanannya ia menyerahkan secangkir kopi untuk tamunya

"Bagaimana? Enak?"

"Enak Pak, tapi kok pahit ya Pak."

"Itu yang namanya kopi, kalau manis gula." Timpal Yudha sambil meneguk kopi buatannya.

Kata kata yang selalu ia ingat tiap kali meneguk kopi. Sebenarnya kata kata itu dia dapatkan dari Siska saat pertama kali membuatkan kopi untuk Yudha. Kopi pertama yang ahirnya menjadi rasa kopi faforit untuknya hingga kini.

"Jadilah seperti kopi walaupun pahit tapi banyak yang suka, itu karena kopi itu jujur. Jadi sepahit apapun kenyatannya tetaplah untuk jujur." Kata Yudha melanjutkan sambil menatap wajah tamunya kemudian menaikkan kedua alisnya.

Kamar Pengantin

Malam baru saja datang, tapi sunyi telah mendatangkan sepi, menyelimuti setiap sudut rumah ini. Sebuah rumah yang seharisnya memberi kesan damai. Bamyak lampu yang mengelilingi rumah ini sehingga menjadi penerang bagi sekitar. Tapi rasanya sebanyak apapun lampu malam ini masih terasa gelap bagi Yudha. Diluar rumah terbentang halaman yang luas dan ditumbuhi berbagai tanaman kayu dan buah, penuh tidak seperti hati yudha yang terasa kosong.Biasanya terdengar suara jangkrik atau katak kawin dari daerah lembab disisi kanan halaman. Namun entah mengapa kebisingan itu tak datang malam ini.

Yudha masih belum beranjak dari tempatnya menikmati kopi tadi sore. Kini ia seorang diri menikmati sepi malam ini. Tamunya sudah undur diri, dan kini tinggalah dia sendiri hanya dengan ampas kopi.

Bibirnya mulai menghisap batang batang kretek dan mengepulkan asapnya. Kini teras rumah itu dipenuhi kepulan nikotin, hingga nyamukpun engan menghampiri.

"Seharusnya aku melakukan ini dari dulu," gumannya. Tentu yang Yudha maksud ini adalah keberanian dan ketegasannya dalam bersikap untuk melindungi orang orang yang dia sayangi, dan menghadirkan kebahagiaan bagi mereka.

Sejak pertemuan pertamanya dengan Siska hingga hari ini, tak sedikitpun perasaannya berubah dalam hal mencintai perempuan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Hatinya selalu berdebar tiap kali bersama Siska, hingga terkadang membuat emosinya tidak stabil dan membuatnya salah dalam bertindak.

Teringat olehnya peristiwa yang membuat yudha bertemu Siska. Usia mereka terpaut jauh. Saat itu Siska baru berusia dua puluh tahun, dan Yudha tiga belas tahun lebih tua. Namun begitu, Siska sudah mendapatkan posisi yang baik di perusahaan tempatnya bekerja. Sehingga bosnya mempercayakan sebuah proyek besar kepadanya. Dan proyek itulah yang membawanya bertemu dengan Yudha.

Yudha bukanlah pemegang proyek dari mitra bisnis perusahaan tempat Siska bekerja. Dia adalah salah satu analis yang kebetulan dibawa dalam tim. Walaupun tiga belas tahun lebih tua dari Siska, Yudha adalah orang paling menarik dalam tim itu. Tubuhnya tidak termasuk katagori tingi bagi laki laki, hanya 165 cm, kalah 3 cm dari Siska. Kulitnya putih dan rambutnya hitam sedikit kecoklatan membuat wajahnya selalu berseri. Dia memiliki mata yang tajam, dengan alis tebal seperti dua ulat bulu hitam yang berhadapan. Hidungnya mancung sempurna ditambah bibir tipis berwarna pink. Benar benar sosok yang menawan.

