Masa kecil Bara

Fiki dan dua anggota Letnan dua yang berjulukan Semar dan Wiro Sableng, mengantar anak remaja laki-laki yang tadi mencuri roti setelah usai diobati oleh gadis berparas cantik yang ternyata seorang Dokter.

Nama yang tertera di kalung name tag Dokter cantik itu cukup panjang belum lagi dengan gelar-gelarnya, jadi, Bara, yang memperhatikan kalung name tag itu sekilas hanya mengingat nama depannya saja.

Kanaya, rangkaian huruf yang mengingatkan Bara dengan nama adik perempuannya yang sangat ia sayangi, Nayaka, hampir sama.

"Jadi, bagaiamana kau bisa tahu jika anak itu mencuri roti untuk diberikan pada adiknya yang lapar?" Bara mendekati Kanaya yang tengah merapikan beberapa alat medis yang sudah kering setelah di bersihkan, memasukkannya kembali ke dalam beberapa wadah berbeda sesuai tempatnya.

"Ada begitu banyak hal yang terjadi di sini, jika tidak melebarkan mata dan menajamkan pendengaran, maka kita akan dibutakan dan ditulikan seolah semua baik-baik saja," jawab Kanaya yang membuat Bara merasa harga dirinya sedikit tergores. Pasalnya, Bara adalah yang terbaik dalam anggotanya, tapi karena satu pertanyaan kecil yang dilayangkan pada Dokter cantik itu malah mendapat jawaban yang cukup tajam. Seolah Bara bukanlah pengamat yang baik.

Bukan tanpa alasan Kanaya bicara sedikit pedas, ia sudah melihat begitu banyak penderitaan orang-orang selama di sini, dan mengingat Bara yang membuat Tody terluka cukup parah, Kanaya jadi merasa kesal.

"Maaf, tapi aku baru datang ke tempat ini hari ini," bela Bara jujur.

Kanaya berhenti sesaat, melirik lambang yang terdapat pada bahu seragam militer yang Bara kenakan, lambang dua garis hitam. Ia lantas kembali meneruskan pekerjaannya, menata peralatan medis.

"Aku beberapa kali melihatnya, dan mengikutinya sampai ke tempatnya mengungsi, di sana mereka semua kelaparan, tidak ada cukup makanan. Dan anak itu mempunyai dua adik perempuan." Kanaya melangkah pergi meninggalkan Bara setelah mengatakan itu, Bara hanya melihatnya yang semakin menjauh dalam diam.

Fiki dan dua anggota letnan dua, Semar dan Wiro Sableng belum juga kembali dari mengantar Tody, padahal hari sudah sangat sore, seharusnya mereka semua sudah kembali ke Markas. Bara masih menunggu ketiga bawahannya di pos kesehatan.

Selama berada di pos kesehatan, Bara duduk di atas batu, memperhatikan Dokter Kanaya yang mondar-mandir bersama beberapa temannya untuk memeriksa atau memberikan penanganan pada pasien yang sedang di rawat di pos kesehatan.

Dan tanpa Bara duga, Kanaya berjalan mendekat ke arahnya dengan membawa dua gelas teh hangat di atas nampan.

"Silahkan, kau sudah cukup lama berdiam diri di sini tanpa makan dan minum, tapi hanya ini yang bisa kuberikan." ucap Kanaya saat menyodorkan nampan di hadapan Bara, dan Bara mengambil salah satu dari dua gelas teh hangat itu.

Bara mengulas senyum, di balik juteknya Kanaya, dia ternyata gadis yang perhatian.

"Terimakasih,"

Kanaya duduk pada salah satu batu lain di dekat Bara, meniupi tehnya lalu menyeruput nikmat.

Bara terus memperhatikan tindak-tanduk Kanaya yang terus mencuri perhatiannya, wajah cantiknya, kebaikannya, dan ketegasannya, rambut yang bergerak mengikuti angin yang bertiup sepoi, menutup sebagian wajah Kanaya, dan Bara merapikan rambut itu, Kanaya yang sempat kaget hanya membiarkannya saat Bara mengikat rambutnya dengan sebuah tali rumput yang Bara ambil dari tanah.

"Oh,,,, aku memang selalu lupa di mana menaruh jepit rambut, entah sudah berapa banyak aku menghilangkannya, terimakasih," ucap Kanaya setelah Bara selesai menyelesaikan permasalahan rambutnya.

