Secantik Kupu-kupu
Hari Sabtu di sebuah Universitas ternama dan terbaik di Negeri ini. Seorang gadis tengah membersihkan sebuah halaman dari banyaknya guguran daun kering.
"Srek! ... srek! ... srek! ...."
Suara dari sapu lidi memecah keheningan di sebuah kampus yang tengah sepi karena para mahasiswanya masih menikmati libur semester.
"Jelita!" panggil seorang Bapak tua pengurus kebun.
Jelita menoleh ke sumber suara sambil tersenyum dia bertanya, "Iya Pak Budi, ada apa memanggil saya?"
"Istirahat dulu, mari duduk temani Bapak. Oiya bagaimana dengan keadaan Ibumu?" tanya pria ini sesekali mengusap peluh di dahinya.
Jelita menunduk, dia merasa sedih jika mengingat kondisi Ibunya yang sedang sakit, dengan berusaha tegar Jelita membalas pertanyaan tersebut. "Ibu masih sama, belum ada kemajuan."
Pak Budi merasa iba, apa daya dia hanyalah orang miskin dan tidak sanggup membawa seorang teman untuk berobat. Tanpa terasa Pak Budi menghela nafas panjang, beliau mengambil sesuatu dari saku baju lusuh yang dia kenakan lalu memberikannya kepada Jelita.
"Ini Bapak ada sedikit uang, kamu bisa pakai untuk beli lauk."
Jelita menolak pemberian dari Pak Budi, dia merasa telah banyak berhutang dengan beliau. "Tidak perlu Pak, hutang kemarin saja saya belum kembalikan."
Pak Budi tersenyum kemudian meraih tangan Jelita yang masih memegang sapu lidi. "Jangan dianggap hutang. Bapak ikhlas memberikan ini untuk kamu, Nak."
"T-tapi Pak ...."
"Tidak usah menolak, ambil saja. Bapak lanjut bekerja lagi ya." Pak Budi meninggalkan Jelita dan kembali bekerja.
Pemberian dari Pak Budi membuat Jelita menangis haru. Walau uang yang berada di tangannya itu hanya bernilai sepuluh ribu rupiah, tetapi bagi Jelita yang terlahir sebagai seorang anak miskin rejeki tersebut amatlah sangat berharga.
Jelita menghapus air matanya lalu berjalan mendekati Pak Budi, dia meraih tangan pria tua tersebut dan menatapi sebuah tangan dengan sedikit keriput dan berwarna kehitaman akibat sengatan matahari.
Sambil memejamkan kedua mata, Jelita meletakkan keningnya diatas punggung tangan Pak Budi dan berucap, "Terima kasih Pak, Jelita mohon pamit sebentar untuk melihat Ibu."
"Sama-sama, pergilah dan cepat kembali."
Pak Budi mengusap atas kepala Jelita dan menatapi gadis muda tersebut dari kejauhan, dengan hati pedih dia harus melihat perjuangan anak semuda itu dalam menjalani kehidupan yang begitu berat.
"Anak yang malang, sejak kecil sudah di tinggal ayahnya. Sekarang harus menghidupi diri sendiri dan juga mengobati ibunya yang sedang sakit." Pak Budi terus bergumam dalam hati sesekali dia menggelengkan kepala karena memikirkan kerasnya hidup ini.
***
Yah! Dunia ini memang tak adil bagi sebagian orang termasuk Jelita, dengan langkah kaki terus bergerak dia menuju rumah yang tidak terlalu jauh dari tempatnya bekerja.
Bubur hangat polos seharga lima ribu rupiah dia genggam dengan erat, berharap ibunya tidak kelaparan padahal dia sendiri sudah merasakan perih pada lambungnya.
"Kreeott ...."
Pintu dari kayu rapuh itu dibuka dengan perlahan. Sambil mengucapkan salam, Jelita masuk dan bergegas menghampiri Ibunya. Tanpa membuka sendal jepit usang miliknya, Jelita masuk menapaki lantai yang masih berupa tanah merah.
Dia mendapati Ibunya yang tengah terbaring di atas sebuah kasur lapuk, Jelita menggapai tangan sang Ibu yang sedikit bengkok dan terlihat kaku lalu mencium punggung tangan nya.
"Jelita mampir bawa makanan, tunggu sebentar ya Bu Jelita mau ambil mangkok dulu."
Jelita bergegas ke dapur untuk mengambil sebuah mangkok dan juga sendok lalu membuka bungkus bubur yang dibelinya dan menuangkan ke atas mangkok seadanya yang sudah dicuci bersih.
"Ibu makan siang dulu ya."
Tubuh lemah itu dia sandarkan di kepala ranjang agar sedikit meninggi, lalu dengan perlahan dan sabar Jelita mulai menyuapi Ibu yang kesulitan makan dikarenakan stroke yang membuat tubuh Ibu lumpuh sebagian.