Pertemuan itu terjadi di Bali. Saat Yudha diperintahkan untuk menjemput Siska dibandara. saat itu Siska datang sehari setelah rombongannya. Yudha saat itu sangat membutuhkan pekerjaan, hingga diapun rela diperintah menjemput yamu, jelas ini bukan jobdes-nya. Namun apa boleh buat. Sebagai anggota tim yang sangat membutuhkan proyek ini demi kelangsungan hidupnya, Yudha menyangupi.

Sesuai jadwal kedatangan. Jam 7 lebih 15, Yudha sudah menunggu di pintu kedatangan bandara Ngurah Rai. Membawa papan nama bertuliskan SISKA. Baru kali ini Yudha ditugaskan menjemput tamu. Dirinyapun hanya diberitahu nama tamunya, tanpa foto, wajah tanpa nomor kontak. baiklah, kini dia hanya bisa menunggu. Terlintas dalam pikirannya jika dia dikerjai oleh pimpinan Tim.

Hingga dua puluh menit berlalu tak seorangpun yang bernama Siska datang menghampirinya.

"Sial, Aku dikerjai mereka, harusnya Aku tolak dari awal, awas saja nanti, akan aku Balas." Umpatnya terus menerus, sambil tetap memegang papan mana bertuliskan SISKA. Kalau saja dia bisa ingin sekali dia berteriak dan menarik siapapun dan dianggap siska. Tidak tahan lagi ahirnya dia menurunkan papa nama itu, mengepalkan tangan kanannya keudara, mengibaratkan kekesalan. kemudian berbalik badan dan berniat untuk kembali ke tempat pertemuan.

Baru saja dia membalikkan badan. Terdengar suara lembut memanggil namanya. "Pak Yudha." dengan segera dia mencari siapa pemilik suara itu. Benar saja, suara lembut itu berasap dari seorang perempuan muda, cantik, enekgik dan mempesona.

"Saya Siska," katanya memperkenalkan sambil mengulurkan tangan untuk berjabatan.

Seketika itu juga jantung Yudha berdebar sangat kencang. Dalam hati Yudha bertanya benarkah Siska yang dimaksud pimpinan timnya adalah perempuan dihadapannya sekarang? Dalam hati itu pula, Yudha memuja perempuan yang membuat jantungnya berdegup. Belum sempat Yudha menyambut tangan Siska, perempuan muda itu kini menerima sebuah pangilan lewat telepon.

"Iya Pak, saya sudah bertemu dengan Pak Yudha." Kata Siska pada seseorang diseberang telepon.

"Bapak ingin berbicara dengan pak Yudha?" Katanya kemudian memberikan teleponnya kepada Yudha. Ternyata orang yang menelepon siska adalah mimpinan timnya, yang memastikan kliennya sudah dijemput oleh Yudha.

"Halo Roy," Kata Yudha begitu mendengar sapaan dari orang tersebut.

"Kalau uda ketemu, langsung antar ke tempat acara. Jangan macem macem." Kata Roy memperingatkan teman dan juga bawahannya.

Sebagai teman, Roy sangat paham dengan watak Yudha saat melihat perempuan seperti Siska.

"Iya iya, tenang saja."

"Dua puluh menit belum sampai tempat pertemuan, awas."

"Hahahaha...," Yudha hanya tertawa kemudian mengembalikan teleponnya kepada siska.

***

Tidak jauh dari lamunan Yudha. Masih didalam rumah yang sama, disebuah ruangan di lantai dua. Ruangan berwarna merah muda dengan hiasan tokoh putri dari sebuah kartun terkenal saat ini, ratu Elsa dan putriAna, tak ada satu anak perempuanpun yang tidak mengidolakan mereka. Kisah persaudaraan yang dapat mengendalikan kekuatan pembeku dari sang ratu, hingga akhirnya mereka bisa hidup bahagia menerima satu sama lain.

Didalam ruangan itu, terdapat dua ranjang single disusun berdampingan, dengan meja kecil kayu sebagai pembatas. Satu ranjang disebelah kanan dekat jendela terbaring seorang anak perempuan berusia sembilan tahun. Matanya terpejam, lelap tertidur karena kelelahan. Sama seperti ayahnya, anak itu memiliki kulit putih bersih dan rambut pirang bergelombang. Dia bernama Lisa, anak pertama Siska Dan Yudha.

