"Apa Jelita! kamu mau cari kerja tambahan, kamu mau cari uang tambahan dimana?" tanya Pak Budi yang syok mendengar penjelasan Jelita.
Jelita memantapkan tekadnya. "Benar Pak Budi, Jelita mau cari uang tambahan buat berobat Ibu, rencananya Jelita akan melamar kerja di kantor kampus atau dimana saja yang mau terima Jelita."
Pak Budi sedikit khawatir dengan kebulatan tekad Jelita. Mengingat pendidikan dan juga penampilan anak tersebut serta kondisi Ibunya yang sedang sakit, bagaimana nanti dia bisa membagi waktu untuk itu semua.
"Tapi Jelita, cari kerja sekarang susah, butuh pendidikan yang tinggi baru bisa diterima," balas Pak Budi.
Jelita tersadar dengan pendidikannya, mengingat dia hanyalah seorang siswi yang belum tamat SMA, ditambah lagi penampilan nya yang kurang menarik. Bagaimana mungkin dirinya akan diterima kerja jika di kantoran.
Jelita menghela nafas panjang, "Benar juga Pak Budi, ya sudah Jelita mulung saja kalau begitu atau jadi tukang cuci gosok, setidaknya tidak butuh pendidikan yang tinggi dan penampilan yang menarik kan, Pak."
Hati Pak Budi seketika meringis pilu saat mendengar Jelita yang tidak malu dengan kondisinya dan juga semangatnya yang tinggi, membuat Pak Budi hanya bisa mengangguk dan menyemangati Jelita.
"Ya sudah Jelita, nanti Bapak akan bantu kamu carikan orang yang sedang butuh tukang cuci gosok ya, Nak." Pak budi mengusap kepala atas Jelita.
Jelita tersenyum dan senang mendengar bantuan dari Pak Budi. "Terima kasih Pak Budi."
Pak Budi mengangguk dan membalas dengan senyuman. "Sama-sama."
Jelita menatap Ibunya yang sedang terbaring, dengan hati yang masih sama dia bertekad untuk mengobati Ibunya sampai sembuh.
"Jelita akan berjuang sendiri Bu. Bukan sebagai seorang pengemis, tetapi seseorang yang pantas mendapatkan uang dengan hasil keringat sendiri. Doakan Jelita agar sukses ya Bu."
Jelita mencium kening sang Ibu, dan menyelimuti tubuh beliau agar tidak kedinginan dari udara malam yang masuk dari celah dinding bambu rumah gubuk itu.
……………………………………………………………………………
Mansion Chandra Putra.
Di dalam Mansion tersebut terlihat Nyonya besar sedang memarahi putranya hanya karena masalah sepele, sambil bertolak pinggang dan sesekali dia menunjuk-nunjuk wajah putranya yang tampan hingga pucat pasi.
Sementara itu Tuan besar hanya membaca koran dan menyeruput secangkir kopi dengan santai seakan-akan tidak ada sesuatu yang terjadi dihadapannya.
"Miki! bagaimana kartu itu masih belum ketemu, apa kamu sudah mencarinya dengan betul-betul hah!"
"Sudah Mike cari dengan betul-betul-betul Mi, tapi kartu Mike memang tidak ketemu, mungkin sudah di temukan sama petugas kebersihan kampus. Jadi lebih baik kita tunggu kabar besok ya Mi, mungkin kartunya sama dia. Mike yang salah karena ceroboh, maafin Mike ya Mi." Michael menyembah kepada Mamy nya dan memohon ampun.
Melihat anak itu menyesali perbuatannya membuat Daddy ikut berbicara, "Sudah lah sayang, bukankah dia sudah minta maaf sama kamu. Lagi pula kita bisa minta kartu yang baru sama Anthoni, gampang kan beres sudah masalah tidak perlu diperpanjang lagi."
(Orang kaya gitu loh!)
Michael mengangguk-angguk lalu menatap Maminya yang masih kesal dan saat mulut Mami mangap mulai ingin menceramahi Michael, seseorang datang dan berkata, "M-maaf Nyonya besar, ada yang memberikan ini kepada saya. Dia bilang ini milik Tuan Muda."
Petugas keamanan itu menyerahkan kartu kepada si Nyonya dan seketika itu pula dia tersenyum dan senang lalu berkata, "Bokir, ini benar kartu milik Miki. Siapa yang mengembalikannya? tolong suruh orang itu untuk masuk karena saya ingin berterima kasih kepadanya."
Pak Bokir hanya menelan ludah dan mengusap peluh di dahinya lalu berusaha menjawab perkataan Nyonya besar walau lidahnya mendadak kaku.
"M-maaf Nyonya, orangnya sudah p-pergi," lalu menunduk seperti bersalah.
"Kenapa kamu biarkan dia pergi, saya belum berterima kasih kepadanya."
