Di Kampus.
Jelita telah sampai di tempat kerja, dengan nafas yang masih ter engah-engah dia bergegas mencari Pak Budi untuk menyerahkan sebungkus nasi beserta lauk dari Bi Sumi.
"Pak Budi, ini ada makan siang dari istri Bapak." Jelita kemudian duduk di pinggiran batu taman sambil berusaha mengatur nafasnya.
"Terima kasih Jelita." Pak Budi mengambil makan siangnya lalu tertawa melihat Jelita yang sedang ter engah-engah.
"Kasian sekali, pasti capek ya bulak balik ke rumah?" tanya Pak Budi mulai menyantap makanannya.
Jelita mengangguk, sesekali dia melirik nasi bungkus yang berada di tangan Pak Budi. "Iya Pak Budi, capek. Tapi itu bagus Pak, anggap saja sedang berolahraga."
Mereka berbincang dan tertawa kecil, lalu dirasa cukup beristirahat Jelita mulai kembali bekerja. "Jelita mau nge pel lantai dulu ya Pak, biar cepat selesai dan tidak kemalaman nanti pulangnya."
Pak Budi mengangguk dengan mulut yang masih penuh makanan dia berucap, "Iya Jelita, Bapak juga sedang ngebut kerja nya, soalnya hari Senin anak-anak orang kaya itu sudah mulai pada masuk. Oiya Bapak saranin lebih baik kita orang miskin jangan terlalu dekat dan mencari masalah dengan mereka."
Jelita mengangguk. "Baik Pak Budi, Jelita akan ingat pesan Bapak."
"Hem, sudah sana kerja lagi," balas Pak Budi kemudian pergi mencuci tangan.
Jelita menatap beberapa gedung tinggi Universitas dihadapannya. Dengan mengepalkan tangan dengan erat dia menatap begitu heran, mengapa ada perbedaan yang begitu mencolok dihadapannya sendiri.
"Si miskin seperti ku dan si kaya adalah mereka, dunia ini sungguh tidak adil bagi sebagian orang. Mereka si orang kaya pastilah sangat beruntung ...."
Jelita meratapi nasib, sambil mengepel lantai bagian bawah gedung tinggi tersebut dia berusaha membuang jauh-jauh perasaan negatif yang bersarang dalam hatinya. Kemudian Jelita terdiam sambil menatap air bekas pel lantai yang kotor.
Tanpa melihat sekeliling dia berniat membuang air kotor tersebut ke halaman kampus yang sepi dan luas di hadapannya, sambil memejamkan mata dia berkata. "Hus pergilah perasaan dengki dan perasaan iri bersama air kotor ini, aku akan membuangmu jauh-jauh."
"Byuur!!"
Air kotor dalam ember tersebut telah kosong, begitu pula dengan keluh kesahnya yang telah hilang bersamaan dengan air tersebut. Hatinya sedikit merasa lega, diapun menarik nafas dalam-dalam.
"Ah lega rasanya ..."
Jelita tersenyum lalu mulai membuka kedua matanya, dirinya dibuat terkejut ketika mendapati seorang pria tengah berdiri dihadapannya dengan tatapan gusar dan menakutkan.
Pria tersebut mendekat lalu dengan pakaian setengah basah dan kotor dia mulai memarahi Jelita.
"Hei punya mata tidak!" Teriak Pria itu sambil mengibas-ngibas tangan dan menepis kotoran pada pakaiannya.
"M-maaf!" sahut Jelita dengan gugup sambil membungkukkan badan lalu secepat mungkin dirinya membantu membersihkan pakaian pria tersebut.
"Cih! minggir, jangan sentuh aku dengan tangan kotor mu itu!" ucap pria tersebut lalu pergi menuju toilet.
Jelita yang merasa bersalah lalu mengekor kepadanya sambil terus meminta maaf di sepanjang jalan.
"M-maaf!" ucap Jelita sekali lagi dan pria itu segera membalikkan badan.
"Apa kau tidak tahu siapa diriku?" tanya Pria itu dengan sombong.
Jelita menggeleng cepat dan tak berani melihat mata pria dihadapannya. "T-tidak, apa kamu mahasiswa baru disini?" balas Jelita dengan bertanya.
"Benar, aku mahasiswa baru disini. Keluarga ku juga yang memberi sumbangan terbesar di kampus elit ini."
Jelita terkejut, dia teringat kembali perkataan Pak Budi untuk tidak mencari masalah dengan orang-orang kaya disini. "M-maaf kalau begitu T-tuan."
Pria ini mendengus kesal lalu memarahi Jelita, "Huh entah mimpi apa aku semalam harus menghadapi nasib sial seperti ini, bertemu dengan wanita jelek seperti mu dan juga tidak punya mata! pergi lah dari hadapanku dan jangan pernah muncul kembali!"