Adiknya yang juga memiliki warna kulit dan rambut yang sama bernama Lili, yang juga sedang tertidur tepat dipelukan ibunya di ranjang sisi dalam. Mereka bertiga agaknya kelelahan setelah merapikan pakaian yang tersisa dari koper ke lemari. Hingga Siska juga ikut terlelap.

Sayup sayup terdengar oleh Siska suara pintu kamar diketuk. "Tok tok tok" disusul dengan deritan pintu.

"Sayang sudah tidur?" Suara Yudha dari balik pintu. Kemudian melangkah mendekati ranjang.

Sementara siska memilih untuk tetap memejamkan mata dan pura pura tertidur.

Melihat Istri dan anaknya tertidur lelap, Yudha tidak mau menganggu dan memilih membetulkan selimut mereka, meredupkan lampu kemudian beranjak meninggalkan kamar.

Setelah memastikan Yudha sudah keluar kamar, Siska membuka matanya tepat saat mendengar suara pintu ditutup.

"Hhhhhhmmm," Siska menghela nafas kemudian duduk menyandarkan pungungnya pada penegak ranjang. Tangan kanannya mengapai smartphone diatas meja pembatas. Kemudian mengaktifkan.

Seharian dia tidak membukanya. Matanya memicing melihat layar smartphone dengan cahaya redup. Terlihat foto Siska bersanding dengan Yudha di pelaminan. Foto yang baru diambil dua hari lalu. Tersirat kelegaan pada wajah Siska tiap kali melihat foto itu.

Dirinya dan Yudha akhirnya sudah resmi menikah. Diakui agama dan negara. Tidak ada lagi kekhawatiran yang disembunyikan. Namun dibalik kelegaan itu Siska masih belum begitu percaya sepenuhnya kepada Suaminya. Memang harus diakui, sejauh ini Yudha sudah benar benar membuktikan kesunguhannya.

Yudha telah melakukan satu persatu janjinya setahun lalu pada Siska.

"...kasih kesempatan Aku sekali lagi untuk melakukan yang belum pernah aku berikan kepadamu, yaitu kebahagiaan." terlintas kata kata Yudha sampaikan melalui telepon saat itu.

Satu tahun lalu Yudha kembali menghubungi dirinya melalui WhatsApp dengan nomor baru. namun begitu tahu jika itu adalah ayah dari anak anaknya, Siska mengabaikan bahkan memblokir nomor nomor itu. Saat itu Siska telah memilih untuk menjalani semuanya sendiri, perjuangnnya selama ini untuk hidup bersama Yudha telah pupus karena sikap Yudha. Maka siska memilih tidak lagi pemperdulikannya. Laki laki yang sudah dengan tega meninggakan Siska dan anak anaknya, tepat empat hari setelah kelahiran anak kedua mereka.

Pagi itu, Saat Siska sedang menyusui anak keduanya. Bayi yang masih merah. Kemudian Yudha yang baru selesai salat subuh mendekat. Memperhatikan bayinya yang sangat kencang menyusu. Dielusnya kepala sibayi.

"Hari ini jam berapa mau antar imunisasi?" Tanya Siska. Tadi malam mereka telah sepakat akan mengantar anak keduanya kerumah sakit.

"Terserah kamu, aku akan pulang sebelum jadwalnya." Kata Yudha tanpa memalingkan pandangannya dari si bayi yang kini sudah kembali tertidur. "Kamu baringkan dulu dia." Perintanya kemudian.

"Kalau begitu jam sepuluh ya, supaya tidak lama mengantri." Kita Siska sambil membaringkan bayinya di sebuah keranjang bayi sederhana.

"Baiklah, Aku pasti pulang sebelum jam 10." Yudha menyusul Siska, yang sedang merapikan bajunya.

