BUNGA TANPA MAHKOTA

BUNGA TANPA MAHKOTA

PULANG, PERGI LAGI, MENJALANKAN MISI

Suasana rumah besar keluarga Hardhana yang terpandang bagi masyarakat desa setempat itu nampak ramai dan ceria, seluruh keluarga mereka berkumpul masih dengan sisa nuansa hari raya besar umat muslim seluruh dunia, idul Fitri.

Putra sulung kebanggaan mereka, Bara Ady Pratama yang menjadi anggota TNI AD berpangkat kapten dalam perwira pertama dan juga sebagai ketua tim Alpha sebuah unit pasukan khusus dengan julukan Garuda itu telah pulang, mendapat masa libur setelah menyelesaikan tugas menjaga keamanan perbatasan wilayah negara dengan baik.

Tak hentinya tawa dan celotehan ringan yang mengundang kekonyolan membuat suasana rumah besar yang seringkali nampak khidmat itu hari ini benar-benar pecah bahagia penuh tawa.

Namun keramaian itu seketika hening kala Bara mendapat sebuah panggilan melalui sambungan telepon dari atasannya, Mayor Kolonel, yang memanggilnya secara mendadak dan harus segera berangkat tanpa bisa ditunda untuk segera menuju Markas.

"Kapten Bara Ady Pratama, siap, laksanakan!"

",,,,,,"

"Hormat."

"....."

Bara menurunkan tangan yang tadi menggenggam ponsel setelah sambungan telepon itu dimatikan, suasana lengang seketika.

Nayaka, anak perempuan berusia 12 tahun yang masih duduk di bangku kelas 6 SD, adik bungsu Bara itu berdiri lesu meninggalkan ruang tengah sambil menahan tangis kembali masuk ke dalam kamarnya.

Sedangkan Ayumi, ibu Bara. Matanya sudah nampak berkaca-kaca, dan dia lekas menghapus setetes air mata yang luruh membasahi pipi tanpa seizinnya.

Ayumi tahu, tugas yang diemban putra sulungnya memanglah sangat berat, sama halnya dengan suaminya dulu yang berpangkat sebagai Mayor Perwira tinggi sebelum akhirnya pensiun di usia 58 tahun.

Hardhana, Ayah Bara. Pria yang mengenakan sarung dan kaos oblong putih yang sudah nampak lelah di usianya yang senja itu menghela napas halus, menyandarkan punggung dengan tenang pada sandaran sofa, melepas kaca mata tua yang dikenakannya, lalu menatap bangga putra sulungnya.

"Kak Bara akan pergi lagi?" itu suara Arshaka, adik laki-laki Bara, pemuda berusia 18 tahun yang tengah duduk di bangku kelas 12 SMA. Pemuda yang sangat tampan dan selalu menjadi bintang sekolah.

"Iya, kakak harus pergi." jawab Bara tegas melihat Arshaka yang juga nampak tidak rela.

"Kemana lagi sekarang?" tanya Arshaka penasaran, sebenarnya Arshaka sudah tahu jawaban apa yang akan ia dapatkan.

"Itu adalah tugas rahasia." jawab Bara seperti biasa.

"Pergilah, negara dan kedamaian dunia lebih membutuhkanmu, kembalilah dengan selamat, atau, pulanglah meski hanya sebuah nama yang mengharumkan nama bangsa." ucap Hardhana yakin.

Bara berdiri tegap di hadapan ayahnya, mengangkat tangan menggerakkannya tegap memberikan hormat, dan Hardhana mengangguk penuh wibawa beberapa kali menanggapi.

Ayumi lekas berdiri berhambur memeluk Bara setelah putranya itu menurunkan tangan.

"Meski ayahmu selalu mengatakan, saat kau keluar rumah, maka anggaplah anakmu sudah mati, tapi ibu tetap berharap jika kau akan kembali dengan selamat tanpa kekurangan apapun, Nak. Ibu selalu melangitkan doa-doa di setiap saat untuk keselamatanmu," Isak tangis Ayumi pecah, meski mentalnya sudah dilatih sejak lama, tapi hati lemahnya sebagai seorang perempuan dan terlebih sebagai seorang ibu membuat Ayumi tidak bisa menahan air mata yang tetap memaksa untuk ditumpahkan.

Bara tersenyum simpul, membalas pelukan ibunya, mengelus punggung wanita paruh baya yang sudah merawat dan membesarkannya itu penuh kasih. Tak ada kata yang ia ucapkan, hingga keheningan malam benar-benar membawanya pergi dari rumah besar yang baru saja diramaikannya satu Minggu yang lalu.

"Naya,,,, kakak pergi. Jadilah gadis yang kuat dan pintar, kakak percaya Naya adalah yang terhebat." pamit Bara di depan pintu kamar Nayaka yang tak dibukakan oleh sang empunya.

Naya hanya bisa menangis sambil tengkurap di atas ranjang tidur dengan membenamkan wajahnya pada bantal agar suara tangisnya tak terdengar sampai ke luar.

"Kak Bara, pulanglah dengan selamat!" itu suara Arshaka.

Arshaka dan Ayumi mengantar Bara sampai di depan pintu utama rumah.

"Jaga Ayah, ibu, dan Naya." hanya itu yang Bara katakan pada Arshaka sebelum ia lekas melangkahkan kakinya keluar dari halaman depan rumah sambil memegangi tas ransel besar di pundak kanan yang berwarna hitam senada dengan seluruh pakaian yang dikenakannya, mulai dari sepatu, celana, jaket kulit, hingga topi dan masker yang menutup wajah maskulinnya.