"Apa tidak ada bantuan yang diterima di tempat pengungsian anak laki-laki itu?"

"Tody," kesal Kanaya karena Bara terus memanggil Tody dengan sebutan anak itu seolah dia tak punya nama.

"Yah,,,, Tody." Bara menyesap tehnya, meliha lurus ke depan pada para tentara AS yang sepertinya sedang berpatroli.

"Ada, tapi sering kali datangnya terlambat, karena, tempat itu jauh melewati hutan."

Bara mengangguk mengerti menanggapi penjelasan Kanaya, pantas saja jika ketiga anak buahnya belum juga kembali saat ini. Karena mereka menempuh jarak yang cukup jauh.

"Aku mendengar keberhasilanmu dan tim yang melumpuhkan kelompok pemberontak VTS, kau yang memimpin gerakan itu bukan? Beberapa tentara AS yang berada di sekitar sini terus membicarakan kehebatan kalian, aku turut bangga." ujar Kanaya yang membuat hati bara merasa senang atas pujian yang diberikan. Apakah ini lampu hijau? Ah, sepertinya terlalu cepat.

"Kami menjalankan tugas sesuai perintah," balas Bara menyembunyikan hati yang terasa mulai bergetar. Tanpa sengaja saat Kanaya menoleh, netranya dan Bara justru bertemu, dan saling mengunci, mereka tersenyum manis bersamaan dengan perasaan salah tingkah.

***

Sepanjang perjalanan kembali ke Markas, Bara terus tersenyum mengingat kebersamaan singkatnya dengan Kanaya, itukah yang dinamakan cinta? Ketika kita merasakan ada desiran dalam hati, sebuah perasaan yang membuat kita merasa senang dan ingin selalu berada di dekatnya, serta, tiba-tiba saja semua yang ada di sini terlihat begitu indah, padahal semua biasa-biasa saja sebelumya.

Langit malam yang hitam cerah berhiaskan jutaan bintang itu menjadi titik fokus pandang Bara.

Berbeda halnya dengan Fiki yang mengemudikan mobil Jeep yang mereka tumpangi, ia nampak lesu dan sedih setelah mengantar pulang Tody tadi.

Begitupun Semar dan Wiro Sableng yang berbisik-bisik di jok belakang, membicarakan ulang bagaimana menderitanya orang-orang yang berada di pengungsian.

"Tulang rusuk mereka sampai terlihat sangat jelas menonjol dari dalam kulit tipisnya." Fiki membuka suara, Bara tersadar dari pikirannya sendiri yang terlalu dalam menyelami Kanaya, mendengarkan dan memperhatikan apa yang ingin Fiki ceritakan, belum pernah Bara mendengar Fiki bicara dengan nada seserius ini.

"Aku tidak bisa memikirkan bagaimana mereka akan terus bertahan dalam keadaan krisis pangan, kesehatan, dan kesejahteraan seperti ini. Air yang mereka ambil dari aliran sungai yang mulai mengering itu tercium bau dan kotor, lalu mereka jadikan sebagai air minum, dalam satu Minggu mereka belum tentu bisa mandi satu kali, dan bantuan air bersih tidak dapat mencukupi. Aku akan membawakan mereka sesuatu saat nanti aku kembali mengunjungi mereka ke sana."

Bara mendengarkan dengan seksama.

'Glodak,' ban mobil sepertinya baru melewati bongkahan batu hingga mobil itu sedikit bergerak oleng, tubuh ke empat penumpangnya terhuyung-huyung, hari sudah malam, untuk kembali ke desa terpencil tempat markas mereka berada memang cukup jauh dari pinggiran kota yang mereka datangi tadi, dan jalanan tanah berbatu ini juga cukup buruk.

"Ceritakan!" ucap Bara memberi perintah pada Fiki untuk menceritakan keadaan di tempat yang baru saja tadi Fiki, Semar dan Wiro Sableng kunjungi, sebuah cerita sedih yang menemani perjalanan mereka untuk kembali ke Markas.