"Kamu doakan aku, semoga kali ini aku berhasil." Kali ini Yudha tepat dibelakang siska. Bersiap untuk memeluknya dari belakang. Melingkarkan tangannya kepingang siska.

"Aku sayang banget sama Kamu," sesaat mereka menikmati, saling memberikan kehangatan dalam pelukan.

"Sekarang Aku pergi dulu ya." Yudha berpamitan. Siska mengangguk pelan. Matanya berbinar penuh harapan.

"Hati-hati." Pesannya sesaat setelah Yudha menciumnya. Dan itu adalah ciuman terahirnya dengan Yudha. Sejak saat itu, Yudha tak pernah kembali.

Hati Siska hancur sehancur hancurnya. Ini bukan kali pertama Yudha pergi tanpa kejelasan. Namun lagi dan lagi Siska terpedaya, keputusannya membawa jauh Yudha dari kotanya ternyata salah. tujuannya adalah agar Yudha tetap berada disampingnya, namun ternyata Yudha tetap saya menghilang.

Haripun telah berganti. Bayi yang dulu masih merah kini telah pandai berceloteh. Begitupun dengan Siska, Tidak membutuhkan waktu lama, siska yang kemarin terpuruk perlahan mulai bangkit. Berusaha untuk pulih dan berjuang kembali.

Langkah pertamanya adalah menghubungi teman teman yang bersedia membantunya. Tentu banyak teman yang dengan ringan membantunya. Dimana teman temannya Siaka adalah orang yang baik, sehingga pantas mendapatkan kebailkan pula.

Jika diingat saat itu, Sejujurnya keadaannya sangat menyedihkan. Uang tabungan siska hanya cukup untuk menyewa sebuah rumah petak dipingiran kota. Satu satunya mobil yang dia miliki dibawa pergi oleh Yudha, Walaupun sembulan kemudian didapati informasi jika mobil itu berada di bengkel untuk diperbaiki.

Pihak bengkel mendatangi langsung Siska ke rumah petaknya, itupun siska harus membayar puluhan juta untuk perbaikan dan sewa parkir, Karena dianggap kelalaian pemilik tidak mengambil mobilnya setelah selesai diperbaiki. untunglah mobil tua itu kembali.

Memang, sebelumnya Siska dan Yudha tak pernah tinggal bersama, sekalipun mereka telah memiliki seorang anak. Siska memilih untuk merawat anaknya seorang diri. Siska meminta Yudha kembali kepada keluarga yang telah dibinanya jauh sebelum bertemu Siska. hal itu Siska pilih begitu tahu jika Yudha telah menikah sebelumnya, dengan kata lain Yudha membohongi Siska untuk membuatnya jatuh cinta kepada Yudha dan menyerahkan segalanya.

Suatu ketika, saat anak pertamanya akan memasuki sekolah dasar, anak itu ingin bertemu ayahnya. Untuk membesarkan hati anaknya, Siska memenuhi permintaan itu. Ahirnya Siska kembali mencari informasi tentang Yudha kemudian menemuinya dan mempertemukan dengan anaknya.

Yudha ya!ng merasa diberikan kesempatan kedua, sangat bahagia. saat kesempatan itu datang kembali, dia merasakan detak jantun yang sama seperti saat pertama bertemu Siska. Dalam pertemuan itu Yudha kembali merayu Siska dan memaksa untuk menghabiskan malam bersama. Siska menolak, namun Yudha sengaja membuat siska setengah sadar sehingga bisa menghabiskan malam bersama.

Akibat perbuatan itu, siska hamil. Kali ini siska menuntut pertangung jawaban Yudha. Namun setelah itu, Yudha yang merasa tidak siap kembali mengambil keputusan keliru. Yudha mengatakan bersedia bertangung jawab, namun Siska harus membantunya. Siska yang sudah kepalang tangung ahirnya menyangupi.

Bantuan yang Yudha maksud adalah berupa sokongan dana untuk mengembangkan usahanya. Namun nyatanya usaha itu tidak pernah terwujud. Yudha justru memakai uang Siska untuk menutupi hutang hutangnya. Kasian Siska.