Indera perasa Ibu bergetar seperti ingin berbicara dan menanyakan sesuatu kepada putrinya. Jelita yang paham akan kekhawatiran sang Ibu dengan cepat dia berkata, "Jelita sudah makan Bu."
Sesuap demi sesuap sendok berisi bubur lunak itu masuk ke dalam indera perasa Ibu, sambil sesekali Jelita menjedanya dengan menyendok air minum agar memudahkan Ibu untuk menelan bubur.
Ibu berhenti dia memberi tanda jika dirinya telah cukup makan dengan menutup rapat bibirnya dan memejamkan mata.
"Bagus Ibu makan nya banyak sekali, Jelita taruh mangkoknya dulu ya," ucap Jelita kepada Ibunya lalu pergi menuju dapur setelah memberi minum kepada Ibu.
"Masih ada sisa sedikit, sayang jika di buang," batin Jelita merasa mubazir.
Jelita menatap bubur sisa tersebut dan tak terasa dia meneguk ludah, kedua tangannya sedikit gemetar karena rasa lapar yang dia alami. Lalu tanpa rasa jijik dia menghabiskan bubur sisa itu sampai habis.
Sehabis menyuapi Ibu makan, anak berbakti ini tidak lupa memberi obat dan juga membersihkan yang kotor dari tubuh sang Ibu. Tidak ada rasa jijik atau mengeluh sedikitpun dalam mengurus Ibunya, karena dalam hati dan pikirannya Ibu adalah seorang malaikat berhati mulia.
Serasa Ibu telah merasa nyaman, Jelita kemudian berpamitan. "Jelita kembali kerja ya Bu." Tidak lupa dia menitipkan kembali kepada tetangga sebelah rumah agar memberitahukan kabar apapun tentang Ibu.
"Terima kasih Bi, Jelita titip Ibu dan secepatnya Jelita akan pulang ke rumah sehabis bekerja," ucap Jelita begitu hormat dan sopan.
"Tidak apa Jelita, biar Ibu kamu Bibi yang jaga ya. Kamu kerja saja yang rajin. Ini ada makan siang buat suami Bibi, tolong berikan ya," balas Bi Sumi lalu menyerahkan nasi bungkus kepada Jelita.
Jelita mengambil bungkus nasi tertutup kantong kresek tersebut lalu membalas perkataan Bi Sumi. "Iya Bi, nanti Jelita kasih ke Pak Budi. Jelita pamit ya Bi."
"Hati-hati."
Jelita kemudian pergi ke kampus kembali untuk bekerja, menyelesaikan kembali pekerjaannya yang tertunda.
……………………………………………………………………………
Mansion Chandra Putra.
Sementara itu di halaman sebuah Mansion mewah, seorang pria muda tampan sedang memanaskan sebuah kuda besi miliknya.
"Broom! broom!"
Pria itu memacu gas dengan kencang sambil bercermin pada sebuah kaca pada spion motornya dia tersenyum mengagumi diri sendiri.
"Hai Michael kau sangatlah tampan!" ucap pria tersebut menjentikkan jari dan mengedipkan sebelah mata.
"Sudah siap untuk pergi?" tanya pria itu kepada dirinya sendiri.
"Tentu aku siap, aku selalu siap untuk apapun!" ucap pria muda itu menjawab sendiri pertanyaannya.
Michael menyurai rambutnya kebelakang lalu memakai sebuah helm berlogo SNI. Dengan semangat dia menyentak standar dua penopang pada motornya dengan kaki.
"Duash!"
Motor tersebut siap untuk melaju kencang, akan tetapi seorang wanita berteriak memanggil nama Michael.
"Hei Michael Chandra Putra!"
"Kiitt!" Michael menekan rem dengan cepat.
"Ada apa Mi?" tanya Michael menengok ke belakang.
Seorang Nyonya cantik bertolak pinggang dengan wajah sedikit kesal melihat anaknya ingin kabur. "Mau kemana kamu?"
"Mau jalan-jalan sebentar!" jawab Michael dari kejauhan.
"Jangan lupa hari senin kamu sudah mulai masuk kuliah, persiapkan diri jangan keluyuran terus sampai malam!" teriak Nyonya yang bernama lengkap Carisa Lie Djuanda istri pengusaha kaya dari Tuan Nathanael Chandra Putra.
"Siap Mi!" Michael kemudian pergi meninggalkan Maminya tersebut.
"Ck ck ck! anak muda jaman sekarang. Bisanya main terus, kalau begitu terus kapan bisa suksesnya!" guman Nyonya itu sambil geleng-geleng kepala.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Eny Hidayati
menyimak Thor...
2024-03-13
0
neng ade
hadir thor .. Jelita anak yg berbakti.. semoga suatu saat kehidupannya akan berubah dan ibu nya pun bisa sembuh dari sakit stroke nya
2024-03-06
0
Dewi Payang
😀 Mengagumi diri sendiri
2022-11-03
1