Fiki mulai menceritakan bagaimana kehidupan para warga sipil yang mengungsi di tempat pedalaman itu, yang kekurangan sandang, pangan, dan jauh dari kesejahteraan. Namun pikiran Bara justru menerawang jauh ke puluhan tahun silam saat dirinya masih bocah, saat dirinya hidup dalam kemiskinan dan penderitaan bersama keluarga lamanya.

***

Masa kecil Bara.

Usia Bara baru menginjak 8 tahun waktu itu. Malam di mana ia mendengar teriakan demi teriakan bersahutan antara emak dan bapaknya dari kamar mereka, sedikit takut meski itu bukan kali pertama kedua orang tuanya bertengkar, dan biasanya berakhir dengan beberapa luka lebam di wajah serta tubuh emaknya, hasil karya tangan bapak Bara.

Sejenak Bara terdiam, menutup buku bahasa Indonesia kelas 2 SD yang sudah sangat lusuh yang ia baca, buku bacaan yang hampir rusak sepenuhnya karena Bara dapatkan buku itu dari bekas kakak kelasnya yang merupakan tetangganya.

Bara keluar dari kamar kecilnya yang pengap dan sumuk, berniat melihat ke kamar orang tuanya, namun langkahnya terhenti kala ia berpapasan dengan sang Bapak yang sudah keluar terlebih dulu dari dalam kamarnya yang berdekatan dengan kamar Bara.

Bapak Bara hanya menatap Bara dengan linangan air mata tanpa mengucapkan sepatah kata, setelah itu pria itu pergi meninggalkan rumah, awalnya Bara mengira jika Bapaknya akan pulang esok hari seperti biasanya, namun ternyata, itu adalah terakhir kalinya Bara melihat Bapaknya.

Bara memasuki kamar orang tuanya, di sana, emak Bara duduk di lantai tanah menekuk kedua lututnya sedada membenamkan wajahnya di antara kedua paha. Terdengar Isak tangis yang menyesakkan dada dari wanita itu. Pilu.

"Mak,,," Bara hendak memeluk emaknya, namun gerakan reflek yang dilayangkan Emak Bara membuat Bara mundur karena emaknya mendorongnya.

Kaget, Bara menatap wajah sembab emaknya dengan tatapan takut.

Terlihat sesal di wajah Emak Bara, ia lantas merengkuh tubuh kurus anak laki-lakinya, menangis dalam diam, dan Bara juga hanya diam, membiarkan emaknya menangis memeluknya.

Malam itu, Emak Bara meminta Bara menemaninya tidur di kamarnya, dan mereka berbaring beriringan di atas ranjang rotan yang berderit tiap kali ada pergerakan.

Bara tak kuasa melihat wajah emaknya yang terus menangis, lebam di ujung bibir dan pelipis emaknya menjelaskan semua, ia pun membenamkan wajah dalam pelukan emak yang berbaring menghadapnya.

"Bara, saat kelak kau dewasa, jadilah pria yang bertanggung jawab, menyayangi anak-anak dan melindungi perempuan, jangan pernah sekalipun kau mengangkat tanganmu pada seorang perempuan, dan setialah kelak saat kau sudah menikah." pesan yang emak Bara katakan saat perempuan yang perutnya buncit hamil 7 bulan itu mengelus rambut Bara, dengan suara lirih dan parau.

"Iya, Mak!" patuh Bara, padahal di usianya saat itu Bara masih belum mengerti benar apa yang emaknya katakan, Bara hanya merekam pesan itu dalam memori kecilnya, untuk selalu ia ingat.

Malam itu Bara tertidur sambil memeluk emaknya, berpikir jika semua akan baik-baik saja, Bapaknya yang pergi akan kembali esok hari, dan akan berbaikan lagi dengan emaknya, seperti biasa.

***

Terpopuler

Comments

White Rose

White Rose

Thor, aku sesak baca masa kecil bara. eh besarnya jatuh cinta sama kanaya malah nikahnya sama cewek lain.. aduh thor

2022-08-07

0

Vita Zhao

Vita Zhao

cie bara dan kanaya sama2 suka nih🥳

ya ampun kasian banget masa kecil bara🥺

2022-07-09

0

•§͜¢• ᖇiᖇiꫀׁׅ 🦢🍒

•§͜¢• ᖇiᖇiꫀׁׅ 🦢🍒

ya ampun ka ziy knp ksh cabe bawang ga nanggung2 sih🤧🤧🤧🤧

2022-07-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!