Hingga ahirnya saat kelahiran anak keduanya tiba. Siska yang saat itu sudah mulai kehabisan uang, memaksa Yudha datang ke kota tempat Siska berada. Dan memaksa Yudha untuk tinggal bersamanya, dengan tujuan bisa membantu merawat anak anaknya sementara siska memulihkan dirinya. Yudha datang walaupun hanya untuk empat hari, dan tidak kembali lagi.

***

"Baiklah, jika kamu memang bersunguh sungguh. Aku beri waktu satu tahun untuk mempersiapkan dan membuktikannya." Jawab Siska melalui pesan suara, sebulan setelah Yudha terus menerus menghubungi nomornya.

Pesan suara itu menjadi penyemangat bagi Yudha hingga tercapai semua ini. Dalam waktu tidak melebihi dari yang ditentukan Siska. Tepat satu tahun dan Yudhapun mengucapkan ijab kobul, janji suci dihadapan para wali, menjadi suami yang akan bertangung jawab sampai ajal nanti.

Setelah ijan kobul, Siskapun terbang bersama keluarga kecilnya, dan saat ini Siska berada di kamar anak-anaknya, memutuskan untuk menemani mereka malam ini.

Sementara Yudha telah berada dikamarnya. Melewati malam sendiri hingga pagi menghampiri. Kamar pengantin yang telah dipersiapkan khusus untuk Siska. Namun hingga kini, tak selangkahpun siska memasuki, tak sedetikpun siska melihat keindahan kamar pengantinnya.

Berbeda dengan siska yang menganggap malam ini seperti malam malam yang lain. Dan memilih untuk tidur bersama anak anaknya. Kali ini Yudha benar benar ingin menghabiskan malam bersama istrinya. Malam pertama di kota Jogja, Malam pertama juga setelah menyandang status suami Istri.

Memang dulu mereka sering menghabiskan malam bersama, berjanji bertemu dari satu hotel ke hotel lain. Namun Yudha sadar yang terjadi dulu hanyalah sebuah pemaksaan akibat dirinya tak bisa mengendalikan nafsunya. Namun begitu Yudha tidak sedikitpun menyesali keberadaan siska dan anak anaknya Saat ini.

Telur Asin Yudha

Pagi telah tiba. Siska sudah bangun sedari tadi. Kini sedang merapikan dirinya di kamar mandi, masih di kamar anaknya. tersadar olehnya, jika dirinya belum berganti baju dari kemarin. Teringat hal itu, Siska berniat mengambil baju yang telah tersusun rapi dilemari kamarnya, jauh sebelum kepindahannya kemarin. Maka dia harus ke kamarnya. Hal yang sengaja dia hindari sejak tiba di rumah ini. Rasanya belum siap untuk sekamar bersama Yudha. "Ah, akukan hanya mengambil baju, tidak akan terjadi apa apa." pikirnya sembari perlahan melangkahkan kaki.

Dengan hati hati, Siska meninggalkan kamar anaknya menuju kamarnya. Siska berjalan sangat pelan, menghindari ada yang terbangun karena pagi masih gelap.

Langkah Siska terhenti. Tiba tiba saja Siska ragu saat tiba didepan pintu kamarnya. Dia mengurungkan niatnya untuk membuka pintu dan berniat langsung ke dapur untuk menyiapkan sarapan. 

Namun saat dia membalikkan badan, Yudha sudah berada tepat di belakangnya. Padahal Siska pikir Yudha masih tertidur. 

"Eh, selamat pagi," Kata Siska kaku. "Aku kira dikamar." Lanjutnya. Melihat Siska didepannya Yudha hanya tersenyum.

"Dari mana?" Tanya Siska menatap curiga. Muncul rasa dia penasaran pada diri suaminya. Dari mana dan apa yang Yudha lakukan sepagi ini. 

"Aku gak bisa tidur, trus lapar jadi bikin mie tadi." Jawab Yudha malu.

"Benarkah?" kejar Siska dengan tatapan penuh kecurigaan.