Jelita menunduk, perkataan pria itu sedikit menusuk hatinya tetapi dia hanya bisa menerima itu semua, karena memang begitulah penampilan dirinya yang sama sekali tidak mempunyai daya tarik sebagai seorang gadis muda.
Wajah yang kusam, kacamata bulat agak tebal, rambut cepol atas tidak beraturan, kulit yang tidak bersinar, terkadang bau panas matahari dan hanya ada wangi sabun atau cairan pembersih lantai sebagai ciri khas aroma pada dirinya.
"M-maaf ...." Jelita lalu berbalik dan berjalan menjauhi pria tersebut.
"Awas saja kalau sampai bertemu lagi. Bukan hanya memarahinya tapi aku juga akan menyeret dia keluar dari kampus ini!" Pria itu menggerutu kesal lalu masuk ke dalam toilet untuk membersihkan dirinya yang kotor.
***
Jelita menatap pria itu dari kejauhan ada perasaan bersalah karena perbuatannya, tetapi bukan itu saja yang mengganjal di hatinya, mengingat ucapan pria tadi. Apakah besok dia masih bisa bekerja disini lagi atau tidak.
"Ya Tuhan semoga saja dia tidak mengadu pada pihak kampus atau keluarganya, jika itu terjadi bagaimana aku bisa mencari uang untuk berobat ibu."
Jelita sangat khawatir, hatinya tiba-tiba menjadi gelisah memikirkan sesuatu. Jika pria itu benar-benar mengadukan dirinya dan dia dipecat selain sulitnya mencari pekerjaan, maka dia juga harus melunasi hutang ibunya yang tidak sedikit selama bekerja di kampus tersebut.
"Aku harus menjauhi pria itu dan jangan sampai membuat kesalahan lagi pada anak orang kaya yang lainnya."
Jelita terus memperhatikan pria tersebut dari kejauhan sambil bersembunyi dan setelah pria itu pergi dari kampus, baru lah dia menampakan diri dan memulai kembali pekerjaannya.
Ada pertanyaan dalam hatinya, "Apa yang pria itu lakukan disini? Kelas masih belum aktif, lalu untuk apa dia datang kesini?"
……………………………………………………………………………
Mansion Chandra Putra.
Michael pulang ke rumah dengan raut wajah kesal membuat Nyonya rumah tersebut menghampirinya dan bertanya, "Ada apa Miki kenapa kamu marah-marah seperti itu?"
Michael menatap Maminya dengan wajah cemberut lalu berkata, "Mommy berapa kali ku bilang jangan panggil aku Miki, panggil aku Mike (Maik)."
Mamy menggeleng lalu melihat putranya dan berkata, "Tidak mau, Mamy lebih suka panggil kamu Miki. Sekarang jawab pertanyaan Mamý, kamu habis dari mana? kenapa cuma pakai jaket tapi tidak pakai baju dan kenapa kamu bau sabun pembersih lantai?" tanya Mamy bertubi-tubi.
Michael menghela nafas, berusaha tenang dia menjawab semua pertanyaan Mamy nya. "Habis jalan-jalan lihat kampus tempat Mike nanti belajar Mi. Baju Mike kotor kena air bekas cuci lantai, jadi Mike buka karena bau. Ah ketampanan ini jadi luntur karena kena air kotor, semua gara-gara si cewek jelek itu."
Mamy terheran-heran dengan jawaban dari putranya. "Anak Mamy tak pernah habis ketampanan tapi, bagaimana kamu bisa terkena air kotor Miki?"
"Ada gadis jelek tidak punya mata, dia main siram-siram saja tidak lihat kalau ada orang yang lewat." Michael mengingat wajah gadis tersebut dan seperti ingin muntah.
"Gadis jelek tidak punya mata, siapa dia?" tanya Mamy.
"Cleaning service dari seragamnya, gara-gara dia Mike tidak jadi malam mingguan dan tidak bisa kumpul sama teman-teman," jawab Michael dengan kesal.
"Oh, Mamy harus berterima kasih padanya. Karena perbuatan gadis itu anak Mamy jadi tidak pulang malam." Mamy terkekeh dan itu membuat Michael menjadi bertambah kesal.
Michael mengerucutkan bibirnya dan menatap Mamy nya yang tertawa. "Sudah lah Mamy sama saja! lebih baik aku mandi dan nonton di kamar."
Michael pergi ke kamarnya sambil sesekali menatap kesal Mamy nya itu.
"Huh!"
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Eny Hidayati
sejauh ini masih menyimak ...
2024-03-13
1
neng ade
Miki si anak manja
2024-03-06
1
Maya●●●
iklan harian mendarat untukmu thor
2022-11-28
1