Sebuah mobil berwarna putih sudah menunggu Bara di tepi jalan depan rumahnya, Ayumi dan Arshaka menatap sendu kepergian Bara yang memasuki mobil putih itu, lalu bergerak melaju meninggalkan rumah besar keluarga Hardhana membawa putra sulung kebanggaan mereka.

***

21 Juni 2016. Negara AFK tengah. Terjadi konflik berdarah, banyak warga sipil meregang nyawa sebagai korban, tak hanya pria dan orang dewasa, tapi juga wanita dan anak-anak.

PBB mengirim pasukan UNOFK-United Nations Operation AFK-sebagai misi perdamaian, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang menyumbangkan pasukan.

Di sebuah daerah rawan konflik akibat gerakan separatisme yang dilakukan oleh kelompok pemberontak Vry Te Stel (VTS) untuk pembebasan wilayah.

Tembakan demi tembakan dilayangkan oleh pasukan khusus Tim Alpha TNI AD yang dipimpin langsung oleh Bara, dari atas sebuah bukit mengarahkan tembakan pada target yang berada di dekat pengungsian warga sipil, dua Reporter dari MLY menjadi sandera mereka.

Suara ledakan yang menggelegar itu bersahutan di udara, menghiasi langit malam desa terpencil AFK tengah yang sedang perang saudara.

"Gatot kaca, 86? Roger!" Bara bicara menggunakan kode lewat handy talkie kepada Fiki yang berjulukan Gatot kaca, Letnan Satu yang menjadi bawahannya dalam tim Alpha. 86 adalah kode untuk menanyakan situasi dan posisi.

Fiki bersama Timnya pasukan Letnan dua merangsek masuk lewat jalur Utara karena kelompok VTS semua maju ke arah selatan di mana Bara dan pasukan utama Tim Alpha menyerang mereka dari depan.

'Sreekk krekk!' Handy Talkie yang digenggam Bara dalam kondisi jaringan kurang baik.

"Gatot kaca, 86? Roger!" ulang Bara, ia sesekali melayangkan tembakan ke arah target dari persembunyiannya, satu dua target berhasil ia lumpuhkan dari tembak jarak jauh tanpa membuang peluru sia-sia.

"Hormat, Garuda. L-W." balas Fiki yang berarti musuh telah di lumpuhkan dan mereka berhasil memenangkan pertarungan.

"All Eagle, move and clear." perintah Bara pada seluruh pasukan untuk maju karena target utama telah dilumpuhkan Fiki dan timnya, serta dua sandera telah diselamatkan dan aman.

Semua pasukan Tim Alpha bergerak maju untuk melumpuhkan kelompok pemberontak VTS.

Dan pertarungan fisik tak terhindarkan kala kelompok tersembunyi VTS menyerang Tim Alpha dari belakang. Senjata api tak lagi sempat digunakan, hanya mengandalkan ilmu bela diri, kecepatan, ketepatan, kekuatan dan ketangkasan.

Bara berhasil melumpuhkan beberapa lawan setelah ia mematahkan tulang belakang lutut, bahu, atau memukul keras tengkuk hingga para pria berbadan besar, tinggi dan berkulit hitam legam itu tak sadarkan diri. Begitu pun pasukannya yang lain, yang berhasil melumpuhkan lawan masing-masing, hingga kemenangan berada di tangan tim Alpha TNI AD dan diakhiri dengan sebuah ledakan di gubuk tempat persembunyian VTS.

Fiki berlari ke arah Bara yang tengah mengikat beberapa orang kelompok VTS dalam satu ikatan tali tambang besar, dibantu oleh pasukan.

"Hormat, Garuda. Gatot kaca dan tim Eagle berhasil melumpuhkan target, dan menyelamatkan sandera," lapor Fiki pada Bara saat dirasa situasi sudah cukup aman. Nafas pria yang seringkali bertingkah konyol bahkan aneh itu masih ngos-ngosan. Ia menatap Bara penuh tanya.

"Apakah ada yang terluka?"

"Siap, tidak ada!"

"Bagus. Bantuan akan segera datang, pasukan Tentara AFK tengah akan datang membawa mereka ke markasnya, melakukan interogasi secara diam, dan tugas kita selesai sampai di sini," jelas Bara sambil merapikan senjata apinya kembali.

Fiki mengangguk mengerti, ia lantas bicara pada pasukan Letnan dua-bawahannya-untuk mundur. Misi selesai.

"Kau yang bertugas menulis laporan!" ucap Bara yang sontak membuat Fiki tercengang, tugas mengetik naskah adalah hal yang paling tak disukainya, tapi kesempatan bagi Fiki untuk menulis betapa hebatnya dia tadi dalam beraksi. Sehingga senyumnya yang tadi sempat hilang kembali mengembang.

"Siap, laksanakan."

***

Terpopuler

Comments

White Rose

White Rose

mampir kayaknya menarik, TNI oiii

2022-08-07

0

🇵🇸 Mia Rina 🇵🇸

🇵🇸 Mia Rina 🇵🇸

seruuuu... berasa nonton film perang.👍

2022-07-24

0

Bocah Gaming

Bocah Gaming

hallo semua....salam kenal

2022-07-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!