"Kamu juga ngapain ragu ragu masuk kamar. Kalau mau masuk, masuk aja kali." Goda yudha kepada istrinya. 

"Ini.., anu.., eh...," Siska mulai salah tingkah. "Siapa yang ragu ragu, aku cuma mau ambil baju, trus kedapur." 

"Oh, ya uda ayo masuk," Kata Yudha sembari memutar gagang pintu dengan tangan kirinya, kemudian mengulurkan tangan kanan untuk mengajak istrinya masuk. 

Gila, kini giliran hati Siska yang berdebar. Sikap inilah yang dia rindukan selama ini, dari laki laki yang selalu ia cintai. Suhu tubunya memanas, pipinya memerah. Tapi dia menahan diri dengan tidak menyambut tangan yudha. "Apaan si," Katanya sambil menepis uluran tangan itu. kemudian masuk mendahului Yudha.

Siapa sangka, ternyata hatinya semakin berdebar saat melihat isi kamar yang penuh cinta. Matanya membulat tidak menyangka Yudha akan menyiapkan ini. 

"Apa-apaan ini?" Jelas bukan kata kata itu yang sebenarnya akan dikeluarkan Siska. "Norak banget." Siska menatap sinis Yudha. 

"Kamu gak suka? Maafin aku ya, niatnya pingin bikin yang spesial. Untunglah kamu gak masuk dari semalam. Aku janji habis ini juga aku beresin." Kata Yudha sambil bersimpuh dihadapan Siska. 

"Baguslah," Kata Siska, kemudian melangkah menjauhi Yudha. Membuka lemari dan mengambil baju sekenanya. Lalu buru buru pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian. 

Sementara itu, Yudha dengan sekuat tenaga mengumpulkan kelopak mawar yang menghiasi ranjang. Merapikan ornamen romantis yang menyebar di dinding kamar. Sehingga kamar rapi dalam sekejab. Sebenarnya kamar ini dipersiapkan untuk memulai pembicaraan yang baik dengan istrinya. Karena selama setahun ini, Siska masih menunjukkan sikap dingin saat bersama Yudha. Namun apa mau dikata, ini justru membuat Siska kesal.

Sejam kemudian, Siska keluar Dari kamar Mandi. bersamaan dengan saat Yudha memasukkan kelopak mawar terahir ke Dalam keresek.

"Begini jauh lebih baik." Kata siska kemudian berjalan keluar kamar. Yudha hanya terdiam. Matanya terus memperhatikan Siska. Sampai Siska berhenti selangkah sebelum membuka pintu, kemudian Siska membalikkan badannya ke arah Yudha. sontak Yudha menjadi malu karena ketahuan memperhatikan istrinya.

"Kamu mau tidur lagi?" tanya Siska berusaha menghilangkan kecangungan.

"e..enggak, Aku hanya membersihkan ini." Yudha menunjukkan kelopak terahir di tangannya.

"Kalau begitu tolong bangunkan anak anak ya. jangan sampai mereka telat di hari pertama ke sekolah."

"Iya sayang," Yudha berdiri.

"Aku langsung siapkan sarapan dan bekal di dapur."

Keduanya beriringan meninggalkan kamar pengantin ciptaan Yudha. Kamar pengantin yang harus dibersihkan sebelum digunakan.

***

Hari ini adalah hari sibuk bagi Yudha dan Siska. Hari pertama anak anak mereka masuk sekolah. mereka telah memilih sekolah terbaik bagi anak anaknya. Selain itu hari ini juga merupakan hari pertama Yudha membuka tokonya sebagai usahanya secara resmi. Akan ada peresmian sederhana di rumah mereka, sekaligus beramah tamah dengan tetangga baru.

Maka dimulailah kegiatan hari ini. Yudha sudah menghidupkan mesin mobil. Di bangku belakang duduk Lisa dan Lili, berseragam lengkap, yang satu merah putih, dan adiknya berseragam batik hari ini. Rambut mereka diikat dua agak ke atas dengan poni tengah sempurna. Masing masing mengendong ransel Dan memangku botol minum berisi air putih.