"M-maaf Nyonya, saya pikir gadis itu adalah pengemis yang ingin minta sumbangan jadi saya tidak ijinkan untuk masuk."
"Lancang! beraninya kamu berkata seperti itu, apalagi terhadap seorang wanita. Jangan sekali-kali menghina orang lain walau orang tersebut adalah orang miskin. Mengerti kamu Bokir!" Nyonya itu melotot tak kalah horor dari Suzana.
Pak Bokir meminta maaf atas kesalahannya dan mengakui perbuatannya yang tidak pantas, beruntung lah Pak Bokir tidak dipecat karena Nyonya dan Tuan Besar tersebut berbaik hati kepadanya.
"Ya sudah tidak apa, lain kali jangan berperilaku seperti itu lagi. Kita tidak tahu hati orang seperti apa, untung saja gadis itu tidak marah. Lain kali harus lebih sopan dan hormat kepada siapapun. Kita ini hidup harus saling berdampingan, jika memang tidak ingin memberi setidaknya jangan menghina."
"Baik, terima kasih Nyonya ... Tuan."
"Sama-sama," jawab Nyonya dan Tuan bersamaan
Michael yang mendengar penjelasan dari Pak Bokir tadi lalu bertanya, "Apa gadis itu berwajah jelek dan seperti orang gembel yang terlihat menjijikkan?"
Pak Bokir mengangguk dan itu sukses membuat Mamy menjadi marah kembali, "Miki! apa otak dan hatimu kemasukan air kotor bekas cuci lantai kemarin hah! hingga kamu punya pikiran kotor dan tidak punya hati nurani berbicara seperti itu, harusnya kamu berterima kasih!"
Melihat Mamy yang marah, Michael dan Pak Bokir meminta ampun kembali dan berusaha meredam kembali amarahnya, namun usaha mereka sia-sia hingga akhirnya Tuan besar turun tangan untuk menenangkan istrinya yang sedang mengamuk dengan menutup mulutnya dengan sebuah ciuman lalu membopongnya masuk ke dalam kamar.
"Sudah sayang jangan marah lagi lebih baik simpan energi mu untuk nanti malam."
"Sayang ... Akh geli, jangan seperti itu!"
Mereka berdua masuk ke dalam kamar meninggalkan Bokir dan Michael yang mematung karena melihat ulah tidak tahu malu dari Tuan dan Nyonya besar mansion tersebut.
………………………………………………………………………………
Di Rumah Pak Budi.
"Sumi, aku kagum dengan Jelita," ucap Pak Budi kepada istrinya.
"Benar Mas, dia sangat mandiri dan tidak pernah mengeluh sedikitpun. Berbeda kali dengan Ayu anak kita."
Pak Budi mengangguk tetapi percakapan tersebut membuat Ayu putrinya menjadi tidak senang.
"Jangan seenaknya Ibu dan Bapak bandingan Ayu dengan Jelita. Apa yang kalian banggakan dengan Jelita si buruk rupa itu? sudah miskin tidak tahu diri. Kerjanya hanya menyusahkan orang saja! menitipkan Ibunya yang sakit kepada kita setiap hari, dan itu juga gratis tidak bayar. Memangnya kita ini pengurus panti jompo!"
"Hush! Ayu, jangan berkata seperti itu nanti Jelita mendengarnya." Bi Sumi menutup mulut Ayu yang sudah berteriak memaki Jelita.
Ayu menepis tangan Ibunya dengan kasar dan berteriak kembali. "Lepas Bu! biarkan saja dia mendengarnya. Lagipula kenapa Ibu juga selalu memihak Jelita, dia itu bukan siapa-siapa kita Bu!" Ayu lalu masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan keras.
"Ayu kenapa dia punya hati yang dengki seperti itu, padahal dia lebih tua dari Jelita. Tetapi tidak ada sedikit pun kedewasaan dalam pikirannya."
Pak Budi kecewa dengan Ayu, padahal Ibu Jelita menyayangi Ayu seperti anak sendiri.
***
Sementara itu Jelita mendengar perkataan Ayu yang menghina Ibu dan juga dirinya.
"Hiks! ... Mba Ayu benar, aku cuma bisa menyusahkan mereka saja."
Jelita menangis dia hanya bisa pasrah dengan keadaannya. Apa yang bisa dia lakukan sekarang ini hanyalah berdoa kepada Sang Maha Pencipta memohon dan meminta kehidupan yang lebih baik.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Eny Hidayati
Ujian hidup jelita ...
2024-03-13
0
neng ade
nanti juga si Ayu kena karma. nya sendiri.. sabar sabar ya Jelita
2024-03-06
0
neng ade
semangat Jelita .. kelak km akan sukses karena bakti mu pada ibu ..
Tuhan akan memberikan kemudahan di. setiap langkah mu
2024-03-06
0