"Sudah siap untuk belajar?" Tanya Yudha bersemanggat.

"SUDAH!!!" jawab keduanya bersamaan

"Baiklah, Coba ayah cek, seragam lengkap?"

"LENGKAP!"

"buku Dan alat tulis lengkap?"

"LENGKAP!" begitu seterusnya. Yudha menyebutkan satu satu barang Yang biasa dibawa ke sekolah. Dan dengan bersemanggat lisa dan Lili menganggapi.

Sampai ahirnya Siska masuk dan duduk di samping Yudha. Seketika percakapan Yudha dan anak anak berhenti. Yudha kembali menghadap depan, supaya terlihat sibuk dengan tugasnya sebagai supir hari ini.

"Sudah siap untuk be..." siska mencoba memulai lagi. Namun terhenti Oleh keluhan Lisa.

"Ah ibu..., ayah sudah menanyakan semuanya tadi. Dan semuanya sudah lengkap, iya Kan ayah? tolong ayah sampaikan ke ibu."

Siska menatap Yudha. "Benarkah ayah?" Kali ini suaranya dibulatkan, agar Yudha tahu dirinya bercanda.

"Sudah sayang, anak anak kita sudah siap untuk hari pertamanya ke sekolah."

"Wahhh senangnya, sekarang sudah ada yang mengantikan tugas ibu untuk mengecek sebelum berangkat. Terimakasih ayah."

"Terimakasih ayah," Yudha tersenyum mendengar anak anaknya menirukan Kata Kata ibunya.

"Ayo Kita jalan....," pungkas Siska.

Yudha menginjak gas dan langsung melesat memyusuri jalanan Jogja. rute pertama adalah ke sekolah anak anaknya. Keduanya bersekolah Di bawah naungan yayasan yang sama, berada dalam satu gedung. Lisa di lantai 2 dan adiknya di lantai 1. Siska dan Yudha telah bersepakat untuk bersama-sama memberikan yang terbaik untuk kedua anak mereka.

Hari ini mereka akan berperan menjadi orang tua yang baik. Jika dilihat sekilas, mereka begitu kompak. Keduanya mengunakan pakaian senada bernuansa biru laut yang melambangkan kelembutan. Namun sebenarnya Yudhalah yang sengaja menyamai pakaian Istrinya. Ide itu muncul saat istrinya keluar dari kamar mandi pagi ini.

Jarak rumah dan sekolah tidak begitu jauh. Perlu waktu lima belas menit untuk tiba di sekolah. Untunglah Yudha memilih jalan yang benar, sehingga tidak terkendala macet pagi Kota Jogja. Kini mereka sudah berada di depan gerbang sekolah. Selanjutnya adalah mencari tempat parkir. seorang penjaga sekolah menghampirin dan memberi arahan, menunjukan lokasi parkir.

Dari dalam mobil kedua bocah itu terus saja membebaskan matanya mengamati lingkungan baru. bisa dikatakan jika ini adalah Lingkungan sekolah yang sangat ramah. Begitu kesan yang terlihat saat pertama kali memasuki aren ini. terlihat dari kejauhan, telah berjejer guru PAUD dan TK di lobby sekolah. Tentu saja mereka menunggu anak didik, tidak jauh dari mereka beberapa anak usia PAUD dan TK diantar orang tua, baru saja turun dari mobil. Sementara dihalaman sekolah sedang berlatih satu group paskibraka untuk persiapan hari kemerdekaan. Kemudian mobil silih berganti, mengantri mengantarkan anak anak mereka hingga ke lobby.

Siska dan Yudha memilih untuk berjalan bersama dari tempat parkir, melewati jalan khusus perjalan kaki. Setibanya di lobby, mereka disambut oleh ibu Rika dan ibu Mora. ibu Rika adalah walikelas Lisa Dan ibu Mora adalah walikelas Lili.

Selanjutnya kedua guru ittulah yang akan mengantarkan ke ruang kelas masing masing. setelah bersalaman dengan orang tuanya, mereka berpisah.

Sementara Yudha Dan Siska dipersilahkan untuk meninggakan sekolah. semua informasi telah mereka dapatkan, sehingga bisa dengan tenang mempercayakan buah hati mereka kepada pihak sekolah.

***

Siska bersama kedua anaknya menuruni tangga. Terlihat olehnya Yudha sedang mengarahkan fotografer yang disewa khusus untuk mengabadikan momen ini. Tak jauh dari tempat Yudha berdiri, tersusun hidangan lezat dari rumah makan terbaik di kota ini, aroma wanginya menyebar ke setiap sudut ruangan yang telah didesain layaknya pesta.

Tetangga dan tamu undangan mulai berdatangan. Siska yang baru saja menuruni anak tangga terahir, meminta anaknya untuk duduk. Kemudian dirinya menghampiri Yudha yang telah selesai memberikan arahan kepada fotografer.

"Bagaimana sudah siap?"

"Iya sayang, dengan tuan rumah secantik kamu, acara ini Akan sempurna."

"Maksudku telur mu, sudah siap?" Mendengar perkataan istrinya yang rancu menurut Yudha, membuat yudha bertingkah aneh.

Yudha menegakkan tubuknya. Mengambil nafas panjang. "Sudah." jawab ya singkat. kemudian membisikkan sesuatu ketelinga siska.

"Auauauauau....," Yudha kesakitan Karena tiba tiba Siska menginjak kakinya. Agaknya bisikan tadi membuat siska kesal.

"Telur asin dari toko mana? belum diantar juga sama pegawai? kata Siska menjelaskan apa yang dimaksud telur olehnya.

"Ohhhhh...." yudha yang baru sadar dengan maksud Siska menjadi malu. Yudha mengaruk kepalanya Yang tidak gatal. Ternyata terlalu cepat dirinya mengasumsikan telur yang Siska maksud.

"Nah itu mereka." Kata Yudha setelah melihat dua orang anak buahnya membawa sekotak telur asin sebagai tester dan bagian dari hidangan sore ini.

Yudha memilih membuka usaha telur asin. dengan pertimbangan telur asin bisa dijadikan lauk instan bagi mahasiswa dan Juga masyarakat umum. Harga yang terjangkau sehingga siapa saja bisa menikmati ya, ditambah telur asin bisa disimpan karena tahan lama.

Usaha ini sudah berjalan enam bulan. ya, Yudha lebih dahulu berpindah ke Jokja untuk memulai usaha ini. Dan benar saja, usahanya selama ini mulai membukakan hasil. Kini Yudha telah memiliki sebuah toko telur asin yang baru saja di upgrade dan akan diresmikan sore ini.

Pertimbangan Yudha Kali ini tepat. telur asin memang banyak dicari oleh masiswa, santri, pekerja yang notabene mereka sibuk Dan harus mengirit. Usaha ini memiliki peluang yang bagus kedepannya.

Tiga bulan pertama di Jogja, Yudha mencoba berbagai peluang usaha, namun selalu gagal. Yudha sempat putus asa waktu itu, tabungannya sudah menipis. Hingga ahirnya Siska yang waktu itu masih berada di Jakarta menyuruh Yudha berhemat salah satunya dengan membuat telur asin sebagai lauk, Sama seperti cara siska berhemat dulu. Siska mengirimkan resep telur asin miliknya.

Yudha mulai mencari bahan dan membuat telur asin untuk dikonsumsi sendiri. Dan ternyata rasanya enak serta memiliki tekstur yang lembut. Tak disangka, teman teman kontrakannya menyukai rasanya.

Maka Yudha membuat lebih banyak dan menjualnya. Lama lama semakin banyak yang tahu dan mencari telur asin buatan Yudha. Dan tak disangka telur asin Yudha sekarang sudah memiliki banyak pelangan. Bahkan banyak toko lain yang meminta Yudha menjadi pemasok.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!